Perbedaan NU dan Muhammadiyah yang Perlu Diketahui, Berikut Penjelasannya
Merdeka.com - Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah dua organisasi dakwah yang sangat populer di Indonesia. NU dikenal dengan toleransinya terhadap tradisi-tradisi yang ada di Indonesia, sementara Muhammadiyah dikenal dengan istilah pemurnian Islam dan gebrakannya dalam dunia pendidikan.
Dua organisasi ini dianggap sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia. Hal ini dipandang dari segi jumlah anggotanya yang sangat besar, dan banyak cabang-cabang organisasi Muhammadiyah maupun NU yang tersebar di seluruh penjuru negara ini.
Keduanya mempunyai peran penting dalam kehidupan politik serta proses demokratisasi pada era Reformasi di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kebijakan yang ditetapkan oleh keduanya dan memengaruhi kondisi masyarakat muslim di negara ini.
-
Apa perbedaan utama NU dan Muhammadiyah? NU merupakan organisasi yang menganut paham Islam Sunni yang mengikuti tradisi keagamaan yang telah ada sejak masa kolonial. Mereka menghargai dan menghormati tradisi-tradisi keagamaan seperti tahlil, doa arwah, dan ziarah kubur. Di sisi lain, Muhammadiyah memiliki pandangan yang lebih puritan dan lebih menekankan pada ibadah yang benar dan tegas dalam kerangka yang sederhana, dengan menekankan pentingnya pemahaman ajaran agama yang murni.
-
Kenapa NU dan Muhammadiyah ada di Indonesia? Salah satu alasan utama bagi pertumbuhan ini adalah kehadiran dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
-
Bagaimana NU dan Muhammadiyah berdampak pada perkembangan Islam di Indonesia? NU dan Muhammadiyah berperan penting dalam sejarah perjalanan negara ini dan berpengaruh besar terhadap perkembangan Islam di Indonesia.
-
Bagaimana cara NU dan Muhammadiyah menjalankan dakwah? Pola hubungan tersebut mempunyai kesinambungan dengan pola dakwah Nahdlatul Ulama’ yang mengambil wilayah dakwah kultural. Ini menyebabkan arah dan perjuangan dakwah Nahdlatul ulama’ tidak bisa dilepaskan dari proses dan perkembangan budaya dan tradisi yang ada di masyarakat.
-
Siapa yang mendirikan NU dan Muhammadiyah? NU atau Nahdlatul Ulama, didirikan oleh ulama Ahlussunnah wal Jamaah di Surabaya pada 31 Januari 1926. Sementara itu, Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada 18 November 1912.
Sejarah Nahdatul Ulama
Nahdatul Ulama (NU) lahir pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya. NU didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari untuk menampung gagasan keagamaan para ulama tradisional sebagai reaksi atas prestasi ideologi gerakan modernisme Islam yang mengusung gagasan purifikasi puritanisme.
Pembentukan NU merupakan upaya pengorganisasian peran para ulama, dan pesantren yang sudah ada sebelumnya. Agar wilayah kerja keulamaan lebih ditingkatkan, dikembangkan dan diluaskan jangkauannya.
NU menilai tidak semua tradisi buruk, usang, tidak mempunyai relevansi kekinian bahkan tidak jarang tradisi bisa memberikan inspirasi bagi munculnya modernisasi Islam. Para ulama umumnya telah memiliki jemaah (komunitas warga yang menjadi kelompoknya) dengan ikatan hubungan yang akrab, yang terbentuk dalam pola hubungan kyai-santri, terutama pada masyarakat di lingkungan pondok pesantren.
Pola hubungan tersebut mempunyai kesinambungan dengan pola dakwah Nahdlatul Ulama’ yang mengambil wilayah dakwah kultural. Ini menyebabkan arah dan perjuangan dakwah Nahdlatul ulama’ tidak bisa dilepaskan dari proses dan perkembangan budaya dan tradisi yang ada di masyarakat.
Sejarah Organisasi Muhammadiyah
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 18 November 1912. Organisasi ini didirikan dengan tujuan memberikan dukungan pada upaya pemurnian ajaran Islam yang pada saat itu identik dengan hal-hal mistik, mengutip dari Al-Imam Jurnal Manajemen Dakwah UIN Imam Bonjol Padang.
Awalnya Muhammadiyah hanya ada di daerah-daerah karesidenan seperti Yogyakarta, Solo, dan Pekalongan. Namun, saat ini persebarannya ada di berbagai daerah di Indonesia. Muhammadiyah bergerak di bidang keagamaan dan pendidikan bertujuan mengajak masyarakat Indonesia untuk menjalankan ajaran Allah yang sebenarnya.
Muhammadiyah dibangun dengan tata kelola yang baik dan terstruktur keberadaannya. Mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan, bahkan ke desa-desa. Setiap tingkatan juga dikelola dengan baik. Muhammadiyah menerapkan manajemen yang terstruktur guna menunjang segala aktivitas dakwahnya.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis tetapi juga dinamis.
Berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Pembentukan Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, di antaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi:
Artinya: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung". (QS: Ali Imran: 104)
Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi.
Butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan: “melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi”, mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya. Dampak positif dari organisasi ini ditandai telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia
Perbedaan NU dan Muhammadiyah
Secara doktrinal, NU dan Muhammadiyah mempunyai beberapa perbedaan atau distingsi terutama dalam pengamalan ibadah yang bersifat Furuiyah (cabang-cabang) dalam Islam. Karena perbedaan sudut pandang dan metode ijtihad yang dikembangkan oleh dua organisasi Islam itu, efeknya sangat terasa, misalnya ketika menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, Zulhijjah dan sebagainya.
Perbedaan orientasi keagamaan NU dan Muhammadiyah bisa dilacak berdasarkan proses polarisasi pemikiran dan pengalaman pendidikan dua tokoh utama pendiri organisasi tersebut, yaitu KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy‟ari. Keduanya merupakan representasi ulama nusantara yang hidup pada abad ke 19 dan ke 20.
Perbedaan pendidikan dan pengalaman itulah yang menyebabkan NU dan Muhammadiyah menjadi dua organisasi yang berbeda, meski hal tersebut tidak bersifat prinsipil. Sehingga, perbedaan NU dan Muhammadiyah ini masih berada dalam koridor toleransi dan tidak sampai menimbulkan konflik. Berikut ini rincian mengenai perbedaan NU dan Muhammadiyah, dikutip dari Nizham Journal of Islamic Studies IAIN Metro;
1. Perbedaan NU dan Muhammadiyah dalam Hal Pengaruh Guru
KH. Ahmad Dahlan dipengaruhi oleh Syeikh Muhammad Khatib al-Minangkabawi, Syeikh Nawawi al-Bantani, Kiai Mas Abdullah dan Kiai Faqih Kembang. Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Muhammad ibn Abdul Wahhab, Jamaludin al-Afghany, Muhammad Abduh, dan Rasyid Rida sebagai guru-gurunya.
Kecenderungan orientasi keagamaan yang dibawa oleh para guru kepada pendiri Muhammadiyah ini adalah soal Reformisme (Tajdîd) Islam, Puritanisasi atau Purifikasi (pemurnian) ajaran Islam, Islam Rasional, dan Pembaruan sistem pendidikan Islam.
Sementara pada KH. Hasyim Asy’ari, para guru yang berpengaruh adalah KH Kholil Bangkalan, KH Ya‟kub, Syaikh Ahmad Amin al-Atthar, Syaikh Sayyid Yamani, Sayyid Sultan Ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan al-Atthar, Sayyid Alawy Ibn Ahmad Al-Saqqaf, Sayyid Abas Maliki, Sayid al-Zawawy, Syaikh Shaleh Bafadal dan Syaikh Sultan Hasym al-Dagastany.
Kecenderungan orientasi keagamaan yang dibawa oleh para guru ini adalah soal Penganjur Fiqih Madzhab Sunni terutama madzhab Syafi'i, menekankan pendidikan tradisional (pesantren), dan praktek Tasawuf dan /tarekat , dan Faham Ahlusunnah Wal Jama'ah.
2. Perbedan NU dan Muhammadiyah dalam Hal Faham Keagamaan
Berikut ini adalah perbedaan faham keagamaan antara NU dan Muhammadiyah yang perlu diketahui;
Nahdlatul Ulama:
- Membaca Qunut dalam sholat Subuh
- Membaca Sholawat/puji-pujian setelah Adzan
- Tarawih 20 Rakaat
- Niat shalat dengan membaca Ushalli
- Niat puasa dengan membaca nawaitu sauma ghadin dengan jahr, niat berwudulu dengan nawaitu Wudu’a lirafil hadats
- Tahlilan, Dibaiyah, barjanzi dan selamatan (kenduren)
- Bacaan Dzikir setelah sholat dengan suara Nyaring
- Adzan subuh dengan lafad Ashalatu khair minan naum
- Adzan Jum'at 2 kali
- Menyebut Nabi dengan kata Sayyidina Muhammad
- Shalat Id di masjid
- Menggunakan Madzhab Empat dalam Fikih (Syafii, Maliki, Hambali dan Hanafi)
Muhammadiyah:
- Tidak membaca Qunut dalam Shalat Subuh
- Tidak membaca puji-pujian/sholawat
- Tarawih 8 rakaat
- Niat Shalat tidak membaca Ushalli
- Niat Puasa dan Wudlu tanpa dijahr-kan.
- Tidak boleh Tahlilan, Dibaiyah, Berjanzi dan Selamatan (kenduren)
- Dzikir setelah shalat dengan suara pelan
- Adzan Subuh tanpa Ashalatu khairu minan Naum
- Adzan Jum'at 1 kali
- Tidak menggunakan kata Sayyidina
- Shalat Id di lapangan
- Tidak terikat pada madzab dalam fikih
Bagaimana Cara Menyikapi Perbedaan Keduanya?
Menyikapi perbedaan antara NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah dapat dilakukan dengan beberapa cara yang berorientasi pada toleransi dan penghargaan terhadap keragaman dalam Islam.
Meski kedua organisasi ini memiliki perbedaan yang signifikan dalam pengamalan ibadah dan orientasi keagamaan, tetapi perbedaan ini tidak harus dianggap sebagai sumber konflik. Sebaliknya, perbedaan ini dapat meningkatkan toleransi bangsa Islam, seperti yang disebutkan dalam artikel Merdeka.com.
Dua organisasi ini juga memiliki peran penting dalam kehidupan politik dan proses demokratisasi di Indonesia. Oleh karena itu, penting untuk menghargai perbedaan mereka sebagai bagian dari keragaman yang memperkuat masyarakat Islam.
Yang terpenting, meski ada perbedaan, NU dan Muhammadiyah juga memiliki banyak persamaan. Keduanya menganut ajaran Islam, mengakui Tuhan yang satu (Allah SWT), dan menjadikan Muhammad sebagai utusan-Nya. Mereka juga menggunakan Al-Qur'an sebagai kitab suci dan berusaha menjalankan kelima rukun Islam sebaik-baiknya. (mdk/edl)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perbedaan NU dan Muhammadiyah dapat meningkatkan toleransi bangsa.
Baca SelengkapnyaDua organisasi ini dianggap sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Baca SelengkapnyaMasyarakat memiliki ketahanan lebih terhadap narasi kebangkitan khilafah karena lebih percaya organisasi seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Baca SelengkapnyaCak Imin mempertanyakan ke-NU-an Khofifah karena lebih memilih mendukung Prabowo-Gibran dari pada pasangan AMIN.
Baca SelengkapnyaKetum PBNU Gus Yahya menyambut baik kebijakan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang memperoleh Izin Usaha Pertambangan dari Jokowi.
Baca SelengkapnyaNU menjadi ormas Islam yang paling tinggi tingkat kepuasannya terhadap kinerja pemerintahan Jokowi dengan 78,4 persen.
Baca SelengkapnyaMahfud memandang ada peran ulama termasuk santri-santri dari kiai Hamid memperjuangkan Indonesia merdeka.
Baca SelengkapnyaPresidium mengapresiasi dukungan pengasuh-pengasuh pondok pesantren di Jateng terhadap Gerakan Penyelamatan Organisasi dan Muktamar Luar Biasa NU.
Baca Selengkapnyawarisan pertama para kiai NU adalah paham keagamaan Ahlussunnah Waljama'ah (Aswaja)
Baca SelengkapnyaZulhas ingin memperkuat persatuan dengan merangkul semua golongan, termasuk Nadhlatul Ulama (NU).
Baca SelengkapnyaWakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Ali Masykur Musa menilai Khofifah adalah kader NU sempurna
Baca Selengkapnya