Melawan Ahok dengan akal sehat
Merdeka.com - Ahok memang sulit ditandingi oleh calon-calon lain dalam perebutan suara Pilkada ibu kota nanti. Itulah yang terbaca dari survei elektabilitas yang dilakukan oleh beberapa lembaga survei enam bulan belakangan ini. Kuatnya Ahok juga tercermin dari perbincangan di media sosial dan pilihan berita media konvensional.
Kenyataan ini membuat beberapa tokoh PDIP tidak kuasa menahan amarah ketika laki-laki bernama lengkap Basuki Tjahaja Purnama itu mengambil jalur independen atau perseorangan (dalam bahasa undang-undang) dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
Menurut Ketua DPRD DKI Jakarta yang juga Sekretaris DPD PDIP DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, apa yang dilakukan Ahok merupakan deparpolisasi, atau pengurangan peran partai. "Deparpolisasi merugikan parpol. Bukan hanya PDIP yang akan terkena imbasnya, semua Parpol juga bisa tergerus deparpolisasi," kata Prasetyo Edi.
-
Kenapa PDI Perjuangan masih meninjau Anies dan Ahok untuk pilkada? 'Nama-nama akan tersaring sesuai dengan usulan dari daerah-daerah. Mohon maaf, belum bisa kami sebut karena masih melakukan proses pencermatan,' kata Hasto di Posko Pemenangan, Jakarta, Senin (6/5) malam.
-
Siapa yang diusung PDIP? Tri Rismaharini dengan Zahrul Azhar Asumta atau Gus Hans yang diusung PDIP.
-
Mengapa PDIP siap menjadi oposisi? Sebab, dia menyebut PDIP sudah terbiasa bertahan dalam berbagai iklim dan dinamika politik Tanah Air.
-
Apa yang sedang dipertimbangkan oleh PDIP untuk Pilgub DKI 2024? 'Nama-nama akan tersaring sesuai dengan usulan dari daerah-daerah. Mohon maaf, belum bisa kami sebut karena masih melakukan proses pencermatan,' kata Hasto di Posko Pemenangan, Jakarta, Senin (6/5) malam.
-
Apa yang dilakukan PDIP untuk Pilgub Jatim? 'Jadi, kepala daerah incumbent misalnya itu muncul beberapa nama. Kalau dari kalangan menteri misalnya, ada Ibu Risma (Tri Rismaharini), ada Pak Abdullah Azwar Anas, ada Pak Pramono Anung. Pak Pramono ini laris manis, nih. Ada yang mengusulkan di Jakarta, ada yang mengusulkan di Jawa Timur,' ucap Hasto.
Bisa dipahami jika kader PDIP DKI Jakarta marah besar. Mereka merasa dikhianati. Pasangan Jokowi-Ahok diajukan oleh PDIP dan Partai Gerindra dalam Pilkada DKI Jakarta 2012. Laki-laki kelahiran Belitung itu jadi gubernur menggantikan Jokowi yang dilantik menjadi presiden. Ahok juga yang minta kader PDIP Djarot Syaiful Hidayat untuk menjadi wakilnya. Padahal saat itu PDIP DKI Jakarta punya calon lain.
Tetapi kemarahan kader PDIP DKI Jakarta tersebut menjadi blunder. Maksud hati membela partai dan ketua umumnya (mengingat selama ini Megawati selalu menunjukkan keakrabannya dengan Ahok), yang terjadi justru sebaliknya. Komentar-komentar itu tidak hanya menunjukkan ketidakdewasaan PDIP DKI Jakarta, tetapi juga kepanikannya dalam menghadapi Pilkada.
Karena itu, DPP PDIP pun mengirim instruksi agar para kader tidak sembarangan berbicara di media atas putusan Ahok memilih jalur perseorangan. Instruksi itu jelas ditaati. Tetapi kepanikan PDIP DKI Jakarta sudah telanjur diketahui, meskipun PDIP menegaskan bahwa pernyataan Prasetyo itu adalah penilaian pribadi.
DPP PDIP sadar betul, kemarahan kader PDIP DKI Jakarta atas pilihan Ahok bisa berdampak terhadap citra dan kinerja partai. Makanya, ketika beberapa partai mengusulkan untuk memperberat persyaratan calon perseorangan, Tjahjo Kumolo langsung menolak. Memang Tjahjo berbicara dalam kapasitas sebagai Menteri Dalam Negeri. Tetapi pernyataan ini juga mencerminkan sikap DPP PDIP yang lebih hati-hati.
PDIP memang tidak perlu panik menghadapi manuver Ahok. Marah karena merasa dikhianati boleh saja, tetapi pengungkapannya ke publik harus cerdas. Ada beberapa hal yang mestinya membuat kader-kader PDIP bisa bersikap rasional.
Pertama, hari H Pilkada akan jatuh pada Februari 2017. Ini berarti masih ada waktu sebelas bulan untuk melakukan banyak hal dalam mengubah peta persaingan. Bandingkan dengan waktu mepet Jokowi-Ahok yang maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2012 lalu. Harus diingat, saat itu Jokowi-Ahok sesungguhnya juga bukan siapa-siapa jika dibandingkan dengan petahana Fauzi Wibowo.
Kedua, jika belajar dari sejarah Pemilu di DKI Jakarta, hasilnya selalu berbeda-beda. Tidak pernah pemenang Pemilu sebelumnya bertahan. Dalam pemilu legislatif tercatat: PDIP menang Pemilu 1999, lalu Pemilu 2004 PKS meraih suara terbanyak, pada Pemilu 2009 pemenangnya adalah Partai Demokrat, dan pada Pemilu 2014 PDIP berjaya.
Memang kecenderungan pemenang berbeda dalam setiap Pemilu itu belum terlihat dalam Pilkada karena Pilkada baru berlangsung dua kali. Namun dari yang dua kali itu menunjukkan petahana yang dianggap kuat (Fauzi Bowo) ternyata kalah juga.
Ketiga, yang harus diingat kemenangan Jokowi-Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 lebih karena Jokowinya. Saat itu Ahok diajukan Partai Gerindra dengan pertimbangan untuk membalik persepsi masyarakat yang menganggap Prabowo anti-China. Rupanya dalam perjalanan Ahok juga berpisah dengan Partai Gerindra dan Prabowo.
Jika saat ini Ahok dicintai warga Jakarta tentu karena kinerjanya dalam memimpin. Ada sifat-sifat pemimpin yang dirindukan masyarakat terdapat dalam dirinya: tegas bersikap, cepat bertindak. Soal kata-kata kasar dan kepongahannya, itu dianggap sebagai bagian dari cara memimpin Jakarta yang ruwet oleh berbagai macam mafia.
Jadi, jika PDIP sendiri atau bersama partai lain hendak menandingi Ahok dalam Pilkada nanti, sesungguhnya masih banyak hal yang bisa dimainkan. Memainkan isu Sara jelas tidak akan mengubah keadaan. Demikian juga berharap Ahok jadi tersangka dalam kasus RS Sumber Waras.
Menampilkan tokoh yang punya rekam jejak pemerintahan yang kira-kira sama adalah pilihan paling jitu untuk mengalahkan Ahok. Tapi orang macam ini langka. Wali Kota Surabaya Risma adalah pilihan satu-satunya. Namun Risma ingin bertahan di Surabaya. Bagi PDIP lebih baik Risma diajukan sebagai calon gubernur Jawa Timur.
Jika mencari rekam jejak pemerintahan tidak ketemu, harus lah dicari orang bersih sehingga bisa bersikap tegas dan keras, yang itu hanya dimiliki oleh orang yang tidak berutang budi kepada siapa pun. Ditopang dengan pengetahuan luas tentang problema Jakarta dan visi jelas tentang masa depan ibu kota, maka orang yang tutur katanya terukur tapi tidak ngeles sana sini, pasti bisa menarik hati pemilih Jakarta. (mdk/did)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketua DPP PDIP Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyatakan siap maju Pilkada
Baca SelengkapnyaNamun dari hasil temuan di lapangan dan menyikapi aspirasi warga, Hasto klaim banyak yang kehilangan Ahok.
Baca SelengkapnyaAhok menyerahkan keputusan pencalonan Pilkada Jakarta kepada Tim Desk Pilkada DPP PDIP, Sekjen PDIP dan nantinya akan diputuskan oleh Megawati Soekarnoputri
Baca SelengkapnyaAhok kini tengah fokus memberikan pendidikan bagi kader-kader PDIP terkait perekonomian.
Baca SelengkapnyaMenurut Bobby, seluruh partai berhak mencalonkan nama-nama di Pilkada Sumut 2024.
Baca SelengkapnyaAhok menanggapi pertanyaan adanya kemungkinan koalisi antara paslon 03 dengan paslon 01 jika ada putaran kedua
Baca SelengkapnyaSekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengakui, meski pernah bertanding dengan Anies, namun kini dia justru kerap berdiskusi dengan mantan Mendikbud tersebut.
Baca SelengkapnyaKeduanya pernah menjadi gubernur. Akankan berpotensi menang jika keduanya berduet?
Baca SelengkapnyaKetua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat menantang Partai Keadilan Sejahtera untuk mengusung Ahok.
Baca SelengkapnyaMengumpulkan dukungan untuk maju sebagai calon independen bukan merupakan perkara mudah.
Baca SelengkapnyaAhok bicara keras soal dukungannya di Pilpres 2024
Baca SelengkapnyaPDIP masih belum mengambil keputusan perihal dukungan calon gubernur pada Pilkada Jakarta 2024.
Baca Selengkapnya