Sengketa wilayah (1): 600 kasus PR Kemendagri
Merdeka.com - Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai presiden dan wakil presiden pertama. Setelah itu, dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara saat itu.
Pada awal kemerdekaan, Presiden Soekarno dengan persetujuan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) membagi wilayah Indonesia menjadi 8 provinsi. Seiring berjalannya waktu, Indonesia kemudian dibagi menjadi 27 provinsi di era Soeharto.
Namun sejak Indonesia merdeka, tidak kurang 900 kasus sengketa perbatasan terjadi. Sengketa perebutan wilayah itu terjadi mulai antara tingkat provinsi hingga yang paling kecil tingkat kecamatan. Hingga awal 2012 ini, masih tersisa 600 kasus rebutan wilayah yang mesti diselesaikan kementeriannya.
-
Dimana keributan terjadi? Seorang anggota TNI Koramil 01/Purwodadi mengalami nasib yang kurang baik saat bertugas mengamankan acara hiburan solo organ di Dusun Tanjungan, Desa Ngembak, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan Jawa Tengah.
-
Di mana kesenjangan terjadi? Masalah kesenjangan ini tidak hanya terjadi dalam aspek sosial masyarakat, tetapi juga berbagai aspek lainnya. Mulai dari kesenjangan ekonomi, pendidikan, kesehatan, hingga kesenjangan digital.
-
Bagaimana Google menunjukkan wilayah yang disengketakan? Google juga juga mengatakan bahwa perusahaan itu berkomitmen untuk secara obyektif menampilkan wilayah yang disengketakan pada petanya, yang dilakukan dengan melihat data dari otoritas kartografi internasional. Wilayah perbatasan yang masih disengketakan ditandai Google dengan garis putus-putus berwarna abu-abu.
-
Apa itu Sengketa Pemilu? Sengketa Pemilu adalah konsekuensi yang mungkin terjadi dalam sistem penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Walaupun sistem sudah dirancang sebaik mungkin, kemungkinan pelanggaran yang bisa mencederai kualitas Pemilu masih bisa terjadi.
-
Bagaimana konflik vertikal di masyarakat bisa terjadi? Konflik vertikal di masyarakat mencerminkan dinamika kekuasaan dan ketidaksetaraan yang melekat dalam struktur sosial.
-
Kenapa konflik terjadi? Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
"Ini pekerjaan rumah yang berat buat kami. Tapi kami bertekad untuk bisa mengatasinya," terang Kapuspen Kementerian Dalam Negeri (kemendagri) Reydonnyzar Moenek.
Menurutnya, sengketa rebutan wilayah memang tidak bisa dihindari di negara kepulauan seperti Indonesia. Hal ini dikarenakan awal pembagian wilayah, baik provinsi, kabupaten, kecamatan hingga desa hanya didasarkan pada batas bentang alam. "Dulu kan batasnya hanya gunung, sungai, laut. Nah lalu gunung itu sebagai pembatas itu milik siapa tidak jelas, termasuk pulau-pulau," terangnya.
Reydonnizar, yakin persoalan rebutan wilayah bisa diselesaikan meski memerlukan waktu lama. Hal ini dikarenakan, dalam UU No 32 Tahun 2004 tantang Otonomi Daerah sudah diatur mengenai penyelesaian sengketa.
Dalam Pasal 198 UU Otda dijelaskan, (1) Apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar kabupaten/kota dalam satu provinsi, Gubernur menyelesaikan perselisihan dimaksud. (2) Apabila terjadi perselisihan antarprovinsi, antara provinsi dan kabupaten/kota di wilayahnya, serta antara provinsi dan kabupaten/kota di luar wilayahnya, Menteri Dalam Negeri menyelesaikan perselisihan dimaksud. (3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat final.
"Artinya Gubernur bisa memutus rebutan wilayah antarkabupaten di wilayahnya. Kalau sengketanya antarprovinsi, Mendagri bisa memutusnya," terangnya.
Saat ini sengketa batas wilayah sedang diurai satu persatu. Mendagri bisa memutus perselisihan, batas wilayah dengan dasar pertimbangan yuridis, historis, geografis, administrasi, dan sosiologis. "Tentu kita tidak bisa menjanjikan kapan masalah ini akan bisa selesai semua, tetapi yang jelas itu PR bagi kami dan akan kami tuntaskan semua," imbuhnya. (mdk/tts)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pelaksanaan Pilkada secara serentak nanti memiliki kerawanan yang lebih besar dibandingkan Pilpres maupun Pileg.
Baca SelengkapnyaBawaslu DKI telah memetakan tiga kategori kerawanan yang terjadi di Pilgub DKI Jakarta yaitu tinggi, sedang, dan rendah.
Baca SelengkapnyaAngka tersebut merupakan proyeksi jika berkaca dari sengketa hasil pilkada sebelumnya.
Baca SelengkapnyaAdapun Pilkada Serentak 2024 akan digelar di 545 kabupaten/kota pada total 37 Provinsi di Indonesia.
Baca SelengkapnyaHampir seluruh konflik tanah yang terjadi di Indonesia bermuara pada persoalan 6,4 juta hektare lahan itu.
Baca SelengkapnyaDewan Ketahanan Nasional (Wantannas) mengungkap potensi kerawanan konflik di daerah yang menggelar Pilkada serentak 2024.
Baca SelengkapnyaData Perludem ada 21 PHPU di Papua Tengah yang didaftarkan ke MK
Baca SelengkapnyaIndonesia Corruption Watch (ICW) memaparkan korupsi terbanyak pada 2023 ditemukan di sektor desa.
Baca SelengkapnyaKepala desa biasanya memiliki hubungan dengan petahana sehingga dapat mendobrak atau mengurangi suara politisi tersebut.
Baca SelengkapnyaKemudian disusul Kalimantan Timur (Kaltim), Jawa Timur (Jatim), Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Sulawesi Tengah (Sulteng).
Baca SelengkapnyaBima Arya menyebutkan aduan tersebut paling banyak dari Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca SelengkapnyaMahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana 297 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Legislatif 2024 hari ini, Senin (29/4).
Baca Selengkapnya