Begini cara BPKP hitung kerugian kasus e-KTP capai Rp 2,3 triliun

Merdeka.com - Auditor Investigasi Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Suaedi menjelaskan bagaimana menghitung kerugian negara atas kasus proyek e-KTP yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Suaedi menjelaskan kerugian negara yang didapat adalah Rp 2,3 triliun.
"Berdasarkan hal-hal tadi hasil audit atas pekerjaan e-KTP 2011-2012 adalah Rp 2,3 triliun," kata Suaedi di sidang lanjutan dengan terdakwa Setya Novanto dengan agenda pemeriksaan ahli oleh JPU di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (12/3).
Dia menjelaskan penghitungan tersebut berdasarkan dari permintaan penyidik KPK. Setelah pihaknya menerima surat dari KPK, BPKP mulai melakukan ekspose bersama penyidik dan menjelaskan kasus.
Pihaknya pun meminta data dokumen, kemudian meneliti, menganalisis dan evaluasi kecukupan data, meminta data dan dokumen bukti tambahan, analisis dan klarifikasi terhadap bukti tambahan yang diperoleh. Kemudian keterangan para saksi, dari hal tersebut kata Suaedi pihaknya menghitung jumlah kerugian keuangan negara yang terjadi.
Dan BPKP, kata dia, menghitung kerugian negara. Metode yang dilakukan ada beberapa, salah satunya yaitu unsur pengadaan blanko, pengadaan hardware, pengadaan sistem afis, pengadaan jaringan komunikasi data, pengerjaan, gaji pegawai teknis kab/kota.
"Dari cara itu kami mendapatkan kerugian keuangan negara," kata Suaedi.
Dalam blanko e-KTP kata Suaedi ada beberapa unsur biaya. Satu blanko e-KTP tidak dia hitung namun dihitung keseluruhan biaya. Sehingga kata Suaedi, untuk blanko e-KTP, pihaknya hanya bisa hitung dari cip, personalisasi. Di luar pekerjaan yang tadi, kata Suaedi pihaknya tidak dapat datanya sehingga tidak bisa hitung.
"Untuk pekerjaan hardware dan software, kami bandingan dengan harga pembelian vendor ditambah aditional cost, sampai dengan biaya pengiriman ke daerah masing," kata Suaedi.
Berdasarkan audit yang dilakukan Suaedi, terdapat beberapa penyimpangan didapat dari proyek e-KTP. Pertama kata Suaedi proses pra lelang.
"Ada pertemuan-pertemuan untuk memenangkan PNRI. Kemudian pertemuan di ruko fatmawati ada Dagri, konsorsium PNRI murakabi, dan vendor," papar Suaedi.
Namun, pihak Suaedi tidak menghitung keuntungan dari perusahaan atau rekanan. Pihaknya kata Suaedi hanya menghitung kerugian negara.
"Dalam perhitungan yang kami lakukan, karena adanya beberapa hal yang kami sebutkan, maka dari perhitungan kerugian keuangan negara, kami tidak menghitung adanya keuntungan dari rekanan," kata Suaedi.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya