Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Jejak Usman dan Harun di Negeri Singa

Jejak Usman dan Harun di Negeri Singa Lokasi ledakan di gedung Mac Donald House, Orchard Road, Singapura. Insiden ini terjadi pada Rabu sore, 10 Maret 1965. (channelnewsasia.com)

Merdeka.com - Di sebuah lantai dalam gedung MacDonald House, Rabu sore, 10 Maret 1965. Enam orang, termasuk dua anak, terperangkap dalam lift tengah macet beberapa saat sebelum bom meledak.

Kebetulan seorang petugas lift juga ikut terjebak. Dibantu satu orang lainnya, dia mencoba membuka paksa pintu lift. Dalam sekejap terdengar ledakan. Lift itu akhirnya merosot beberapa lantai.

"Pintu lift macet mungkin menyelamatkan kami," kata Nyonya Jean Standish Barrington, 31 tahun, seperti dilansir surat kabar the Straits Times dalam berita utama berjudul Terror Bom Kills 2 Girls at Bank, edisi 11 Maret 1965. Ketika kejadian, Barrington baru saja selesai mengantar dua anaknya ke dokter gigi. Putranya berusia sembilan tahun luka di dagu.

Bom meledak pukul 3.07. Sumber ledakan di lantai mezzanine. Peristiwa ini menewaskan tiga orang - Elizabeth Suzie Choo Kway Hoi (36 tahun), sekretaris pribadi manajer bank, Juliet Goh Hwee Kuang (23 tahun), karyawan bank, dan Mohammed Yasin Kesit (45 tahun), sopir. Insiden itu melukai paling tidak 33 orang.

Ketika bom bakal meledak, menurut dokumen pengadilan diperoleh merdeka.com, seorang saksi dalam sidang mengaku melihat sebuah tas kanvas bertulisan Malaysian Airlines di bawah tangga menuju lantai satu dekat lift. Asap keluar dari dalam tas itu dan dia mendengar suara mendesis.

Dalam penyelidikan lebih lanjut, tas itu berisi bahan peledak jenis nitro gliserin seberat 9,07-11,3 kilogram. Laporan lain, termasuk arsip dari kantor Dinas Penerangan Korps Marinir di Kwitang, Jakarta Pusat, menyebutkan bahan peledak dibawa Usman dan Harun beratnya 12,5 kilogram.

Nitro gliserin adalah cairan peledak dihasilkan dari campuran gliserol dan asam nitrat. Ini merupakan bahan peledak berat dengan ciri berminyak dan tanpa warna. Sejak 1860-an, nitro gliserin dipakai sebagai kandungan aktif untuk membuat dinamit bisa digunakan buat menghancurkan bangunan dan digunakan di industri pertambangan. Selama dua kali perang dunia, nitrogilserin mendominasi pembuatan bahan peledak.

Kepada tim penyidik, Usman mengaku berangkat dari Jawa dan tiba di Singapura sekitar pukul sebelas pagi. Sehabis makan siang, dia bersama Harun menuju gedung MacDonald House dan masing-masing menaruh sebuntel bahan peledak di bawah tangga dekat lift menuju lantai satu. Harun kemudian menyetel waktu ledakan. Keduanya meninggalkan gedung itu tujuh menit sebelum bom meledak.

Diinterogasi terpisah, Harun mengaku pergi ke Singapura bersama Usman pada 10 Maret. Sesudah makan siang, mereka masuk ke MacDonald House dan meletakkan dua buntelan bom dekat tangga. Kemudian Usman dan Harun meninggalkan gedung sepuluh lantai itu. mereka naik bus di sebuah simpang dekat halte bus seberang bangunan di tengah kawasan bisnis supersibuk Orchard Road itu.

Dalam pemeriksaan lanjutan, Usman mengaku lebih dulu sebagai anggota Korps Komando Operasi. Dia masuk ke Singapura atas perintah komandannya, Letnan Paulus Subekti, untuk mengacaukan negara mungil itu. Harun menyusul dengan pengakuan serupa. Dia menyusup ke Singapura buat melaksanakan instruksi dari Komando Operasi Tertinggi. Dia diperintah membawa parsel dan menyalakan itu di pembangkit listrik atau bangunan lainnya.

Keduanya gagal kembali ke Indonesia. Tiga hari setelah ledakan, Usman dan Harun ditahan setelah nahkoda kapal penumpang tradisional menemukan mereka sedang terapung di tengah laut sekitar jam delapan pagi. Keduanya sedang berpegangan pada sebuah papan.

Awalnya mereka mengaku tengah memancing dan perahu mereka ditabrak kapal. Usman lantas bersumpah sebagai nelayan dan Harun menyatakan dirinya petani.

Jejak Usman dan Harun di Singapura menjadi sumir lantaran cerita berbeda disampaikan arsip milik kantor Dinas Penerangan Korps Marinir di Kwitang, Jakarta Pusat. Mereka tidak berdua, ada satu lagi rekan bernama Gani bin Aroep. Ketiganya menyusup ke Singapura menggunakan perahu karet dan tiba di negara itu menjelang subuh, 9 Maret 1965.

Saat mencoba kabur kembali ke tanah air, Usman dan Harun berpisah dengan Gani. Usman dan Harun ditangkap di tengah laut karena perahu cepat rampasan dari orang China kehabisan bahan bakar dalam perjalanan balik ke Pulau Sambu.

Namun arsip itu tidak menyebutkan secara rinci bagaimana ketiga orang itu melaksanakan misi mereka. Lucunya lagi, ledakan itu terjadi pada dini hari, berlawanan dengan fakta sebenarnya. Ditambah lagi arsip itu tidak menyebut ledakan itu terjadi tanggal berapa. Hingga kini nasib Gani belum diketahui. Konon dia masih hidup dan menetap di Surabaya,

Jawa Timur.

(mdk/fas)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP