Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Tiktak politik revisi UU KPK dan RUU Pengampunan Pajak

Tiktak politik revisi UU KPK dan RUU Pengampunan Pajak Demo tolak revisi UU KPK. ©2016 merdeka.com/muhammad luthfi rahman

Merdeka.com - Setelah pemerintah dan pimpinan DPR menunda rencana revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), bagaimana nasib Rancangan Undang-undang Pengampunan Pajak (RUU PP)? Ini pertanyaan besar di jagat politik nasional, karena kedua RUU tersebut merupakan hasil trade off alias dagang sapi.

Kisahnya, pertengahan tahun lalu, semua fraksi di DPR sepakat merevisi UU KPK. Macam-macam alasan disampaikan, mulai dari yang bisa dipahami sampai yang tidak bisa dicerna akal sehat. Di sisi lain, pemerintah mulai melontarkan gagasan RUU PP, dengan dalih daripada uang lari ke mana-mana lebih baik masuk kas negara yang lagi defesit.

Rencana DPR tersebut ditentang oleh masyarakat. Tidak hanya disuarakan secara keras oleh organisasi-organisasi masyarakat sipil, tetapi juga kalangan akademisi dan tokoh-tokoh senior. Tetapi DPR tak peduli. Menggerogoti atau melemahkan KPK dalam memberantas korupsi memang sudah menjadi misi politisi DPR dari waktu ke waktu.

Bagi pemerintah, lebih baik mengampuni mereka yang tidak taat pajak dengan sejumlah kompensasi, daripada mengejar mereka saat mana hukum dan petugas terbatas. Namun bagi sebagian kalangan, pengampunan pajak tidak hanya menciptakan ketidakadilan bagi yang taat pajak, tetapi juga belum tentu mendapatkan kompensasi yang diharapkan. Karena itu mereka menentang recana kebijakan jalan pintas ini.

Suara kaum penentang inilah yang dikencangkan oleh politisi Senayan. Dengan berbagai dalih, anggota DPR dari berbagai fraksi menentang keras rencana pemerintah. Namun sesungguhnya DPR tidak benar-benar menyalurkan aspirasi mereka yang menentang rencana kebijakan pengampunan pajak. Isu itu hanya dipakai DPR untuk menggolkan rencana merevisi UU KPK, karena Presiden Jokowi enggan melakukannya.

Maka terjadilah dagang sapi. Pemerintah menyetujui rencana DPR untuk merevisi UU KPK, sementara DPR menyetujui untuk membuat UU PP. Klop. Suara masyarakat yang menentang UU PK dan menentang revisi UU KPK, dianggap angin lalu. “Ini kesepakatan antara DPR dan pemerintah yang harus dihormati,” kata kubu pemerintah maupun kubu DPR membenarkan politik dagang sapi itu, awal tahun ini.

Seiring berjalannya waktu, situasi berubah. Berbeda dengan rencana DPR merevisi UU KPK yang terus mendapat tantangan dari masyarakat luas, rencana pengampunan pajak mulai bisa diterima masyarakat. Setidaknya ini terlihat dari terus melemahnya suara penentangan baik yang tercermin di media konvensional maupun media sosial. Karenanya pemerintah percaya diri mengajukan RUU PP ke DPR.

Nah, kini setelah DPR dan Presiden sepakat untuk menunda revisi UU KPK, bagaimana nasib RUU PP yang sudah diserahkan pemerintah ke DPR?

Bagi Partai Gerindara jawabnya jelas: karena revisi UU KPK dan RUU PP satu paket kesepakatan, maka pembatalan salah satu, juga berarti pembatalan semuanya. Sikap ini boleh dibilang mencerminkan konsistensi Partai Gerindra sebagai partai oposisi, meskipun pada awalnya mereka juga setuju dengan revisi UU KPK.

Sikap Partai Gerindra diikuti Partai Golkar. PKS dan PAN, yang sedang membaik-baiki pemerintah, mengaku sedang menimbang-nimbang. Tapi yang menarik sikap PDIP: minta RUU PP ditunda, sama dengan revisi UU KPK. Jadi, Partai Gerindra dan Partai Golkar yang beroposisi sama sikapnya dengan PDIP yang kadernya jadi presdien.

Sikap PDIP yang menentang pemerintah, sesungguhnya bukan hal baru. Tentu saja ini menyulitkan pemerintah, karena Jokowi-JK tidak tahu apa yang harus dilakukan (karena PDIP sudah memiliki segalanya) kecuali meyakinkan Ketua Umum PDIP.

Ini berbeda dalam menghadapi Partai Golkar, dan partai-partai lainnya. Pemerintah bisa menawarkan “sesuatu” untuk mengubah haluan partai, meskipun hal ini belum manjur buat Partai Gerindra. Namun jika yang menentang hanya satu partai, maka meloloskan RUU PP tidak akan banyak kontroversi.

Nah, jika melihat tiktak politik seperti itu, tampak bagi para politisi, politik hanya permainan: kamu dapat apa, saya dapat apa. Inilah pengertian politik paling rendah. Bagi orang-orang Senayan, politik bukan sebagai arena untuk memperjuangkan kepentingan massa pengikut, apalagi sebagai wahana untuk merumuskan kebijakan negara. Karena itu tidak usah berharap akan datang negarawan dari sana. (mdk/war)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Blak-Blakan Abraham Samad Soal Sistem KPK Diobrak-abrik Pimpinan
Blak-Blakan Abraham Samad Soal Sistem KPK Diobrak-abrik Pimpinan

Sistem yang ada di sana (KPK) diobrak-abrik oleh pimpinan KPK makanya saya menganggap hebat ini karena dia bisa mengubah sistem.

Baca Selengkapnya
Reaksi Keras Akademisi hingga Aktivis Usai MK Kabulkan Syarat Cawapres Pengalaman Kepala Daerah
Reaksi Keras Akademisi hingga Aktivis Usai MK Kabulkan Syarat Cawapres Pengalaman Kepala Daerah

Namun, dalam dalil penambahan syarat capres cawapres minimal punya pengalaman kepala daerah, dikabulkan oleh MK.

Baca Selengkapnya
DPR dan Menkumham Kompak Bantah Anulir Putusan MK: Ketika Ada Hukum Baru, Hukum Lama Tak Berlaku
DPR dan Menkumham Kompak Bantah Anulir Putusan MK: Ketika Ada Hukum Baru, Hukum Lama Tak Berlaku

Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi mengklaim DPR dan pemerintah justru telah mengadopsi sebagian putusan MK

Baca Selengkapnya
Perbaiki IPK Indonesia, Tom Lembong Sebut AMIN Bakal Kembalikan Independen KPK
Perbaiki IPK Indonesia, Tom Lembong Sebut AMIN Bakal Kembalikan Independen KPK

“Sehingga kita kembali ke Undang- undang 2002. Dengan konsekuensinya KPK kembali ke lembaga independen," kata Tom Lembong

Baca Selengkapnya
Harapan KPK ke Presiden Terpilih, Segera Sahkan RUU Perampasan Aset
Harapan KPK ke Presiden Terpilih, Segera Sahkan RUU Perampasan Aset

Kepada presiden terpilih KPK berharap RUU Perampasan Asen disahkan

Baca Selengkapnya
Revisi UU Pilkada Bentuk Korupsi Kebijakan, ICW Minta Pembahasan Dihentikan
Revisi UU Pilkada Bentuk Korupsi Kebijakan, ICW Minta Pembahasan Dihentikan

Revisi UU Pilkada dinilai menguntungkan individu atau kelompok tertentu sehingga dianggap merupakan bentuk korupsi kebijakan.

Baca Selengkapnya
Komisi II DPR Nilai Perlu Revisi UU Pemilu Terkait Cuti Kampanye Pejabat Negara
Komisi II DPR Nilai Perlu Revisi UU Pemilu Terkait Cuti Kampanye Pejabat Negara

Komisi II DPR mengatakan, secara teknis harus dipertegas ulang jadwal cuti khusus untuk para pejabat saat ingin kampanye politik.

Baca Selengkapnya
Mahfud MD Duga Motif Revisi UU Kementerian, Polri hingga TNI Dikebut untuk Bagi-Bagi Kekuasaan
Mahfud MD Duga Motif Revisi UU Kementerian, Polri hingga TNI Dikebut untuk Bagi-Bagi Kekuasaan

Mahfud MD Duga Motif Revisi UU Kementerian, Polri hingga TNI Dikebut untuk Bagi-Bagi Kekuasaan

Baca Selengkapnya
Akui Revisi UU Lemahkan KPK, Mahfud Md: Saya Tidak Ikut Prosesnya
Akui Revisi UU Lemahkan KPK, Mahfud Md: Saya Tidak Ikut Prosesnya

Menko Polhukam Mahfud Md mengakui Revisi UU KPK melemahkan lembaga antirasuah. Namun, dia menegaskan tidak ikut dalam proses pembuatan regulasi itu.

Baca Selengkapnya
Mahfud Nilai Cara Berpolitik di Indonesia Kurang Bagus: Setiap Pemilu Bagi-Bagi Jabatan
Mahfud Nilai Cara Berpolitik di Indonesia Kurang Bagus: Setiap Pemilu Bagi-Bagi Jabatan

Menurut Mahfud, Indonesia sudah terlalu banyak menteri di dalam suatu pemerintahan.

Baca Selengkapnya
Ini Dampak Buruk Pembangkangan DPR Terhadap Putusan MK soal UU Pilkada
Ini Dampak Buruk Pembangkangan DPR Terhadap Putusan MK soal UU Pilkada

Dampak buruk yang bisa terjadi jika Baleg DPR RI menganulir putusan MK soal UU Pilkada, massa bisa turun ke jalan.

Baca Selengkapnya
PDIP Wanti-Wanti Revisi UU Kementerian Negara Jangan Cuma Bagi-Bagi Kue Parpol Menangkan Prabowo-Gibran
PDIP Wanti-Wanti Revisi UU Kementerian Negara Jangan Cuma Bagi-Bagi Kue Parpol Menangkan Prabowo-Gibran

PDIP menilai dengan bertambahnya jumlah kementerian artinya menambah jumlah anggaran atau tidak efisien.

Baca Selengkapnya