Panti Asuhan di Surabaya Zaman Belanda, Pengasuhnya Kejam hingga Ada yang Sakit Jiwa
Merdeka.com - Ketenaran Surabaya sebagai kota bandar sudah terbentuk sejak dahulu kala. Sementara itu, di zaman penjajahan Belanda, status sebagai kota bandar membawa dampak dalam berbagai segi kehidupan. Termasuk kebutuhan akan panti asuhan.
Kedatangan para pelaut baik dari luar pulau ataupun dari luar negeri ke kota bandar berakibat pada banyaknya anak yang lahir tanpa ayah. Di mana sebagian besar dari mereka harus berjuang hidup sendiri.
Panti asuhan di Surabaya yang ada pada zaman penjajahan Belanda memiliki cerita beragam. Mulai dari pengasuh yang kejam dan tidak peduli, adanya Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN), hingga ada yang sakit jiwa, seperti dilansir Instagram @surabayatempodulu.
-
Apa yang terjadi di Purwokerto saat dikuasai Belanda? Mereka kemudian mengadakan pembersihan di desa-desa sekitar yang menjadi basis perjuangan tentara Indonesia di Banyumas.
-
Apa yang terjadi di penjara Belanda? Penjara-penjara yang kini kosong di negara ini telah dialihfungsikan menjadi hotel atau pusat budaya, menandakan adanya perubahan paradigma dalam penanganan kejahatan.
-
Apa yang terjadi pada Keraton Surabaya? Sayangnya, pada tahun 1625, Surabaya jatuh ke tangan kerajaan Mataram.
-
Apa masalah utama yang dihadapi penjara di Jawa Tengah? Hampir semua lapas dan rutan yang kami kelola sudah over kapasitas. Rata-rata setiap lokasi rutan dan lapas penghuninya sudah over sampai 60 persen, ada juga yang over 50 persen.
-
Kenapa Belanda membumihanguskan Purwokerto? Mengetahui pertahanan di Bobotsari telah dikuasai Belanda, Panglima Gatot Subroto memerintahkan pelaksanaan taktik bumi hangus. Gedung-gedung dan bangunan penting di Kota Purwokerto seperti stasiun, pabrik gula, serta instalasi militer dibakar habis.
-
Apa yang terjadi pada keluarga di Malang? Polisi menduga tiga orang dalam satu keluarga yang meninggal dunia di Kabupaten Malang bunuh diri bersama-sama.
Panti Asuhan Tertua
©2020 Merdeka.com/Instagram @surabayatempodulu
Panti asuhan paling tua di Kota Pahlawan yakni panti asuhan putri di Bubutan. Panti asuhan itu berdiri sejak 1835. Awalnya, panti asuhan ini menerima anak laki-laki maupun perempuan. Lantaran menangani anak laki-laki dirasa lebih susah, mulai tahun 1867 panti asuhan ini akhirnya hanya menerima anak-anak perempuan.
Diceritakan, pada mulanya di panti asuhan ini banyak drama yang serupa dengan film-film. Pengasuh yang jahat dan tidak peduli, terjadinya KKN, hingga ada yang sakit jiwa. Dalam situasi seperti ini, banyak anak yatim yang tak terurus, terbelakang, bahkan menderita secara fisik.
Bangun Gedung Megah
©2020 Merdeka.com/Instagram @surabayatempodulu
Di tahun 1866, ada sepasang induk semang yang memiliki kemauan keras memajukan panti asuhan tersebut. Keduanya bekerja selama empat tahun menata panti asuhan sebelum akhirnya pensiun. Beruntung, direktur yang menggantikannya memiliki visi besar yakni membangun gedung sendiri.
Gedung panti asuhan itu dibangun mulai tahun 1871. Baru 40 tahun kemudian visi membangun gedung ini berhasil rampung sesuai yang diharapkan. Gedung itu kemudian dikenal dengan nama Mardi Santoso.
Anak-anak yatim piatu sungguh beruntung memiliki asrama dan panti asuhan yang mencukupi seluruh kebutuhannya. Termasuk membimbing mereka menghadapi hidup kejam tanpa keberadaan orang tua sejak kecil.
Beralih Fungsi
©2020 Merdeka.com/Instagram @surabayatempodulu
Sementara itu, panti asuhan khusus putra yang kemudian menjadi YWI awalnya berada di Bibis. Namun, kemudian pindah ke Embong Malang menempati bangunan Hotel Embong Malang yang tidak kalah indah dan besar.
Dalam perjalanannya, Gedung Mardi Santoso sempat beberapa kali beralih fungsi sejak pertama kali dibangun. Setelah nonaktif sebagai panti asuhan, Mardi Santoso sempat menjadi rumah sakit, tempat resepsi dan reuni. Kini gedung itu telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. (mdk/rka)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Saat masa penjajahan Belanda, lokasi kampung itu digunakan sebagai tempat para tentara Belanda melakukan kekerasan terhadap warga pribumi.
Baca SelengkapnyaRumah itu dulunya merupakan salah satu rumah termegah di Surabaya.
Baca SelengkapnyaPenjara ini juga jadi saksi pembantaian para pemuda pejuang kemerdekaan Indonesia
Baca SelengkapnyaKonon tempat ini menjadi tempat penyekapan, penyiksaan, sekaligus pemerkosaan para wanita oleh tentara Jepang.
Baca SelengkapnyaKeberadaan Orang Rantai ini menjadi bukti perbudakan pekerja tambang yang ada di Sawahlunto.
Baca SelengkapnyaKisah sedih para tahanan wanita asal Belanda usai tentara Jepang berhasil menguasai Nusantara.
Baca SelengkapnyaPenjajahan Jepang tak kalah kejam dari Belanda. Parahnya, pekerja Romusha sampai dijadikan kelinci percobaan vaksin mematikan.
Baca SelengkapnyaDenny JA sendiri menyelami dilema moral yang dihadapi Bung Karno
Baca SelengkapnyaMereka berharap bisa mendapatkan penghasilan besar di sana dan suatu saat bisa kembali ke Bojonegoro.
Baca SelengkapnyaSejak tingginya aktivitas imigrasi orang-orang Jawa ke Sumatera, mereka menetap dan membentuk sebuah komunitas.
Baca SelengkapnyaMereka yang tak punya tanah dipaksa bekerja di kebun milik pemerintah
Baca SelengkapnyaWarga Lamongan tampilkan kekejazam kerja rodi zaman penjajahan Belanda. Bikin nangis.
Baca Selengkapnya