Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Irshad Manji: Tuhan saya satu dan bukan pendendam

Irshad Manji: Tuhan saya satu dan bukan pendendam Irshad Manji. (Jurnal Perempuan)

Merdeka.com - Empat tahun lalu ia bukan siapa-siapa. Kehadirannya di Jakarta untuk acara diskusi buku pertamanya Beriman Tanpa Rasa Takut sepi dari komentar. Apalagi kecaman atau kutukan.

Namun akhir pekan lalu, namanya ramai disebut-sebut setelah Front Pembela Islam (FPI) membubarkan bedah buku Manji kedua di Teater Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Buku keduanya itu berjudul Allah, Liberty, Love. Lajang 44 tahun kelahiran Uganda ini, kerap dicap kafir karena pemikirannya bertentangan dengan syariat Islam.

Bayangkan saja, ia mengklaim salat 12 hingga 15 kali saban hari. Ia juga bilang salat cukup dengan membaca dan ingat kepada Allah. Ia juga menyatakan muslimah tidak perlu berjilbab, banyak cara menutup kepala, seperti memakai topi.

Meski dicaci dan dinista, lesbian berayah orang India dan beribu Mesir ini tetap santai. Bagi dia insiden Salihara itu belum seberapa. Maklum saja, dosen yang tiga tahun terakhir menetap di Kota New York, Amerika Serikat ini sudah biasa menerima ancaman mati.

Kepada Ardyan Mohamad Erlangga dari merdeka.com, Senin (7/5), Manji menjelaskan soal ijtihadnya terhadap ajaran Al-Quran dan Sunnah. Walau banyak gagasannya nyeleneh, dia berkukuh seorang muslimah dan bersaksi, "Tiada Tuhan Selain Allah".

Wawancara sekitar setengah jam itu berlangsung santai di tempatnya menginap, lantai 21 Hotel Ritz Carlton, Jakarta. Ditemani segelas es teh, ia sangat eksprersif dan bersemangat. Kadang tertawa, tersenyum, hingga mengangkat kedua kakinya ke atas kursi atau menjulurkan di atas meja. Meski terhitung media baru, ia menjuluki merdeka.com pembuat onar seraya memberi hormat. Berikut penuturannya:

Setelah insiden di Salihara, tampaknya makin banyak orang membenci Anda?

Oh benarkah? Saya baru tahu (tertawa). Jujur, dibanding ancaman mati biasa saya terima di luar negeri, insiden di Salihara kemarin tidak ada apa-apanya.

Anda tidak layak disebut pemikir Islam karena tidak bisa berbahasa Arab. Apa tanggapan Anda?

Saya percaya Bahasa Arab adalah bahasa penjajah. Sekitar 80 persen dunia muslim tidak memiliki kebudayaan Arab. Anehnya, kita malah diberitahu selama ini hanya Bahasa Arab bisa membantu kita berkomunikasi dengan Tuhan. Itu salah satu wujud imperialisme dalam Islam yang dengan senang hati ingin saya ungkap.

Apakah pemikiran Anda berdasar Al-Quran dan hadits atau sekadar refleksi pengalaman pribadi?

Semua saya gabungkan. Setiap bahasan buku saya membaurkan pengalaman beragama sehari-hari, tidak hanya yang saya alami, namun juga pengalaman orang lain.

Refleksi itu saya gabungkan dengan kajian dan analisis berdasarkan Al-Quran, Hadits, serta teologi secara umum. Pada karya saya teranyar, saya sertakan pula laporan jurnalistik berisi pengalaman keagamaan muslim dari pelbagai negara.

Bukankah citra buruk Islam karena kelakuan umatnya bukan lantaran ajarannya yang jelek?

Bagi saya, jelas masalah Islam saat ini ada pada pemeluknya. Contohnya, saya merasa geli bila kelompok seperti FPI menganggap saya bikin jelek wajah Islam. Padahal kekerasan dan intimidasi yang mereka gunakan itu mengulang pandangan buruk mengenai Islam di mata para pembenci agama ini.

Seperti setiap agama atau budaya lain, Islam tidak bisa berbicara mewakili dirinya. Para pemeluk agama itulah yang bisa menentukan seperti apa wajah kepercayaan ini sebaiknya. Karenanya, cuma muslim yang bisa mengubah citra buruk itu. Saya tidak perlu merasa terintimidasi hanya karena mereka merasa lebih mewakili Islam. Tidak perlu meladeni kemarahan mereka. Agama ini mengajarkan kita menjadi pribadi rendah hati.

Kuncinya, kita semua percaya Tuhan hanya satu. Manusia tak perlu memainkan peran sebagai Tuhan bagi sesamanya. Saya persilakan semua pihak, termasuk anggota FPI, mempercayai gagasan mereka. Satu hal saja menurut saya keliru dari rombongan itu. Mereka salah karena telah arogan melarang orang lain mendengar pendapat berbeda.

Lantas apa alasan Anda menyebarluaskan pemikiran kontroversial Anda?

Konsep Ijtihad ini tidak baru. Saya hanya menggunakan pemikiran ini buat menerapkan Islam agar sesuai dengan apa yang dibutuhkan muslim muda masa kini. Bayangkan, di banyak tempat, para ulama masih saja membahas apakah kita boleh beribadah di sebelah makam keluarga. Hal itu tidak kontekstual buat muslim generasi muda.

Pertanyaan utama generasi baru muslim ini misalnya pernikahan beda agama atau mereka tidak ingin merasa munafik kepada keluarga karena merasa punya pandangan berbeda mengenai Islam. Dengan melakoni ijtihad, kita mungkin bisa mengungkap alasan agama ini pernah berjaya sebagai penerang peradaban.

Itulah, mengapa saya merasa agenda ijtihad ini tidak perlu dinilai sebagai penyimpangan dari Islam. Orang lain saja merasa pemikiran saya kontroversial. Sejak bertahun-tahun lamanya, tradisi ini ada dalam sejarah Islam kok.

Bila Anda tidak puas terhadap Islam, kenapa tidak pindah agama?

Setiap orang bertanya, 'mengapa kamu memeluk Islam?', selalu saya jawab, 'kenapa tidak?'

Hal paling indah tentang Islam adalah kewajiban saya menyebarkan pandangan ini kepada setiap orang, kepada pemeluk agama lain, bahkan seorang ateis sekalipun. Buat saya, agama ini jelas sekali menawarkan keberagaman kepada semua pihak. Jangan takut dianggap aneh. Keilahian sejati menganugerahi manusia keunikan masing-masing.

Karena itu pula, Anda berani mengumumkan sebagai lesbian?

Orientasi seksual bagi saya tidak lagi membuat seseorang menjadi unik sebetulnya. Ada berjuta-juta manusia heteroseksual dan berjuta-juta pula homoseksual. Saya tidak suka mencap seseorang dengan label apapun.

Saya tidak akan bertepuk tangan kepada seseorang hanya karena dia penyuka sesama jenis. Kalau si gay itu bodoh, buat apa juga. Menjadi hetero, homo, (mencibir), itu semua tidak terlalu penting.

Jadi apa pandangan Anda soal nilai-nilai Islam, seperti dosa?

Bila kita bicara nilai, maka saya tegaskan nilai adalah bikinan manusia, bentukan budaya. Tidak ada yang sakral dari budaya. Saya beri contoh misalnya tradisi membunuh anak perempuan karena berbuat aib di beberapa negara muslim. Warga yang merawat budaya itu menganggap tindakan mereka sesuai nilai-nilai agama yang mereka percayai. Katakan kepada saya, apakah praktek kekerasan seperti itu dibenarkan di Al Quran?

Banyak praktek keseharian dunia muslim malah datang dari masa sebelum Nabi Muhammad menyebarkan agama ini. Bila saya diminta memilih jalan hidup sesuai Islam, saya ingin mencintai Allah, bukan melanggengkan budaya penuh dendam dan kekerasan.

Apakah Anda sudah puas dengan upaya Ijtihad selama ini atau Anda bakal mengevaluasi semua hasil pemikiran Anda?

Saya tidak selalu benar. Saya cuma manusia biasa. Saya selalu mengevaluasi setiap pendapat pernah saya lontarkan. Contoh kongkret, saya tidak malu meralat dukungan saya pada invasi Amerika Serikat ke Irak dan Afghanistan. Penyerangan itu ternyata tetap melanggengkan ketidakadilan kepada warga kebanyakan. Terpaksa saya akui dukungan saya keliru.

Apa konsep Anda soal Tuhan?

Merujuk pada Al Quran, Tuhan tentu saja universal. Tuhan saya idolakan bukan jenis pencemburu, hanya meminta kita menyembah Dia. Bila anggapan saya salah, misalnya di hari pembalasan terungkap Tuhan rupanya sosok egois, maha pendendam bagi manusia yang menolak percaya kepada-Nya, maaf-maaf saja. Saya tidak keberatan mengungkapkan ini terang-terangan. Saya ogah menyembah Tuhan seperti itu. (mdk/fas)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ketum MUI Minta Maaf Balik ke Jokowi: Kami Sudah Bikin Repot, Kadang Suuzan
Ketum MUI Minta Maaf Balik ke Jokowi: Kami Sudah Bikin Repot, Kadang Suuzan

Ketum MUI menyampaikan terima kasih kepada Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin atas kontribusi yang diberikan untuk negara.

Baca Selengkapnya
Pernyataan tentang mengaji menimbulkan pro dan kontra, Kartika mengungkap permintaan maaf dan menerima kritik
Pernyataan tentang mengaji menimbulkan pro dan kontra, Kartika mengungkap permintaan maaf dan menerima kritik

Kartika Putri meminta maaf kepada publik soal pernyataannya tentang capres mengaji.

Baca Selengkapnya
Polemik Candaan Zulhas soal Salat, Ketum MUI: Hati-Hati Bercanda dengan Diksi Agama
Polemik Candaan Zulhas soal Salat, Ketum MUI: Hati-Hati Bercanda dengan Diksi Agama

Ketum MUI Kiai Haji Anwar Iskandar meminta calon Presiden dan Wakil Presiden hingga pimpinan partai politik hati-hati dalam bercanda soal agama.

Baca Selengkapnya