Cabuli 15 Siswa, Instruktur Pramuka di Surabaya Dituntut 14 Tahun Bui & Kebiri Kimia
Merdeka.com - Rahmat Santoso (30) tersangka pencabulan anak-anak dituntut hukuman kebiri kimia oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Jika tuntutan ini dikabulkan hakim nantinya, maka ini adalah hukuman kebiri kimia kedua setelah Mojokerto.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Jatim, Sabetania membacakan tuntutannya terhadap terdakwa Rahmat, seorang instruktur Pramuka yang melakukan perbuatan cabul pada siswa binaannya. Tidak hanya hukuman kebiri kimia, terdakwa juga dituntut dengan hukuman pidana selama 14 tahun penjara.
Selain hukuman penjara dan kebiri kimia, jaksa juga menuntut terdakwa agar dijatuhi hukuman denda sebesar Rp100 juta subsider tiga bulan. Tuntutan terhadap terdakwa ini dibacakan secara tertutup di Pengadilan Negeri Surabaya.
-
Apa pasal yang dikenakan pada pelaku? Para pelaku terjerat pasal penganiayaan dan pencabulan anak yakni pasal 76 C dan Pasal 80 ayat 3 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp3 miliar.
-
Siapa pelakunya? Orang ke-3 : 'Seperti biasa saya menjemput anak saya pulang sekolah sekitar jam tersebut'Karena 22 jam sebelum 5 April 2010 adalah jam 1 siang 4 april 2010 (hari minggu)
-
Apa yang dituntut oleh jaksa? 'Menghukum terdakwa Bayu Firlen dengan pidana penjara selama selama 4 (empat) Tahun dan Denda Sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) Subsider 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan,' lanjutan dari keterangan yang dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
-
Apa yang dilakukan pelaku kepada korban? Mereka melakukan tindakan kekerasan fisik kepada korban.
-
Mengapa DPR RI minta pelaku dihukum berat? 'Setelah ini, saya minta polisi langsung berikan pendampingan psikologis terhadap korban serta ibu korban. Juga pastikan agar pelaku menerima hukuman berat yang setimpal. Lihat pelaku murni sebagai seorang pelaku kejahatan, bukan sebagai seorang ayah korban. Karena tidak ada ayah yang tega melakukan itu kepada anaknya,' ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (4/4).
Sayangnya, JPU Sabetania enggan memberikan komentar terkait dengan tuntutannya itu. Ia pun mengarahkan pada wartawan agar mengonfirmasi tuntutan tersebut ke pimpinannya. "Ke pimpinan saja ya, saya masih ada sidang lagi," ujarnya, Senin, (4/11).
Terpisah, Aspidum Kejati Jatim, Asep Mariono menyatakan, tuntutan hukuman kebiri yang dilayangkan pihaknya terhadap terdakwa, Rahmat Santoso sudah melalui beberapa pertimbangan.
Ia menyebut, pertimbangan yang memberatkan terdakwa menurut Asep yaitu terdakwa merupakan seorang pendidik yang seharusnya mengayomi. Kedua, dari hasil pendampingan secara psikologis, satu diantara korban terdakwa saat ini terindikasi bisa menjadi pelaku yang serupa ke depannya.
"Dari hasil pendampingan psikologis satu diantara korbannya terindikasi untuk menjadi pelaku," terang Asep.
Ia pun berharap, dengan tuntutan sedemikian rupa, akan dapat memberikan efek jera pada pelaku. Apalagi, perbuatan pelaku diketahui sudah berlangsung cukup lama, yakni antara kurun waktu 2017 hingga 2019.
Sementara itu, pendamping hukum korban pencabulan dari Surabaya Children Crisis Center (SCCC), Muhammad Dewangga Kahfi menyebutkan, tuntutan yang diterima terdakwa Rahmat Santoso dianggap sudah setimpal dengan perbuatannya. Apalagi, mengingat korbannya sudah cukup banyak.
"Saya kira sudah cukup setimpal. Semoga saja hakim nanti mengabulkan tuntutan jaksa seluruhnya," tegasnya.
Terkait dengan hal ini, terdakwa dijerat Pasal 82 ayat (2) Juncto Pasal 76E UU RI No. 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU no. 1 tahun 2016 tentang Perbuatan Kedua atas UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak menjadi UU Jo. UU RI No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Sebelumnya, Perbuatan cabul terdakwa dilakukan sejak pertengahan 2017 hingga 2019. Modusnya, terdakwa mengajak beberapa siswa datang ke kediamannya dengan alasan memberikan binaan khusus tentang ilmu kepramukaan.
Sedikitnya ada 15 anak di bawah umur yang menjadi korbannya. Para korban merupakan siswa binaan ekstrakulikuler dari lima SMP dan satu SD di Kota Surabaya.
Hukuman kebiri kimia ini sendiri sebelumnya sudah pernah dijatuhkan pada seorang terpidana di Mojokerto. Adalah Muh Aris (20), pemuda asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, harus menjalani hukuman kebiri kimia setelah terbukti melakukan pemerkosaan terhadap 9 anak.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pembina pramuka ini tega mencabuli siswi-siswi binaannya tanpa memikirkan masa depan para korban
Baca SelengkapnyaDua guru ngaji di salah satu pesantren di Desa Karangmukti, Kecamatan Karangbahagia, Kabupaten Bekasi ditetapkan sebagai tersangka.
Baca SelengkapnyaPelatih futsal berinisial JB (30) yang diduga telah mencabuli beberapa bocah perempuan di Kecamatan Karangbahagia, Kabupaten Bekasi.
Baca SelengkapnyaMenjanjikan agar korban bisa lulus ujian masuk TNI dan Polri membuat pelaku bisa melakukan pelecehan. Bahkan dia juga menyimpan foto bugil para korban.
Baca SelengkapnyaVonis yang dijatuhkan kepada terdakwa sesuai dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Baca SelengkapnyaAdanya laporan dari ibu korban anaknya telah menjadi korban pelecehan seksual di Pondok Pesantren salah satu di Kota Jambi.
Baca SelengkapnyaJaksa menilai vonis itu tidak berkeadilan bagi keluarga korban meski para terdakwa masih di bawah umur.
Baca SelengkapnyaIstri Pergi Kerja Cuci dan Gosok Pakaian, Suami Berulang Kali Cabuli Anak Tiri
Baca SelengkapnyaKapolda Jatim Irjen Pol Imam Sugianto menaruh perhatian khusus pada kasus dugaan pencabulan anak tiri oleh anggota Kepolisian di Surabaya.
Baca SelengkapnyaSejak Januari 2023, SEP mulai mencabuli anak-anak tirinya yang masih berusia belia.
Baca SelengkapnyaSeorang montir di Palembang inisial B (30), diduga melakukan aksi sodomi terhadap lima bocah laki-laki.
Baca SelengkapnyaKepala sekolah dasar berinisial M (37) di Muara Eno, ditangkap karena memaksa dan mengancam 13 siswa SMK untuk melakukan perbuatan tak senonoh sesama jenis.
Baca Selengkapnya