Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Terpukul Kenaikan Harga Kedelai, Begini Cara Pembuat Tempe Temanggung Tetap Produksi

Terpukul Kenaikan Harga Kedelai, Begini Cara Pembuat Tempe Temanggung Tetap Produksi Ilustrasi tempe kedelai. ©2020 Merdeka.com/indonesia.go.id

Merdeka.com - Awal tahun umumnya disambut oleh sebagian besar orang dengan penuh semangat. Namun tidak begitu dengan para pengrajin tempe di Temanggung. Hal ini dikarenakan, harga kedelai impor yang merupakan bahan pokok pembuatan tempe mengalami kenaikan beberapa waktu belakangan.

Junaedi, salah satu pengrajin tempe mengatakan, pada awalnya harga kedelai impor di angka Rp7.000 hingga Rp 8.000 per kilogram. Kini di awal tahun, harganya mencapai Rp 10.000.

“Dalam waktu kurang lebih dua bulan terakhir harga kedelai impor terus naik. Semula naiknya masih dalam batas kewajaran yakni menjadi Rp 9.000 per kilogram. Namun saat ini harga sudah mencapai Rp 10.000 per kilogram,” terang Junaedi mengutip dari ANTARA pada Senin (11/1).

Junaedi mengatakan kondisi itu memberatkan para pengrajin tempe karena kenaikannya di atas kewajaran. Apalagi, kedelai impor memang dinilai bagus sebagai bahan baku tempe. Lalu bagaimana cara agar mereka tetap bisa produksi? Berikut selengkapnya:

Proses Produksi Tempe

ilustrasi tempe kedelai

©2020 Merdeka.com/indonesia.go.id

Junaedi mengatakan bahwa setiap lima kilogram tempe paling banyak hanya bisa menghasilkan 60 tempe yang dibungkus dengan daun. Sedangkan harga jual per bijinya hanya Rp300. Padahal untuk menunggu tempe siap konsumsi membutuhkan waktu selama dua hari.

“Proses membuat tempe itu membutuhkan waktu cukup lama, mulai dari harus dicuci bersih, dimasak, kemudian dibungkus dan difermentasi. Waktu fermentasi sendiri paling tidak membutuhkan waktu dua hari,” jelas Junaedi.

Serba Sulit

pengrajin tempe di kawasan sunter

©2021 Merdeka.com/Iqbal S Nugroho

Menurutnya, dengan naiknya harga kedelai impor, keuntungan pengrajin tempe menjadi berkurang. Bahkan bisa dibilang tidak ada keuntungan sama sekali. Apalagi, dalam pembuatan tempe juga dibutuhkan daun pisang dan kertas yang semuanya harus beli, kemudian tenaga kerja juga harus dibayar. Jika kondisi seperti itu terus berlangsung, Junaedi mengatakan para pengrajin bisa bangkrut. Sementara itu pengrajin lainnya, Muhammad Jayadi mengatakan meskipun harga bahan baku mengalami kenaikan, dirinya tidak menaikkan harga jual tempe.

“Kalau harga jual dinaikkan bisa jadi pelanggan komplain dan berpindah ke yang lain,” kata Jayadi mengutip dari ANTARA.

Kurangi Ukuran Tempe

pengrajin tempe di kawasan sunter

©2021 Merdeka.com/Iqbal S Nugroho

Oleh karena itu, agar tetap bisa berproduksi, dia terpaksa mengurangi sedikit ukuran tempe. Namun pengurangan yang dilakukan tidak sampai mengurangi kualitas tempe yang diproduksinya.

Dia terpaksa melakukan itu agar pelanggan tetap bisa memahami mengingat kondisi ekonomi saat ini memang sedang susah. (mdk/shr)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP