Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Dulu Cuma Ada di Madiun, Ini Kisah di Balik Maraknya Pengamen Topeng Monyet

Dulu Cuma Ada di Madiun, Ini Kisah di Balik Maraknya Pengamen Topeng Monyet Topeng Monyet pindah. ©2013 Merdeka.com/Dwi Narwoko

Merdeka.com - Desa Kertosari, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, dikenal sebagai tempat awal hadirnya kesenian topeng monyet. Kesenian tradisional yang dalam Bahasa Jawa disebut ledhek ketek itu sangat menghibur siapapun yang menyaksikan, khususnya anak-anak. Gerak-gerik dan atraksi yang dilakukan sang monyet acapkali mengundang gelak tawa.

Kehadiran kesenian topeng monyet tak bisa dilepaskan dari jasa almarhum Mbah Surotuluh. Pada tahun 1960, Mbah Surotuluh mulai memperkenalkan pertunjukan topeng monyet hingga akhirnya terkenal di Indonesia.

Gudang Pengamen Topeng Monyet

topeng monyet madiun jawa timur

©2021 Merdeka.com/Dok. Disperpusip Jatim

Desa Kertosari dikenal sebagai gudangnya pengamen topeng monyet. Hingga tahun 2013, tak kurang dari 100 warga Desa Kertosari menekuni profesi sebagai pengamen topeng monyet.

Selain di sekitar Madiun, para pengamen topeng monyet ini juga mencari penghidupan ke luar kota bahkan luar pulau.

Latih Monyet

Soewardji (53), seorang pengamen topeng monyet dari Desa Kertosari menceritakan, seekor monyet harus dilatih sejak kecil untuk bisa melakukan atraksi lucu dan menarik. Hal itu, ungkap dia, bukanlah pekerjaan mudah.

Selain itu, monyet yang akan ditampilkan harus monyet betina. “Agar bisa melakukan atraksi sesuai perintah kita memang m­emerlukan latihan yang lama dan mulai monyet itu kecil, minimal 1,5 tahun baru bisa menguasai dan siap diajak mengamen topeng monyet. Lebih bagus monyet betina karena daya ingatnya bagus dan tidak lekas bosan bila diajak berlatih. Beda dengan monyet yang galak juga improvisasinya tidak bisa luas hingga cepet bosan bila latihan sehingga sulit diajak bermain,” terang Soewardji, dikutip dari terbitan Suara Desa Edisi 08 (Januari-Februari 2013, hlm. 36).

Sementara itu, monyet yang akan diikutsertakan dalam kegiatan mengamen biasanya dibeli di pasar hewan. Selain itu, ada pula orang yang datang langsung ke rumah Soewardji untuk menjual monyet.

“Beli di pasar hewan di pinggir hutan Ngawi seharga Rp200.000 atau terkadang ada orang yang datang ke rumah menawari monyet,” ungkapnya.

Keprihatinan

topeng monyet madiun jawa timur

©2021 Merdeka.com/Dok. Disperpusip Jatim

Seiring berkembangnya zaman, Soewardji prihatin dengan eksistensi kesenian topeng monyet yang mulai punah. Menurutnya, cukup sulit mencari orang yang memiliki keinginan kuat melestarikan topeng monyet.

“Zaman sekarang memang beda dengan dulu, kalau dulu cari uang dengan mengamen topeng monyet bisa dijadikan pekerjaan untuk menghidupi keluarga, sekarang bisa dikatakan tidak cukup. Dulu sehari mengamen bisa mendapatkan uang antara Rp10.000 hingga Rp20.000.00 sudah bisa buat makan sekeluarga dan sekolahnya anak-anak. Sekarang seharian mengamen topeng monyet dapat Rp20.000 itu sudah bagus, tapi uang segitu sekarang jelas kurang untuk kebutuhan sehari-hari,” jelasnya.

Soewardji menduga, alasan itulah yang membuat anak-anak muda enggan menekuni kesenian topeng monyet. (mdk/rka)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP