Profil
Laode Muhammad Syarief
Pria ini lahir di Desa Lemoambo, Kabupaten Muna, di Provinsi Sulawesi Tenggara pada hari Rabu, 16 Juni 1965. Dia menghabiskan masa kecilnya di daerah yang cukup terpencil tersebut.
Dia sempat bercerita saat menjadi pembicara pada acara Anti Corruption Teacher Supercamp, di Nusa Dua, Bali, tahun 2016 lalu. Saat itu, tidak banyak informasi yang bisa dia peroleh. Kecuali dari transmisi radio yang menghadirkan siaran-siaran mengenai hal-hal yang menjadi favoritnya, yakni olahraga bulu tangkis dan tinju.
Karenanya dia tidak pernah bermimpi untuk bisa menduduki posisinya sekarang. Laode hanya ingat bahwa dia pernah bercita-cita seperti pamannya yang seorang camat. Alasannya pun sederhana, dia kagum dengan fasilitas kendaraan (VW Safari) yang diperoleh kepala kecamatan oleh pemerintah orde baru. Pria berzodiak cancer ini hanya ingin merasakan kemewahan fasilitas camat pada masa itu.
Namun seiring berjalannya waktu, cita-cita masa kecil itu hilang dengan sendirinya. Semakin lama, Laode menumbuhkan ketertarikan pada lingkungan. Memang, sejak kecil putra dari La Ode Hasidu dan Wa Ode Esi ini mengaku merasa terganggu dengan kondisi kebakaran hutan yang terjadi di wilayahnya.
Karenanya, usai menamatkan pendidikan dasar dan menengah di Muna, Laode berangkat ke Makassar untuk menempuh kuliah di Universitas Hasanuddin. Dia mengambil Jurusan Hukum Internasional di Fakultas Hukum, dengan tugas akhirnya yang berjudul Penanggulangan Pencemaran Udara Melalui Pendekatan Hukum Internasional.
Pendidikannya dilanjutkan di Australia, tepatnya di Queensland University of Technology, Brisbane. Di mana dia menempuh gelar master pada Program Studi Hukum Lingkungan. Kemudian pria yang hobi membaca Majalah Panji Masyarakat ini meneruskan kuliah S3- University of Sydney. Lagi-lagi mengambil program studi mengenai hukum lingkungan. Di sini Laode juga sempat bekerja sebagai pengajar mata kuliah Perbandingan Hukum Lingkungan dan Hukum Lingkungan Internasional bagi mahasiswa yang menempuh program master. Selain itu dia juga menjadi bagian dari Australian Centre for Climate and Environmental Law (ACCEL), yaitu pusat hukum iklim dan lingkungan Australia.
Sepulang dari Australia, dia kembali ke Universitas Hasanuddin untuk bekerja sebagai dosen Fakultas Hukum. Aktivitasnya semakin padat, karena Laode juga aktif di berbagai organisasi hukum dan antikorupsi, seperti USAID dan IUCN. Di balik layar, Laode menjadi salah satu perumus kurikulum dan mentor dari Kode Etik Hakim dan Pelatihan Hukum Lingkungan Hidup di Mahkamah Agung.
Kiprahnya dalam mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia berbuah mandat yang cukup besar. Laode berhasil lolos seleksi pemilihan calon pimpinan KPK periode 2015-2019. Kini, Laode menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi bersama 3 orang lainnya. Yakni, Saut Situmorang, Basaria Panjaitan, dan Alexander Marwata.
Riset dan analisis oleh Ovan Zaihnudin