Bali Tak Boleh Kalah dari Bule yang Bikin Onar

Merdeka.com - Pariwisata Bali sedang menjadi sorotan luas. Bukan karena alamnya, namun ulah para pelancong luar negeri. Hampir setiap hari selalu muncul kasus-kasus pelanggaran.
Banyak para turis asing ini bikin onar, beraktivitas tanpa menaati aturan. Misalnya saja mereka mengendarai sepeda motor tanpa kelengkapan surat dan helm, ugal-ugalan, membuat KTP palsu, menyalahgunakan izin tinggal hingga bekerja dan berbisnis secara ilegal.
Gubernur Wayan Koster menegaskan upaya 'bersih-bersih' Bali dari bule bermasalah. Namun, dia mengakui hal tersebut harus dilakukan secara hati-hati dan tidak bisa terburu-buru.
"Semuanya kita lakukan secara berhati-hati, agar tidak kontraproduktif dengan upaya kita untuk memulihkan pariwisata dan perekonomian Bali," kata Koster di Bali, Senin (13/3).
Dia mengklaim, persoalan bule yang suka bikin onar ini sudah dilakukan sejak berbulan-bulan yang lalu.
"Karena ada yang harus kita jaga dan sudah memastikan semuanya dilakukan dengan pelanggaran dengan bukti yang kuat dan baru kita bertindak. Ini, baru tindakan yang pertama dan berikutnya akan menyusul lagi," katanya.
Terkait maraknya bule melanggar lalu lintas, Pemprov Bali bakal melarang mereka menyewa sepeda motor. Larangan itu akan disahkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).
"Jadi para wisatawan itu, harus berpergian, jalan, menggunakan mobil-mobil dari travel. Tidak dibolehkan lagi, menggunakan sepeda motor atau apa yang bukan dari travel agent," imbuhnya.
Sementara soal praktik pekerjaan ilegal, kini Pemprov melarang semua jenis usaha yang dilakukan oleh wisman di Bali.
"Mengenai kejahatan ekonomi, termasuk yang kita larang melakukan jenis usaha. Apalagi visa-nya bukan untuk kerja tapi visa untuk wisata, itu tidak boleh melakukan aktivitas usaha di Provinsi Bali. Sewain mobil, sewain vila segala macam, itu banyak terjadi sekarang. Tapi kami tengah mengidentifikasi dengan suatu operasi gabungan untuk memastikan pelanggaran yang dilakukan," ujarnya.
Selanjutnya, Wayan Koster berencana akan mencabut Visa On Arrival (VoA) kepada Rusia dan Ukraina.
"Mengenai tindakan yang lain, saya sudah bersurat kepada bapak Manteri Menkum HAM dan ditembuskan kepada Ibu Menlu untuk mencabut Visa on Arrival bagi warga Rusia dan Ukraina yang ingin ke Bali," tegasnya.
Pemprov juga telah membentuk tim terpadu yang nantinya akan melakukan operasi gabungan di seluruh wilayah Bali. Terutama di wilayah Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, dan Kota Denpasar.
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya mendukung pembentukan tim terpadu tersebut.
"Tujuan kita menuju pariwisata Bali berbasis budaya, berkualitas bermartabat serta bermanfaat untuk kita semua. Maka, dari itu perlu aturan-aturan ini ditegakkan. Dan siapa yang menegakkan dan nanti yang mengurus pariwisata tidak bisa parsial, mari kita bisa berkolaborasi dan bentuk satgas," terang Suryawijaya di Denpasar.
Sebelumnya diberitakan, kelakuan bule di Bali saat ini tengah menjadi sorotan. Aksi liar mereka mencoreng pariwisata Pulau Dewata. Mereka seolah beraktivitas tanpa aturan.
Teranyar seorang bule asal Rusia yang bekerja sebagai pelatih tenis, padahal visa yang dipakai adalah kunjungan. Kasus ini mirip dengan bule asal Italia yang membuka kursus pelatihan tari tradisional Bali. Keduanya kini berhadapan dengan aparat untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Kasus yang menyorot perhatian publik selanjutnya adalah kelakuan sejumlah bule yang membuat petisi, menolak serta keberatan dengan suara kokok ayam.
Tidak kalah menghebohkan, gurita bisnis bule properti penyewaan vila di Bali juga menjadi sorotan. Dalam perkara ini, model bisnis mereka lazim disebut digital nomad.
Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Legian, I Wayan Puspa Negara mengatakan WNA memang banyak melakukan bisnis atau bekerja ilegal di Pulau Dewata, dengan menyewakan vila kepada sesama warga asing.
Puspa Negara yang juga Ketua Aliansi Pelaku Pariwisata Marginal Bali, menyebutkan WNA di Bali banyak bekerja di sektor properti seperti vila, dan menyewakan kepada turis yang berlibur di Bali.
Istilah digital nomad atau pengembara digital ini bisa diartikan para bule ini memantau perkembangan bisnis dari jarak jauh. Misal, seorang bule menyewa vila dari warga lokal Bali. Vila tersebut kemudian dipasarkan di online untuk disewakan lagi kepada turis asing.
"Itu sangat benar. Mereka ada di sektor properti, ada di marketing mereka banyak mengambil ruang karena mereka ke sini kan digital nomad. Jadi, dari digital nomad itu mereka mengembangkan usahanya. Sehingga, mereka melihat potensi (bisnis) mereka lakukan itu. Sekarang zaman digital, sehingga agak sulit kita pantau tapi mereka melakukan pemasaran secara digital," kata Puspa saat dihubungi, Kamis (9/3).
Dia menerangkan, untuk modus WNA yang bekerja ilegal menurutnya sangat mudah dengan adanya teknologi. Yaitu, WNA menyewa vila di Bali lalu dipasarkan lewat online kepada turis dan tentu ada kerja sama dengan warga lokal.
"Kan gampang mereka lakukan. Mereka bisa sewa dulu dalam bentuk timshare (vila) mereka menyewa dulu. Kemudian mereka sewakan lagi. Mereka, bekerja sama dengan orang lokal atau pelaku usaha lainnya," ujarnya.
Pola bisnis seperti ini, berimbas menciptakan kompetitor dan tekanan ekonomi bagi warga lokal yang berbisnis penyewaan vila.
"Jadi yang kena tekanan dan yang menjadi kompetitor adalah warga kita. Dan banyak warga kita tidak terlalu agresif dalam memanfaatkan teknologi, dan (tidak) memiliki jangkauan pemasaran yang luas," ujarnya.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya