Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Mengenal Grebeg Sudiro, Bentuk Akulturasi Budaya Tionghoa dan Jawa di Kota Solo

Mengenal Grebeg Sudiro, Bentuk Akulturasi Budaya Tionghoa dan Jawa di Kota Solo karnaval budaya Grebeg Sudiro. ©2020 Merdeka.com

Merdeka.com - Pada tahun 1745, Sunan Paku Buwana II memindahkan pusat Kerajaan Mataram Islam dari Kartasura ke Surakarta. Peristiwa itu terjadi setelah lima tahun tragedi pembantaian Geger Pecinan (1740) di Batavia yang membuat banyak kaum Tionghoa yang berhasil selamat mengungsi dan menyebar ke berbagai kota di Jawa.

Setelah resmi berdiri sebagai ibu kota kerajaan, banyak orang yang pindah dan bermukim di Surakarta, tak terkecuali para kaum Tionghoa yang berhasil selamat dari Geger Pecinan. Di ibukota yang baru itulah, masyarakat Jawa dan Tionghoa tumbuh bersamaan. Bahkan tak jarang di antara mereka banyak yang melakukan perkawinan campur dan bentuk akulturasi budaya seperti Barongsai dan Liong yang sering ditampilkan di tengah masyarakat.

Namun seiring waktu, perbedaan budaya itu mendapat tantangan seperti saat meletusnya peristiwa Gerakan 30 September 1965 dan kerusuhan Mei 1998. Setelah peristiwa itu berlalu, masyarakat di sana mulai membangun kembali ikatan persaudaraan yang harmonis agar masa lalu yang kelam tak terulang lagi.

Salah satu wujudnya adalah dengan diadakannya perayaan Grebeg Sudiro yang mulai dilaksanakan pada tahun 2007. Lalu seperti apa bentuk perayaan itu? Berikut selengkapnya:

Pengembangan Tradisi Masa Lalu

sudiro meriahkan imlek di solo

©2018 Merdeka.com/Arie Sunaryo

Secara bahasa, Grebeg Sudiro berasal dari susunan dua kata yaitu “Grebeg” yang berarti perkumpulan, dan “Sudiro” yang mengacu tempat diadakannya acara itu yaitu di Kampung Sudiroprajan. Selain mengacu pada tempat, nama itu digunakan karena acara rutinan ini awalnya diinisiasi oleh warga Kampung Sudiroprajan.

Dilansir dari Surakarta.go.id, Grebeg Sudiro adalah lambang akulturasi tradisi Jawa dan Tionghoa di Kota Solo yang melebur dalam suasana hangat dan toleransi. Sebelum tahun 2007, sebenarnya perayaan serupa pernah diadakan di zaman Kanjeng Susuhunan Pakubuwono X (1893-1939). Waktu itu, tradisinya dikenal dengan nama “Buk Teko”, yang dirayakan setiap menjelang Hari Raya Imlek.

Latar Belakang Munculnya Grebeg Sudiro

di grebeg sudiro solo

©indonesia.travel

Melansir dari Neliti.com, tradisi Grebeg Sudiro diciptakan pada tahun 2007 oleh warga Sudiroprajan yaitu Oei Bengki, Sarjono Lelono Putro, dan Kamajaya. Waktu itu, mereka bertiga berkumpul di Pasar Gedhe dan secara tidak sengaja muncullah ide untuk membuat tradisi itu. Pada dasarnya, tujuan tradisi ini cukup sederhana, yaitu mengangkat nama Sudiroprajan agar dikenal masyarakat luas.

Berbeda dengan daerah lainnya di Solo, wilayah Sudiroprajan merupakan daerah percampuran antara etnis Tionghoa dengan etnis Jawa yang telah hidup rukun dan membaur sejak lama. Dalam menjalankan tradisi itu, mereka bertiga terinspirasi dari Kampung Sewu yang terkenal dengan tradisi Rebutan Apem.

Usul mereka pun mendapat persetujuan dari Kepala Desa Sudiroprajan, dan dapat dukungan dari para tokoh masyarakat dan para budayawan sehingga acara itu dapat diselenggarakan dengan lancar.

Berawal dari Tradisi Kampung

sudiro meriahkan imlek di solo

©2018 Merdeka.com/Arie Sunaryo

Pada awal-awal penyelenggarannya, Grebeg Sudiro sebenarnya hanyalah event kampung. Namun karena yang diperkenalkan adalah budaya yang unik antara etnis Tionghoa dan etnis Jawa, Pemerintah Kota Solo memberi sambutan positif dan menjadikannya sebagai agenda tahunan pariwisata kota itu.

Selain itu, adanya tradisi Grebeg Sudiro juga bisa menarik para wisatawan untuk mengunjungi wilayah Sudiroprajan yang sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai wiraswasta. Inovasi dan kreativitas yang diciptakan para warganya membuat semakin banyak wisatawan yang tertarik untuk mengikuti tradisi itu.

Proses Jalannya Acara

sudiro meriahkan imlek di solo

©2018 Merdeka.com/Arie Sunaryo

Tradisi Grebeg Sudiro dirayakan setiap menjelang perayaan Tahun Baru Imlek. Dilansir dari Neliti.com, prosesi upacara tradisi itu meliputi persiapan material dan persiapan spiritual.

Selain itu malam hari sebelum acara puncak berlangsung, diadakan ritual sedekah bumi berupa arak-arakan menyusuri kampung-kampung dengan iringi musik dan tarian tradisional yang diakhiri dengan doa demi keselamatan bangsa dan makan bersama.

Pada hari berikutnya, acara puncak digelar dengan menyelenggarakan kirab budaya kesenian tradisional yang mengiringi arak-arakan gunungan kue keranjang, makanan yang jadi ciri khas perayaan itu. Tradisi itu kemudian diakhiri dengan rebutan kue keranjang oleh warga ataupun penonton yang hadir. Ada 4.000 buah kue keranjang yang disiapkan untuk diperebutkan penonton yang dipercaya bisa membawa berkah. (mdk/shr)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jejak Naga Suryakencana
Jejak Naga Suryakencana

Kawasan Suryakencana di Kota Bogor ini kaya akan multikultural

Baca Selengkapnya
Kampanye Ganjar-Mahfud Usai, Sandiaga Blusukan ke Pasar dan Klenteng di Solo
Kampanye Ganjar-Mahfud Usai, Sandiaga Blusukan ke Pasar dan Klenteng di Solo

Sandiaga Uno menghadiri kampanye akbar Ganjar Mahfud di Benteng Vastenburg, Sabtu (10/2).

Baca Selengkapnya
Spesial, Upacara 17 Agustus di Solo Dipimpin KGPAA Mangkunegara X
Spesial, Upacara 17 Agustus di Solo Dipimpin KGPAA Mangkunegara X

Untuk pertama kalinya, Upacara HUT RI di Kota Solo dipimpin oleh Mangkunegara X.

Baca Selengkapnya
Bertemu Anak Prabowo, Gibran: Mas Didit Itu Best Friend
Bertemu Anak Prabowo, Gibran: Mas Didit Itu Best Friend

Grup idol asal Korea Selatan XODIAC mengirimkan tiga member untuk ikut perform di Pura Mangkunegaran.

Baca Selengkapnya
Jadi Simbol Toleransi, Ini Fakta Menarik Pura Agung Kertajaya di Tangerang
Jadi Simbol Toleransi, Ini Fakta Menarik Pura Agung Kertajaya di Tangerang

Lokasi ini juga jadi salah satu tempat wisata religi yang ada di Kota Tangerang.

Baca Selengkapnya
Tradisi Kearifan Lokal Mampu Depankan Toleransi
Tradisi Kearifan Lokal Mampu Depankan Toleransi

Menurutnya, ketupat pernah digunakan oleh Sunan Kalijaga dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa.

Baca Selengkapnya
Melihat Kemeriahan Kirab Budaya Toa Pe Kong di Tegal, Diikuti Oleh 70 Kelenteng di Indonesia
Melihat Kemeriahan Kirab Budaya Toa Pe Kong di Tegal, Diikuti Oleh 70 Kelenteng di Indonesia

Kirab budaya ini menjadi hiburan murah meriah warga dengan sejumlah atraksi.

Baca Selengkapnya
Keseruan Ganjar Pranowo Ikut Kirab Malam Satu Suro di Solo, Berlangsung Khidmat
Keseruan Ganjar Pranowo Ikut Kirab Malam Satu Suro di Solo, Berlangsung Khidmat

Ganjar mengatakan kalau acara kirab tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat umum.

Baca Selengkapnya
Sejarah Malam 1 Suro, Tradisi Perayaan Islam Jawa Era Sultan Agung
Sejarah Malam 1 Suro, Tradisi Perayaan Islam Jawa Era Sultan Agung

Tanggal 1 Suro diperingati setelah magrib pada hari sebelum tanggal 1, dan biasanya disebut malam satu suro.

Baca Selengkapnya
Spanduk 'Dadi Wong Jowo Ojo Ilang Jawane' Bertebaran di Semarang & Solo Usai Gibran Maju Cawapres
Spanduk 'Dadi Wong Jowo Ojo Ilang Jawane' Bertebaran di Semarang & Solo Usai Gibran Maju Cawapres

Tudingan bahwa pemasang spanduk tersebut berasal dari PDIP pun sempat beredar. Namun ditepis oleh Ketua DPC PDI Perjuangan Solo, FX Hadi Rudyatmo.

Baca Selengkapnya
Meriahnya Prosesi Dugderan di Semarang, Tradisi Warga Menyambut Ramadan
Meriahnya Prosesi Dugderan di Semarang, Tradisi Warga Menyambut Ramadan

Meski di tengah guyuran hujan, prosesi Kirab Dudgeran Kota Semarang tetap berlangsung semarak dan meriah.

Baca Selengkapnya
Festival Junjung Pusako Kenduri Swarnabhumi: Lestarikan Tradisi, Hidupkan Ekosistem Kebudayaan
Festival Junjung Pusako Kenduri Swarnabhumi: Lestarikan Tradisi, Hidupkan Ekosistem Kebudayaan

Keunikan junjung pusako adalah sebuah kain panjang yang membungkus di dalamnya berisikan tulisan kuno.

Baca Selengkapnya