Amnesty Internasional: Penambahan Pasukan di Papua Membuat Warga Semakin Takut

Merdeka.com - Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid mendorong DPR untuk mengevaluasi pendekatan keamanan di Papua. Menurutnya, pendekatan keamanan dengan menambah pasukan TNI tidak tepat untuk mengatasi persoalan di Papua karena hanya akan menambah rasa takut warga terhadap aparat TNI. Hal ini ia ungkapkan pasca meninggalnya 3 warga sipil Papua di Puskesmas, Bilogai, distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua.
"DPR harus segera mengevaluasi pendekatan keamanan di Papua. Pemerintah seharusnya paham, penambahan pasukan di Papua hanya membuat warga semakin ketakutan dan memperburuk ketidakpercayaan mereka terhadap Pemerintah," kata Usman dalam keterangan yang diterima merdeka.com, Kamis (18/2).
Oleh karena itu, dia mendesak DPR untuk berdiskusi dengan pemerintah, termasuk TNI dan beberapa kementerian terkait. Usman mengatakan, diskusi tersebut harus mencari jalan keluar terbaik agar setiap harinya tidak ada lagi warga sipil yang menjadi korban salah tembak.
"DPR harus panggil pemerintah, termasuk TNI terkait penambahan pasukan selama beberapa tahun terakhir. DPR juga perlu memanggil kementerian lain untuk menangani para pengungsi internal di Nduga, Timika, dan Intan Jaya,” kata Usman.
Berdasarkan laporan yang diterima Amnesty, banyak warga Papua dan Papua Barat yang merasa tidak aman, sehingga memutuskan untuk mengungsi. Menurutnya, hal tersebut malah menunjukkan dengan jelas bahwa tingkat kepercayaan warga Papua dan Papua Barat terhadap pemerintah memudar karena mereka merasa tidak dilindungi.
"Banyak yang masih mengungsi karena mereka merasa tidak aman dan terpaksa meninggalkan kampung halaman tanpa kepastian kapan akan kembali. Beberapa tahun lalu di Nduga dan Timika, sekarang di Intan Jaya," bebernya.
“Kejadian seperti ini terus berulang, dan polanya sama. Ada kabar kontak bersenjata antara TNI dan kelompok lain, jatuh korban dari TNI. Kemudian dilakukan penyisiran di wilayah pemukiman penduduk, lalu kembali jatuh korban. Dari pola ini, warga paling banyak dirugikan," ujarnya.
Usman juga mendesak pemerintah untuk mengusut setiap kasus pelanggaran hukum dan kemanusiaan dengan tuntas. Dia berharap jangan sampai ada satu kasus yang sudah terbukti melanggar hukum dan HAM, namun ternyata impunitas atau ketiadaan hukuman. Menurutnya, dengan tidak adanya penyelesaian hukum adalah ancaman serius bagi masa depan perlindungan HAM.
“Kami mendesak negara untuk memastikan tidak ada lagi kekerasan negara, apalagi yang berakhir impunitas. Kami menduga terdapat hubungan langsung antara impunitas hukum dengan setiap kegagalan dan lambannya otoritas dalam mengusut kasus di sana," ujarnya.
Sebagai informasi, berdasarkan laporan Amnesty terkait kasus kematian 3 warga Papua di Intan Jaya terjadi pasca adanya konfrontasi antara aparat TNI dan ketiga korban tersebut. Usman pun menjelaskan kronologi kejadian tersebut.
"Awalnya saat aparat TNI melakukan penyisiran di Kampung Mamba, Distrik Sugapa untuk mencari pelaku penembakan anggota TNI yang tertembak di pagi harinya, korban (Janius Bagau) tertembak di bagian lengan dan dievakuasi ke sebuah Puskesmas di Kampung Bilogai. Janius ditemani oleh dua pemuda lainnya, Justinus Bagau dan Soni Bagau," kata dia bercerita.
"Aparat TNI mendatangi korban di puskesmas untuk konfrontasi pada malam hari yang berujung pada tewasnya ketiga korban. Pihak TNI mengatakan bahwa ketiga korban merupakan anggota KKB yang berusaha merampas senjata aparat, sehingga aparat menembak ketiganya hingga tewas," lanjut dia.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya