Mengenal Sosok Gus Pur, Dalang Nyentrik Asal Magelang Pencipta Wayang Godhong
Selain menjadi dalang, Gus Pur juga terampil dalam melukis.
Selain menjadi dalang, Gus Pur juga terampil dalam melukis.
Mengenal Sosok Gus Pur, Dalang Nyentrik Asal Magelang Pencipta Wayang Godhong
Agus Purwanto atau lebih dikenal dengan nama Gus Pur, merupakan seorang dalang nyentrik asal Magelang, Jawa Tengah. Ia tinggal di daerah pedesaan dengan hamparan sawah dan udara sejuk tepatnya di Pringapus, Kalisalak, Kecamatan Salaman, Magelang.
(Foto: Uns.ac.id)
-
Menong Purwakarta adalah apa? Bentuknya yang unik dan penuh filosofis, membuat hasil kreasi lokal tersebut banyak diminati di pasaran. Yuk kenalan lebih dekat dengan sosok Menong, suvenir berwujud boneka perempuan khas Puwakarta.
-
Siapa Kakek Gus Dur? Kakek Gus Dur dari jalur ibu diakui sebagai ulama besar karena keilmuannya
-
Siapa Purwanto? Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Purwanto meninggal dunia pada Selasa (5/12) pukul 20.05 WIB.
-
Siapa yang menjuluki Gus Dur Bapak Keberagaman? Julukan Bapak Keberagaman ini diberikan oleh Museum Kepresidenan RI Balai Kirti, museum yang mengelola koleksi, gagasan, dan karya para presiden.
-
Kenapa Gus Dur dijuluki Bapak Keberagaman? Julukan Bapak Keberagaman ini diberikan oleh Museum Kepresidenan RI Balai Kirti, museum yang mengelola koleksi, gagasan, dan karya para presiden. Julukan ini diberikan karena Abdurrahman Wahid atau lebih akrab disapa Gus Dur selama masa pemerintahannya, dia mengeluarkan berbagai kebijakan yang merangkul semua kalangan dan mencerminkan sikap toleransi.
-
Siapa yang mementaskan wayang di Gunung Wayang? Konon di masa silam, lokasi ini kerap dijadikan sebagai tempat pementasan wayang golek. Tokoh yang mementaskannya adalah seorang dalang bernama Mbah Dalem Dharmawayang dan sinden Nyimas Kencering.
Sebagai seorang dalang, ia terkenal akan karyanya yang dinamakan “Wayang Godhong”. Karya ciptaannya itulah yang ia bawa dalam setiap pementasan.
Mengutip website Beritamagelang.id, Gus Pur bercerita bahwa karya Wayang Godhong muncul pada tahun 2010. Waktu itu ia tengah menyiapkan disertasi untuk gelar doktornya.
“Kebetulan secara tak sengaja saya sedang nyapu, kemudian dedaunan itu saya terawang di malam hari. Saya lihat daun itu tinggal serat-serat saja. Tuhan menciptakan ini, dan ketika melihat itu saya merasa tidak mampu menandingi kuasa ilahi. Merinding saya,” cerita Gus Pur dikutip dari Uns.ac.id.
Ia membuat wayang itu dari berbagai daun kering seperti daun tembakau, daun cengkeh, dan daun kering. Ia menamai karyanya itu “Wayang Godhong” karena dinilai lebih arif dan menjadi pijakan bagi semua orang untuk mengimplementasikannya.
Gus Pur bercerita bagaimana Wayang Godhong pada akhirnya menjadi ciri khasnya. Saat itu ia sering berkeliling di desa-desa untuk bertemu dengan para petani. Dari pertemuan-pertemuan itu ia ingin memiliki bahasa sendiri untuk bisa disampaikan pada para petani tembakau.
Lebih lanjut, Gus Pur mengaku terciptanya “Wayang Godhong” tidak hanya dari ilham yang ia peroleh saat menyapu.
Untuk menyempurnakan karyanya, ia juga melakukan riset demi menemukan filosofi daun yang ia gunakan sebagai dasar dari pertunjukan Wayang Godhong.
Baginya, filosofi itu adalah suatu gambaran tentang sikap berdoa dan memohon.
“Daun itu bertasbih, dia berdzikir. Bahkan daun yang jatuh saja itu kehendak yang Di Atas. Dan ketika sudah tua dan jatuh, ia jadi kesuburan, jadi pupuk. Godhong itu bisa disebut dari wit-witan. Wit-witan itu Kawitan, artinya pertama kali, asal mula kehidupan, ya dari pohon. Kita mungkin umurnya pendek, tapi daun ini sepanjang masa dan tetap ada,”
kata Gus Pur menjelaskan filosofi daun yang menjadi sumber inspirasinya dalam berkarya.
Sebuah pohon beringin yang berada di depan Gedung Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) UNS sering menjadi tempat Gus Pur untuk mengajar para mahasiswanya. Lokasi pohon beringin itu kemudian sering disebut “Tahta Gus Pur”.Namun pada suatu hari di tahun 2019, pohon beringin itu harus ditebang setelah adanya angin ribut sehingga membuat pohon itu tumbang.
Penebangan itu membuat Gus Pur marah. Sebagai bentuk protes, ia menggelar pertunjukan “Memedi Beringin Ninggal Janji”.
“Waktu pohon beringin itu dipotong saya marah. Saya kemudian bikin puisi. Karena bagi saya mengajar satu yang sederhana, yaitu oksigen yang keluar dari pohon itu,” kata Gus Pur.
Selain terampil menjadi dalang, Gus Pur juga terampil dalam melukis. Hal ini terbukti dari banyak lukisan terpampang di sanggarnya. Dia juga masih aktif mengajar sebagai dosen seni di Universitas 11 Maret Surakarta (UNS).