Kontroversi Nyamuk Wolbachia 'Bill Gates', Benarkah Mampu Mengurangi Penyebaran Demam Berdarah?
Efektivitas pemanfaatan teknologi wolbachia untuk menurunkan kejadian demam berdarah juga sudah dibuktikan di 13 negara.
Kementerian Kesehatan sedang menguji penyeberan nyamuk yang mengandung Wolbachia di lima kota di Indonesia.
Kontroversi Nyamuk Wolbachia 'Bill Gates', Benarkah Mampu Mengurangi Penyebaran Demam Berdarah?
Demam berdarah dengue (DBD) menjadi penyakit yang kerap menimbulkan kematian saat penanganan terhadap pasien terlambat. Data Kementerian Kesehatan, dalam lima tahun terakhir, angka kasus kematian terus meningkat. Dampak perubahan iklim seperti fenomena el nino dikhawatirkan akan menyebabkan lonjakan kasus.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi, dalam konferensi pers daring bertajuk Peringatan ASEAN Dengue Day, 12 Juni 2023 mengungkapkan, pada periode Januari-Mei 2023 terdapat 35.694 kasus demam berdarah dengue (DBD) di seluruh Indonesia dengan 270 kematian.
Kasus kematian tertinggi terdapat di provinsi Jawa Tengah, dengan jumlah kematian sebanyak 68 jiwa. Disusul Jawa Barat dan Jawa Timur dengan total kematian masing-masing sebanyak 48 kematian dan 27 kematian.
Jika dibandingkan dengan kasus kematian DBD selama 2022, tercatat sebanyak 1.236 kasus kematian dan 63% kasus kematian terjadi pada anak berusia 0-14 tahun.
Kemenkes mengimbau kepada kepala daerah untuk waspada pada fenomena El Nino 2023 yang berpotensi terjadi peningkatan kasus DBD.
Kasus DBD di Indonesia terjadi di 464 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia, dengan angka kesakitan (incidence rate) 26,04 persen per 100.000 penduduk, dan angka kematian (case fatality rate) 0,7 persen per 100.000 penduduk pada 2023 ini.
Tebar Jentik Nyamuk Wolbachia
Pada 7 November lalu, Menkes Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, Kemenkes telah menebar jentik nyamuk Wolbachia di lima kota endemis dengue di Indonesia sepanjang 2023, guna menurunkan kasus DBD.
Kelima kota itu adalah Semarang, Bontang, Kupang, Jakarta Barat, dan Bandung. Program ini, terinspirasi dengan program yang dilakukan oleh swasta di Yogyakarta. Program sejenis juga diuji di Brasil, Singapura, dan Bangladesh.
Dia menjelaskan program ini merupakan metode baru yang diterapkan di dunia, dengan mengawinkan nyamuk Aedes aegypti dengan nyamuk yang sudah diberikan bakteri Wolbachia, yang dapat menghilangkan kemampuan penularan virus DBD.
"Ini manajemen vektornya agak lucu, kita mesti beternak nyamuk dahulu. Untuk itu, kita bekerja sama dengan UGM yang sudah membuat teknologi untuk beternak nyamuk."
Menkes Budi Gunadi Sadikin
Program pemanfaatan teknologi Wolbachia merupakan salah satu di antara enam strategi penanggulangan dengue yang digalakkan Kemenkes.
Telur nyamuk akan disebar di 101.193 titik, yang terbagi ke dalam 47.251 titik di Semarang, 20.513 titik di Bandung, 18.761 titik di Jakarta Barat, 9.751 titik di Kupang, dan 4.917 titik di Bontang.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, setidaknya 12.649.125 telur nyamuk dibutuhkan per minggu yang berasal dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Salatiga, Jawa Tengah.
Mengapa Disebut Nyamuk Bill Gates?
Nyamuk Wolbachia merupakan sebuah proyek yang dikembangkan langsung oleh World Mosquito Program (WMP), sebuah perusahaan non-profit milik Monash University yang bergerak untuk melindungi komunitas global dari penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, seperti penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), Zika, Chikungunya, dan lain-lain.
Bersama Bill and Melinda Gates Foundation, WMP telah berhasil mengurangi ancaman global penyakit yang ditularkan oleh nyamuk dengan bantuan pendanaan tambahan sebesar AUD 50 juta kepada WMP selama 3 tahun, sehingga total kontribusi mereka mencapai AUD 185 juta sejak tahun 2010.
Karena proyek ini mendapatkan dukungan dan kontribusi dari Bill Gates melalui yayasannya, maka Wolbachia kerap dikenal sebagai nyamuk 'Bill Gates'.
Dilansir dari laman resmi WMP, nyamuk Wolbachia yang diiniasikan oleh WMP sudah mulai beroperasi di 12 negara di Pasifik, Asia, Eropa, serta Amerika dan telah melindungi hampir 11 juta orang. WMP memanfaatkan bakteri alami bernama Wolbachia untuk mengurangi kemampuan nyamuk Aedes Aegeypti menularkan virus ke manusia.
Wolbachia merupakan bakteri alamiah yang umum ditemukan di 50 persen jenis serangga, termasuk kupu-kupu, capung, lebah. Wolbachia sendiri mempunyai kemmapuan dalam menghambat perkembangan virus dengue dan teruji aman bagi manusia, hewan, dan lingkungan karena Wolbachia hanya hidup di dalam sel serangga.
Wolbachia pertama kali ditemukan pada tahun 1920-an dan 30-an oleh ilmuwan asal Amerika, Marshall Hertig dan S. Burt Wolbach.
Setelah melalui penelitian bertahun-tahun, pada tahun 2011 Professor Scott O’Neill, dari World Mosquito Program, memulai penerapan metode Wolbachia dengan uji coba lapangan di Cairns, Australia.
Implementasi Wolbachia di Indonesia
Di Indonesia sendiri, WMP telah dimulai sejak tahun 2014 dengan menciptakan kolaborasi penelitian bersama Universitas Gadjah Mada, tepatnya di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan yang didanai oleh Yayasan Tahija.
Metode Wolbachia pertama kali dilakukan di Yogyakarta, khususnya di Sleman dan Bantul pada tahun 2017-2020. Uji coba terkontrol acak pertama dari metode Wolbachia tersebut telah dilakukan selama 3 tahun dan selesai pada tahun 2020. Hasil dari program tersebut telah menunjukkan penurunan kasus DBD sebesar 77% di daerah yang disebarkan dengan Wolbachia dibandingkan dengan daerah yang tidak disebarkan.
Di sisi lain, 86 persen pasien rawat inap juga ikut menurun akibat penurunan DBD yang signifikan di wilayah yang disebari nyamuk Wolbachia.
Di tahun 2023, WMP mulai bekerja di Denpasar dan Buleleng, Bali. WMP Bali bekerja sama dengan Save the Children Indonesia, Yayasan Kerti Praja, dan Pemerintah Bali, dengan dukungan dari Pemerintah Australia dan Gillespie Family Foundation demi mewujudkan Bali "Bebas Demam Berdarah Dengue" dengan menggunakan metode Wolbachia.
Tidak hanya di Bali, Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1341 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan pilot project Penanggulangan Dengue, Wolbachia nantinya juga akan diuji coba di lima kota, yaitu Semarang, Jakarta Barat, Bandung, Kupang, dan Bontang.
Cara Kerja Wolbachia Melindungi Penularan Dengue
Wolbachia dapat melindungi masyarakat dari penyakit yang dibawa oleh nyamuk tanpa menimbulkan risiko terhadap ekosistem alam. Caranya adalah dengan mengenalkan Wolbachia ke dalam populasi nyamuk liar. Tujuannya untuk meningkatkan jumlah nyamuk ber-Wolbachia dan mengurangi kemampuannya dalam menularkan penyakit.
Peneliti Universitas Gadjah Mada Prof. dr. Adi Utarini MSc, MPH, PhD, menjelaskan, Wolbachia berperan dalam memblok replikasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk. Akibatnya nyamuk yang mengandung wolbachia, tidak mampu lagi untuk menularkan virus dengue ketika nyamuk tersebut menghisap darah orang yang terinfeksi virus dengue.
Mengingat bahwa wolbachia terdapat dalam telur nyamuk, maka bakteri ini akan diturunkan dari satu generasi nyamuk ke generasi berikutnya. Akibatnya, dampak perlindungan wolbachia terhadap penularan dengue bersifat berkelanjutan (sustainable).
Wolbachia ini dapat melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk aedes aegypti, sehingga virus dengue tidak akan menular ke dalam tubuh manusia.
Jika aedes aegypti jantan berwolbachia kawin dengan aedes aegypti betina maka virus dengue pada nyamuk betina akan terblok. Selain itu, jika yang berwolbachia itu nyamuk betina kawin dengan nyamuk jantan yang tidak berwolbachia maka seluruh telurnya akan mengandung wolbachia.
Perbedaan nyamuk tanpa Wolbachia adalah Ketika nyamuk menggigit orang dengan virus dengue, lalu nyamuk yang sama menggigit orang lain, hasilnya orang tersebut juga akan terinfeksi virus dengue
Sedangkan nyamuk yang mengandung Wolbachia ketika menggigit orang dengan virus dengue, lalu nyamuk ber-Wolbachia yang sama menggigit orang lain, hasilnya orang tersebut tidak akan terinfeksi virus DBD.
Metode Wolbachia bekerja terhadap virus dengue dengan menekan dan menghambat perkembangan virus dengue yang ada di dalam nyamuk Aedes Aegypti.
Kendati demikian, keberadaan inovasi teknologi Wolbachia tidak serta merta menghilangkan metode pencegahan dan pengendalian dengue yang telah ada di Indonesia. Masyarakat tetap diminta untuk melakukan gerakan 3M Plus seperti Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang serta tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Efektivitas pemanfaatan teknologi wolbachia untuk menurunkan kejadian demam berdarah juga sudah dibuktikan di 13 negara lain, yaitu di Australia, Brazil, Colombia, El Salvador, Sri Lanka, Honduras, Laos, Vietnam, Kiribati, Fiji, Vanuatu, New Caledonia, dan Meksiko, lanjutnya.
Di Singapura teknologi Wolbachia diterapkan dengan menggunakan metode suppression atau penurunan jumlah populasi nyamuk. Strategi ini diimplementasikan dengan melepaskan nyamuk jantan saja. Perkawinan nyamuk jantan dengan nyamuk betina di populasi alami akan menghasilkan telur yang tidak dapat menetas.