Mengenal Grebeg Sudiro, Bentuk Akulturasi Budaya Tionghoa dan Jawa di Kota Solo
Merdeka.com - Pada tahun 1745, Sunan Paku Buwana II memindahkan pusat Kerajaan Mataram Islam dari Kartasura ke Surakarta. Peristiwa itu terjadi setelah lima tahun tragedi pembantaian Geger Pecinan (1740) di Batavia yang membuat banyak kaum Tionghoa yang berhasil selamat mengungsi dan menyebar ke berbagai kota di Jawa.
Setelah resmi berdiri sebagai ibu kota kerajaan, banyak orang yang pindah dan bermukim di Surakarta, tak terkecuali para kaum Tionghoa yang berhasil selamat dari Geger Pecinan. Di ibukota yang baru itulah, masyarakat Jawa dan Tionghoa tumbuh bersamaan. Bahkan tak jarang di antara mereka banyak yang melakukan perkawinan campur dan bentuk akulturasi budaya seperti Barongsai dan Liong yang sering ditampilkan di tengah masyarakat.
Namun seiring waktu, perbedaan budaya itu mendapat tantangan seperti saat meletusnya peristiwa Gerakan 30 September 1965 dan kerusuhan Mei 1998. Setelah peristiwa itu berlalu, masyarakat di sana mulai membangun kembali ikatan persaudaraan yang harmonis agar masa lalu yang kelam tak terulang lagi.
-
Contoh akulturasi apa di Jawa Tengah? Adanya rumah-rumah dengan arsitektur nuansa China Kuno yang terdapat di daerah Tembang dan Lasem, Jawa Tengah.
-
Apa makna dari kata "Suro" dalam tradisi Jawa? Kata “Suro“ merupakan sebutan bagi bulan Muharram oleh masyarakat Jawa. Kata Suro berasal dari kata “Asyura“ yang dalam bahasa Arab berarti sepuluh yang adalah tanggal 10 bulan Muharram, mengutip KH. M. Solikhin dalam Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam Jawa.
-
Apa arti Suro dalam konteks Jawa? Suro dalam konteks Jawa itu mengandung makna panas/kemarahan yang dianut di masyarakat Jawa sehingga upaya yang dilakukan adalah refleksi diri, sosial dan perenungan spiritual. Suro juga bisa disebut bulan pencucian diri,
-
Apa saja jejak Tionghoa di Sokaraja? Pada zaman dulu, Sokaraja merupakan daerah pecinan. Di sana ada sebuah kelenteng bernama Ho Tek Bio.
-
Bagaimana 'tresno' diungkapkan dalam seni dan budaya Jawa? Dalam sastra dan seni tradisional Jawa, seperti tembang, wayang, dan puisi, kata 'tresno' sering digunakan untuk mengekspresikan perasaan cinta yang dalam dan kompleks.
-
Dimana acara budaya tersebut diadakan? Diadakan di kompleks kawasan bersejarah Kota Tua, Semarang, hadir pada pagelaran budaya tersebut Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, Wakil Bupati Karangasem, I Wayan Artha Dipa, Ketua TP PKK Kota Denpasar, Ny. Sagung Antari Jaya, serta Kepala Dinas Kebudayaan Kota Denpasar, Raka Purwantara.
Salah satu wujudnya adalah dengan diadakannya perayaan Grebeg Sudiro yang mulai dilaksanakan pada tahun 2007. Lalu seperti apa bentuk perayaan itu? Berikut selengkapnya:
Pengembangan Tradisi Masa Lalu
©2018 Merdeka.com/Arie Sunaryo
Secara bahasa, Grebeg Sudiro berasal dari susunan dua kata yaitu “Grebeg” yang berarti perkumpulan, dan “Sudiro” yang mengacu tempat diadakannya acara itu yaitu di Kampung Sudiroprajan. Selain mengacu pada tempat, nama itu digunakan karena acara rutinan ini awalnya diinisiasi oleh warga Kampung Sudiroprajan.
Dilansir dari Surakarta.go.id, Grebeg Sudiro adalah lambang akulturasi tradisi Jawa dan Tionghoa di Kota Solo yang melebur dalam suasana hangat dan toleransi. Sebelum tahun 2007, sebenarnya perayaan serupa pernah diadakan di zaman Kanjeng Susuhunan Pakubuwono X (1893-1939). Waktu itu, tradisinya dikenal dengan nama “Buk Teko”, yang dirayakan setiap menjelang Hari Raya Imlek.
Latar Belakang Munculnya Grebeg Sudiro
©indonesia.travel
Melansir dari Neliti.com, tradisi Grebeg Sudiro diciptakan pada tahun 2007 oleh warga Sudiroprajan yaitu Oei Bengki, Sarjono Lelono Putro, dan Kamajaya. Waktu itu, mereka bertiga berkumpul di Pasar Gedhe dan secara tidak sengaja muncullah ide untuk membuat tradisi itu. Pada dasarnya, tujuan tradisi ini cukup sederhana, yaitu mengangkat nama Sudiroprajan agar dikenal masyarakat luas.
Berbeda dengan daerah lainnya di Solo, wilayah Sudiroprajan merupakan daerah percampuran antara etnis Tionghoa dengan etnis Jawa yang telah hidup rukun dan membaur sejak lama. Dalam menjalankan tradisi itu, mereka bertiga terinspirasi dari Kampung Sewu yang terkenal dengan tradisi Rebutan Apem.
Usul mereka pun mendapat persetujuan dari Kepala Desa Sudiroprajan, dan dapat dukungan dari para tokoh masyarakat dan para budayawan sehingga acara itu dapat diselenggarakan dengan lancar.
Berawal dari Tradisi Kampung
©2018 Merdeka.com/Arie Sunaryo
Pada awal-awal penyelenggarannya, Grebeg Sudiro sebenarnya hanyalah event kampung. Namun karena yang diperkenalkan adalah budaya yang unik antara etnis Tionghoa dan etnis Jawa, Pemerintah Kota Solo memberi sambutan positif dan menjadikannya sebagai agenda tahunan pariwisata kota itu.
Selain itu, adanya tradisi Grebeg Sudiro juga bisa menarik para wisatawan untuk mengunjungi wilayah Sudiroprajan yang sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai wiraswasta. Inovasi dan kreativitas yang diciptakan para warganya membuat semakin banyak wisatawan yang tertarik untuk mengikuti tradisi itu.
Proses Jalannya Acara
©2018 Merdeka.com/Arie Sunaryo
Tradisi Grebeg Sudiro dirayakan setiap menjelang perayaan Tahun Baru Imlek. Dilansir dari Neliti.com, prosesi upacara tradisi itu meliputi persiapan material dan persiapan spiritual.
Selain itu malam hari sebelum acara puncak berlangsung, diadakan ritual sedekah bumi berupa arak-arakan menyusuri kampung-kampung dengan iringi musik dan tarian tradisional yang diakhiri dengan doa demi keselamatan bangsa dan makan bersama.
Pada hari berikutnya, acara puncak digelar dengan menyelenggarakan kirab budaya kesenian tradisional yang mengiringi arak-arakan gunungan kue keranjang, makanan yang jadi ciri khas perayaan itu. Tradisi itu kemudian diakhiri dengan rebutan kue keranjang oleh warga ataupun penonton yang hadir. Ada 4.000 buah kue keranjang yang disiapkan untuk diperebutkan penonton yang dipercaya bisa membawa berkah. (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kawasan Suryakencana di Kota Bogor ini kaya akan multikultural
Baca SelengkapnyaSandiaga Uno menghadiri kampanye akbar Ganjar Mahfud di Benteng Vastenburg, Sabtu (10/2).
Baca SelengkapnyaUntuk pertama kalinya, Upacara HUT RI di Kota Solo dipimpin oleh Mangkunegara X.
Baca SelengkapnyaGrup idol asal Korea Selatan XODIAC mengirimkan tiga member untuk ikut perform di Pura Mangkunegaran.
Baca SelengkapnyaLokasi ini juga jadi salah satu tempat wisata religi yang ada di Kota Tangerang.
Baca SelengkapnyaMenurutnya, ketupat pernah digunakan oleh Sunan Kalijaga dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa.
Baca SelengkapnyaKirab budaya ini menjadi hiburan murah meriah warga dengan sejumlah atraksi.
Baca SelengkapnyaGanjar mengatakan kalau acara kirab tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat umum.
Baca SelengkapnyaTanggal 1 Suro diperingati setelah magrib pada hari sebelum tanggal 1, dan biasanya disebut malam satu suro.
Baca SelengkapnyaTudingan bahwa pemasang spanduk tersebut berasal dari PDIP pun sempat beredar. Namun ditepis oleh Ketua DPC PDI Perjuangan Solo, FX Hadi Rudyatmo.
Baca SelengkapnyaMeski di tengah guyuran hujan, prosesi Kirab Dudgeran Kota Semarang tetap berlangsung semarak dan meriah.
Baca SelengkapnyaKeunikan junjung pusako adalah sebuah kain panjang yang membungkus di dalamnya berisikan tulisan kuno.
Baca Selengkapnya