Pekerjaan Bertambah Gara-gara Pandemi Covid-19, Ibu Rumah Tangga Sempat Stres
Merdeka.com - Kebijakan School from Home (SFH) dan Work from Home (WFH) alias sekolah dan bekerja dari rumah sebagai dampak dari pandemi Covid-19 berbanding lurus dengan bertambahnya peran perempuan dalam kehidupan keluarga.
Dulu, saat suami bekerja dan anak sekolah, perempuan ibu rumah tangga memiliki waktu untuk dirinya sendiri (me time), sekarang mereka kehilangan momentum tersebut, sebagaimana yang dialami Dina Auliana (33) dan Nurina Wardhani (36).
Di masa awal pandemi, keduanya sempat mengalami gejala stres ringan lantaran adanya perubahan aktivitas sehari-hari. Terutama yang paling mencolok ialah bertambahnya peran sebagai guru. Selain itu, keberadaan anak dan suami selama masa sekolah dan bekerja dari rumah juga menuntut Dina dan Nurina membagi perhatian dan waktu.
-
Apa dampak pandemi Covid-19? Pandemi Covid-19 mengubah tatanan kesehatan dan ekonomi di Indonesia dan dunia. Penanganan khusus untuk menjaga keseimbangan dampak kesehatan akibat Covid-19 serta memulihkan ekonomi harus dijalankan.
-
Kenapa Erna mengalami kesulitan di masa pandemi? 'Itu penjualan hampir nol. Padahal kita kebutuhan tetap ada,' kata Erna dikutip dari kanal YouTube Bantul TV.
-
Siapa yang bisa terdampak stres kerja? Stres kerja adalah fenomena yang semakin umum di dunia kerja modern, di mana tuntutan pekerjaan yang tinggi, tekanan untuk memenuhi tenggat waktu, dan persaingan yang ketat menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Banyak pekerja menghadapi tantangan dalam menjaga keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional, yang seringkali menyebabkan peningkatan tingkat stres.
-
Kapan anak stres karena perubahan? Perubahan lingkungan, seperti pindah ke sekolah baru, pindah rumah, atau berganti pengasuh, dapat membuat anak-anak merasa stres.
-
Kenapa anak kuliah rentan stres? Tantangan lainnya adalah stres dan tekanan akademik yang tinggi. Tuntutan tugas, ujian, dan deadline dapat menyebabkan tingkat stres yang berlebihan.
-
Apa saja penyebab anak stres? Penyebab stres pada anak bukan hanya merupakan masalah kecil, tetapi juga dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental dan fisik mereka.
Stres di Awal Pandemi
©2020 Merdeka.com/Dok. Dina Auliana
Dua ibu rumah tangga yang sedang menempuh pendidikan magister itu mengakui, menjadi guru ialah peran tambahan terberat selama pandemi, sementara peran yang lain relatif tetap sama.
“Peran tambahan itu bikin 3 bulan awal pandemi kerasa bener stres, marah-marah, badan gampang capek, kaki ngilu-ngilu, banyak keluhan-keluhan fisik yang sebenarnya tuh receh, ya cuma karena nggak bisa ngelola hati,” ujar Dina, saat dihubungi melalui aplikasi zoom meeting pada Senin, 16 November 2020.
Tiga bulan pertama pandemi Covid-19 merebak di Indonesia, antara Maret-Mei 2020, menjadi masa peralihan di mana anak dan suami mulai sekolah dan bekerja dari rumah. Hal ini secara otomatis menambah daftar pekerjaan rumah yang harus ia selesaikan. Berikutnya, pada bulan keempat, ibu dua anak itu mengaku perlahan-lahan menjadi lebih tenang.
“Kalau sebelumnya suami kerja, anak sekolah, saya seolah punya waktu untuk diri saya sendiri, nggak harus ada yang diurusi, diopeni,” imbuh mahasiswa tingkat akhir Magister Psikologi Bidang Klinis Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu.
Senada, Nurina juga sempat ada dalam kondisi tidak baik-baik saja. Ia kaget lantaran perubahan fungsi guru yang kini sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang tua. Peran baru tersebut ia sebut cukup menantang. Pernah suatu kali saat Nurina sedang melakukan pekerjaannya, tiba-tiba sang anak harus bertanya mengenai pelajaran sekolah. Hal-hal demikian wajar terjadi selama kegiatan sekolah dari rumah.
“Anak kan bersama-sama denganku, jadi aku harus bener-bener bagi waktu antara pekerjaan dengan mendampingi anak di rumah. Pagi sampai siang waktunya aku untuk mendampingi anak, kebetulan aku juga kuliah, biasanya siang. Malam-malam aku kerja,” ungkap Nurina saat dihubungi melalui aplikasi zoom, Selasa (17/11/2020).
Tidak hanya Dina dan Nurina yang menunjukkan gejala stres ringan, tetapi juga anak-anak mereka. Keduanya memiliki anak yang duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), anak pertama Dina berusia 8 tahun dan duduk di kelas 2 SD, sementara anak Nurina yang berusia 10 tahun duduk di kelas 4 SD.
Pandemi ini membawa dampak sosial cukup signifikan bagi anak Dina. Di mana anak usia awal SD yang sedang mengalami masa adaptasi fungsi sosial untuk mengeksplorasi pergaulan dengan teman sebaya justru harus berada di rumah saja. Ditambah, di samping kiri dan kanan rumah Dina tidak ada anak-anak yang seusia dengan anaknya. Sehingga adaptasi fungsi sosial dengan teman sebaya benar-benar tak terjadi.
“Jadi kalau yang lain cerita anak-anaknya sekolah di rumah tetap bisa main sama anak sebayanya, anak saya ya enggak, cuma di rumah sama bapak ibunya,” terang Dina.
Demikian halnya dengan anak Nurina, di masa awal pandemi, pernah dalam sehari anaknya menyatakan rasa bosan lebih dari sepuluh kali lantaran ia berada di rumah saja. Secara tidak langsung, ekspresi itu menunjukkan bentuk kerinduan sang anak akan aktivitas di sekolah.
Selanjutnya, pandemi juga berdampak pada perkembangan sosial anak kedua Dina yang berusia 3 tahun. Setelah tiga bulan awal pandemi, Dina dan keluarganya mulai berani keluar rumah. Dalam kesempatan tersebut, acapkali anak keduanya menunjukkan ekspresi malu saat bertemu orang lain.
“Dia jadi pemalu, setelah 3 bulan awal kita jadi sering keluar rumah, udah berani keluar rumah, kalau ketemu orang asing dia sembunyi di belakang ibunya. Interaksi sosialnya jadi terhambat lagi,” terang Dina.
Sementara para ibu rumah tangga mengalami gejala stres ringan, ekspresi anak-anak yang dinyatakan dengan kalimat bosan di rumah, jam tidur tidak teratur, susah tidur, menjadi pemalu saat bertemu orang lain, juga mengindikasikan hal yang sama.
Berbagi Peran dengan Suami
©2020 Merdeka.com/Dok. Nurina Wardhani
Menanggapi dampak pandemi terhadap kondisi psikososial perempuan ibu rumah tangga sedemikian rupa, Nurina menyatakan pentingnya bekerja sama dan berbagi peran dengan suami. Dalam rumah tangganya sendiri, Nurina dan sang suami melakukan pembagian pekerjaan domestik sejak awal mereka menikah.
Dengan demikian, ia mengaku tak ada perubahan signifikan terkait beban pekerjaan domestik saat pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia.
“Suamiku cuci piring, aku yang masak, atau dia ngepel, aku nyapu, memang bener-bener berbagi tugas rumah,” ungkap mantan Human Resources (HR) Coordinator Rifka Annisa Women’s Crisis Center (RAWCC) itu.
Tidak hanya membagi pekerjaan domestik, urusan menemani anak mengerjakan tugas sekolah juga dilakukan bersama-sama. Ada beberapa pelajaran di mana suami Nurina memiliki pengetahuan dan pemahaman lebih mumpuni, sehingga sang anak pun akan mengerjakan tugas terkait dengan bimbingan ayahnya. Sebaliknya, pada mata pelajaran lain di mana pengetahuan Nurina lebih mumpuni, dialah yang akan membimbing anaknya menyelesaikan tugas sekolah.
Sementara itu, ketika sadar sedang mengalami gejala stres ringan lantaran rentetan perubahan aktivitas sehari-hari sebagai dampak pandemi, Dina mengobrol dengan suaminya untuk menyelesaikan permasalahan internal yang dihadapi. Beban berat yang dirasakan Dina pada tiga bulan awal pandemi berangsur-angsur berkurang ketika ia menurunkan ekspektasi, baik terhadap diri sendiri, suami, maupun anak-anaknya.
Pada tiga bulan pertama sekolah dari rumah, Dina mewajibkan anaknya menyelesaikan tugas yang diberikan guru pada hari yang sama. Bulan-bulan berikutnya, Dina lebih melonggarkan sang anak terkait tuntutan belajar. Ketika anaknya tampak mulai kurang konsentrasi dan tidak ingin menyelesaikan tugas pada hari itu, ia memberi kesempatan kepada sang anak untuk menyelesaikan tugas sekolah di hari berikutnya.
“Asal nggak lewat seminggu dari tugas itu diberikan,” ujarnya.
Senada, Nurina juga menyatakan pentingnya menurunkan ekspektasi terhadap kegiatan belajar anak selama sekolah di rumah saja.
“Anak-anak juga stres di rumah, terus dimarahin waktu belajar ya terus gimana. Oke, ini masa pandemi, ada hal-hal yang lebih penting diperhatikan daripada sekadar nilai akademis, tapi juga wellbeing, kemampuan mengelola emosi, kesehatan mental dan fisik si anak,” ungkap perempuan kelahiran Jakarta itu.
Sebagaimana Dina, Nurina juga memberi waktu istirahat ketika anaknya tampak mulai tidak konsentrasi saat belajar. Selanjutnya, ketika sang anak mulai tenang, kegiatan belajar akan kembali dilakukan. Pola ini juga diterapkan Nurina saat menjadi fasilitator belajar bagi anak-anak di kompleks pemukimannya.
Aktif dalam Komunitas
©2020 Merdeka.com/Dok. Nurina Wardhani
Di sela-sela kesibukannya menjalani peran sebagai ibu rumah tangga dan mahasiswa pascasarjana, Dina dan Nurina juga aktif berkegiatan di Rangkul Keluarga Kita Yogyakarta, komunitas yang fokus pada isu seputar keluarga. Bagi keduanya, komunitas ini memberikan sejumlah dampak baik bagi tata laksana keluarga, antara lain terkait cara menjalin komunikasi efektif dengan suami dan anak, cara memahami anak, menyelesaikan masalah keluarga, dan lain sebagainya.
Selama pandemi misalnya, Dina yang sempat mengalami gejala stres ringan mengaku tidak cukup hanya mengobrol dengan suaminya. Ia merasa perlu berbagi cerita dengan para perempuan yang mengalami nasib serupa.
“Jadi beberapa kali ikut sesi di Keluarga Kita. Di situ kita difasilitasi untuk berbagi kendala-kendala kita apa dengan topik-topik tertentu. Sifatnya sharing, cuma ngobrol-ngobrol biasa, tapi kita kayak diterima. Oh, aku punya temen, jadi ndak cuma aku yang paling sengsara, paling stres, tapi bisa berbagi perasaan dengan yang lain,” ujar Dina.
Nurina menjelaskan, Komunitas Rangkul memiliki pendekatan yang unik terkait pengelolaan keluarga. Ibu satu anak mengaku mendapat banyak pengetahuan tambahan sejak bergabung di Rangkul pada akhir 2018 silam. Di Rangkul, pengetahuan anggotanya mengenai pengelolaan keluarga yang baik tidak hanya didapatkan dari materi, tetapi juga dari kegiatan saling berbagi cerita antaranggota.
“Pertama kali yang kupelajari, kita harus selesai dengan diri kita sendiri sebelum berurusan dengan pengasuhan anak. Kita diajak untuk lebih mengenali diri sendiri dulu,” terang pendiri toko buku anak daring bernama Ninanoci itu. (mdk/rka)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Seorang ibu di Tiongkok terkena serangan jantung dan stroke saat menemani putranya belajar. Yuk, simak fakta lengkapnya!
Baca SelengkapnyaKondisi stres yang dialami oleh anak dan remaja cenderung disebabkan oleh sejumlah hal yang perlu diektahui orangtua.
Baca SelengkapnyaDengan memahami penyebab stres dan cara mengatasinya, orang tua dan pendidik dapat membantu anak-anak mereka menghadapi tantangan dengan lebih baik.
Baca SelengkapnyaIsu penurunan jumlah penduduk (atau depopulasi) masih jadi momok bagi beberapa negara, salah satunya China. Enggan menikah jadi salah satu penyebabnya.
Baca SelengkapnyaBanyak orang ingin bekerja sebagai PNS, namun ada juga yang akhirnya resign dari PNS karena keadaan.
Baca SelengkapnyaDurasi cuti sebaiknya mengutamakan dialog sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha.
Baca SelengkapnyaKabar ini membawa angin segar bagi sebagian ibu pekerja. Mereka bisa merawat dan melihat tumbuh kembang anak secara fokus.
Baca SelengkapnyaPada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
Baca SelengkapnyaAnak pertama wanita biasanya memiliki karakteristik yang berbeda dengan adik-adiknya. Begitu juga dengan beban yang ia rasakan.
Baca SelengkapnyaStres kerja harus diatasi dengan tepat agar tak mengganggu kesehatan mental dan fisik Anda.
Baca Selengkapnya