Agar para mantan teroris setia pada NKRI
Merdeka.com - Kejahatan teroris jelas meninggalkan luka mendalam. Tak hanya dari keluarga korban, mereka yang menyaksikan ikut merasakan ketakutan dan trauma yang luar biasa. Banyak pelaku kejahatan teror sudah dihukum. Meskipun dalam perjalanan beberapa waktu terakhir masih ada yang terus diburu.
Selama proses hukuman mereka berjalan, pemerintah terus berupaya melakukan deradikalisasi. Langkah tersebut sebagai upaya menyadarkan para teroris untuk kembali ke NKRI dan meninggalkan langkah-langkah yang selama ini terlanjur mereka yakini namun menyimpang. Bahkan membiarkan banyak nyawa melayang.
Kemarin, untuk pertama kalinya, 124 mantan terpidana terorisme dengan 51 orang korbannya dipertemukan. Pertemuan ini digagas Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
-
Siapa yang terkena dampak terorisme di Indonesia? Di Indonesia, aksi terorisme telah menyebabkan banyak kerugian dan korban. Mereka menjadi korban terorisme mengalami disabilitas seumur hidupnya, bahkan tak sedikit juga yang harus meregang nyawa.
-
Siapa yang mengalami trauma berat? Dua anak Aiptu FN mengalami trauma berat dan harus mendapat pendampingan karena selalu teringat peristiwa perampasan mobil ayahnya oleh 12 debt collector.
-
Apa yang dialami korban? 'Dia alami luka cukup serius. Setelah kejadian, korban kemudian dilarikan ke RSUD Dekai, guna mendapatkan penanganan medis,' kata Kapolres Yahukimo AKBP Heru Hidayanto.
-
Siapa yang terlibat dalam kekerasan jangka panjang? Cedera akibat mata panah juga sangat terkait dengan kerangka laki-laki, menunjukkan kaum pria lebih sering terlibat dalam kekerasan jangka panjang dibandingkan perempuan.
-
Apa yang dilakukan pelaku terhadap korban? Pelaku mengancam akan memviralkan video-video asusila tersebut, jika korban tidak mau diajak berhubungan badan.
Tujuan dari pertemuan ini, supaya pra mantan teroris bisa menyampaikan pesan damai agar tak kembali terjadi teror. Sementara dari pihak korban, dia ingin menyampaikan cukup mereka jadi korban.
"Dalam forum ini, adalah untuk melihat suatu pesan damai yang dari sisi penyintas tentu akan menyampaikan bahwa 'cukup kami saja jangan ada lagi korban' karena korban dari teror itu teman-teman keluarga," ujar Kepala BNPT, Suhardi Alius, di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (28/2).
"Di lain pihak kita hadirkan mantan teroris yang sudah sadar yang ada di bawah binaan BNPT juga dan mereka menjadi duta-duta BNPT untuk menyampaikan pesan anti radikal di kalangan yang potensial," sambung dia.
Dalam pertemuan ini, suasana begitu khidmat. Salah satu mantan teroris, Ali Fauzi, sempat mengutarakan apa yang menjadi keinginan mereka pada pemerintah yang turut hadir.
Ali menceritakan mengaku banyak orang sepertinya ingin bisa kembali ke masyarakat. Salah satu keinginannya adalah bersekolah. Sebab, setelah keluar dari penjara, masyarakat memandangnya rendah.
"Saya bisa kemarin jadi ulat ada proses metamorfosis saya dianggap kemudian mampu jadi kepompong, jadi kupu-kupu dan anak kita semua tak takut sama kupu-kupu karenanya harapan saya daur ulang ini terus dilakukan terus diulang," ujarnya di hadapan para menteri yang hadir.
Dia juga meminta kepada Menteri Ketenagakerjaan Hanafi Dhakiri agar diberikan pelatihan untuk para mantan narapidana, terutama yang berada di Yayasan Lingkar Perdamaian, Lamongan. Menurutnya, para mantan teroris itu tak butuh uang tunai, tetapi mereka ingin mendapatkan kemampuan agar bisa kembali ke masyarakat.
Pernyataan serupa juga disampaikan Syaiful Amir. Napiter asal Pare-Pare, Sulawesi Selatan ini meminta beasiswa kepada Menristek Dikti M Nasir agar diberikan kesempatan untuk kuliah. Sebab banyak dari para mantan napi ingin mengenyam pendidikan.
Atas pengakuan kesalahan dari mereka, korban maupun keluarga korban juga membuka diri. Korban bom JW Marriott, Agus Swarsih (40), mengaku masih sedikit trauma saat dipertemukan dengan pelaku. Ingatan kejadian ketika ledakan terjadi sedikit terbuka. Namun, bukan kesal dan dendam, dia hanya bisa terharu.
"Kayak tadi pas baca doa dan mantan pelaku minta maaf ya terenyuh saya, terharu juga," ucapnya kepada wartawan.
Dia pun mantap untuk melakukan rekonsiliasi terhadap ingatan itu sepenuhnya. Sebagai manusia, dia menerima permintaan maafnya itu dengan sepenuh hati.
"Mau tidak mau apapun itu saya manusia dia manusia, Saya memaafkan. Tuhan aja maha pemaaf saya juga harus maafkan," imbuhnya.
Upaya pemerintah melakukan rekonsiliasi antara mantan teroris dan para korban dinilai cukup baik oleh pengamat teroris Al Chaidar. Dia menceritakan dari beberapa kali pertemuannya dengan mantan teroris, dia melihat upaya mereka untuk kembali ke NKRI sangat tulus.
"Saya melihat mereka cukup tulus. Ini artinya program deradikalisasi yang dijalankan ada keberhasilannya. Karena pada dasarkan program seperti ini di mana mereka bertemu dengan korban, sesungguhnya yang paling mereka takuti. Pendekatan dengan korban paling mereka takuti," kata Chaidar saat berbincang dengan merdeka.com, Kamis (1/3).
"Karena apa, karena mereka sadar, saat dulu kalau mereka merasa tentara yang harusnya lawannya tentara bukan lantas karena marah lalu melakukan pemboman di lokasi yang enggak ada kombatannya, enggak ada orang yang bersenjata, yang siap untuk perang. Jadi mereka sadar sebenarnya strategi itu strategi pengecut. Itu terucap biasanya saat kita wawancara di ujung-ujung, biasanya ketika mereka sudah lelah," sambung dia.
Menanggapi salah satu keluhan para mantan teroris yang menilai mereka sulit kembali diterima di masyarakat, Chaidar sangat memahami itu.
"Apalagi framing di media bahwa kejahatan teroris luar biasa, lebih mengerikan dari narkoba dan human trafficking dan sebagainya. Maka dari itu, sebaiknya mereka jangan pernah dikembalikan ke kampung halamannya, lebih baik ke tempat lain," jelasnya.
Yang tak kalah penting, sambungnya, mereka jangan di kembalikan ke tempat yang berpotensi mempertemukan kembali dengan komunitas sebelumnya. Apalagi yang ada bekas atasan atau bawahan selama di komunitas sebelumnya.
"Kecuali dengan teman akrab yang bisa mendengar curhat mereka. Jadi mereka harus dimasukkan ke komunitas baru, ini harus tuntas oleh pemerintah supaya mereka seratus persen NKRI. Dan masyarakat harus mampu menerima mereka yang bersalah dulu kecuali yang melakukan penghilangan nyawa. Kalau yang baru bergabung, sebaiknya di terima meskipun dalam kenyataannya itu tak mudah," kata dia.
Pada pemerintah, dia juga berharap agar benar-benar serius dalam program deradikalisasi ini, termasuk jika ingin memberikan modal usaha. "Jangan sampai sudah gelontorkan uang tapi dibelikan bahan baku buat beli amunisi. Jadi programnya jangan setengah-setengah, buat mereka berada di NKRI dan sadar kesalahan mereka, jaid itu dibutuhkan upaya sangat serius untuk bina mereka, melibatkan psikolog, antropolog, pekerja sosial untuk membantu naturalisasi mereka. Kembalikan ke alam yang ramah dan hangat," pesan Chaidar.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Keberlanjutan pembinaan resmi dari Pemerintah inilah yang akan memperkuat komitmen mantan anggota JI.
Baca SelengkapnyaPemerintah memprioritaskan penanganan penyintas bukan hanya dari aspek fisik, melainkan juga psikis dan keberlanjutan finansial.
Baca SelengkapnyaSebanyak 18 warga Poso yang merupakan mantan simpatisan jaringan teroris mengucapkan ikrar setia kepada NKRI di Mapolres Poso, Kamis (13/6).
Baca SelengkapnyaMerangkum sejumlah tindak tak terpuji oknum TNI yang terjadi sejak Bulan Agustus hingga kini
Baca SelengkapnyaPuluhan mantan narapidana teroris yang bernaung di Yayasan Ansharul Islam, Tasikmalaya, Senin (27/11), mendeklarasikan akan berperan aktif pada Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaKapuspen TNI, Mayjen TNI Nugraha Gumilar mengakui penyiksaan terhadap anggota KKB itu adalah sebuah pelanggaran.
Baca Selengkapnya"Allahumma sholli ala sayyidina muhammad wa ala ali sayyidina muhammad. Yang bertanda tangan dibawah ini saya nama munarman," lanjut Munarman.
Baca SelengkapnyaTiga narapidana terorisme (napiter) mengucapkan ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Baca SelengkapnyaAksi terorisme memberi dampak buruk, maka setiap 21 Agustus ditetapkan Hari Peringatan dan Penghargaan Korban Terorisme
Baca SelengkapnyaKelompok Jemaah Islamiyah (JI) telah membubarkan diri. Apakah ini akhir dari kelompok teror tersebut atau hanya manuver untuk bergerak di bawah tanah?
Baca SelengkapnyaDeretan kasus di atas hanya segelintir. Tentu kondisi tersebut sungguh miris. Pelajar seorang tak lagi menunjukkan sikap sebagai seorang anak terpelajar.
Baca SelengkapnyaJemput bola dilakukan LPSK dengan mendatangi keluarga korban di Aceh.
Baca Selengkapnya