Ahli hukum pidana sebut KPK tak punya dasar kuat tetapkan Setnov tersangka

Merdeka.com - Ahli hukum pidana Romli Atmasasmita menilai, penetapan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP) tidak sesuai dengan pasal 2 dan 3, Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 21 tahun 2001. Alasannya, belum ada bukti Novanto menerima kucuran dana megaproyek e-KTP.
"Pasal 2 subsider pasal 3 berarti ada kerugian negara berarti ada uang-uang yang berceceran pada Setya Novanto. Enggak ada itu kan masalahnya. Dalam surat dakwaan enggak laporan PPATK. Walaupun BPK katakan ada kerugian negara, buat siapa kerugian negaranya? yang jelas buat yang divonis itu. Makanya menurut saya KPK tergesa-gesa," kata Romli usai bersaksi dalam sidang praperadilan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/9).
Menurutnya, penetapan tersangka terhadap Novanto karena diduga menggerakkan dan mempengaruhi kemenangan tender dari kasus e-KTP, tidak bisa dijadikan dasar. Apalagi sejauh ini belum ada peraturan yang mengatur adanya tuntutan tersebut.
"Kalau ditarik ke Setya Novanto dia disebut menggerakkan, mempengaruhi, ada engga aturannya? Mau ditarik ke penyertaan harus jelas unsur-unsur mengetahui punya mens rea (niat jahat) yang sama dengan si pelaku. Persoalannya kan itu. Sampai sekarang KPK susah cari bukti-bukti itu," ungkapnya.
Untuk diketahui, KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto (SN) sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012. Peran Setya Novanto terlacak mulai dari proses perencanaan hingga pembahasan anggaran di DPR hingga pengadaan barang dan jasa.
"SN melalui AA (Andi Agustinus) diduga telah mengondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa KTP-e," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam keterangan kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta, Senin (17/7).
Setya Novanto diduga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya, sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun.
Dia disangkakan melanggar pasal 3 atau pasal 2 ayat 1 UU No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya