Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Cerita Nanok lukis wajah mantan hingga ajakan berkarya di Prancis

Cerita Nanok lukis wajah mantan hingga ajakan berkarya di Prancis Nanok. ©2018 Merdeka.com/Kadafi

Merdeka.com - Di dalam kanvas, sosok wajah pria separuh baya mengisi ruangan melukis Agung Prahwono alias Nanok. Sosok belum sempurna dilukis itu adalah mantan bosnya.

"Dulu saya pernah kerja menjadi sopir pribadinya," ujar Nano saat ditemui di tempat melukisanya Jalan Werkudara Legian, Kecamatan Kuta, Badung, Bali, Minggu (25/3).

Pria kelahiran Desa Sukomoro, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Palembang, Sumatera Selatan ini merantau ke Bali pada tahun 2003. Nano hanya bermodal nekat tidak mempunyai potensi untuk bekerja di Bali. Untuk menyambung hidupnya, kerja serabutan dilakukan untuk bertahan hidup.

"Saya belum tamat sekolah, saya pernah jadi tukang parkir dan sopir pribadi," ucapnya.

Untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik, Nanok pun tak hanya berdiam diri, ia mencari peluang baik agar hidupnya tidak berjalan di tempat. Tak lama waktu berselang, Nanok pun bekerja menyewakan papan surfing di Pantai Double Six Seminyak Legian, Kuta Badung Bali.

Dari menyewakan papan surfing, pergaulan Nanok pun tentunya tidak lepas dari para wisatawan mancanegara yang berlibur ke Bali. Nanok lalu berkenalan dengan seorang pria bernama Martin dari Jerman, yang kebetulan sedang study banding di Universitas Udayana Bali.

Dari Martin kawan barunya yang gemar melukis, Nanok pun mulai mengenal dunia lukisan. "Saya kenalan dengannya, kemudian kita menjadi akrab. Dia (Martin) study banding selama tiga bulan. Dia mengajak saya ke sebuah toko untuk belanja peralatan lukis," ujarnya.

Dari perkenalannya dengan Martin, Nanok mulai mengetahui dunia lukisan. Tak jarang, Nanok dan Martin mengabiskan waktu mereka untuk melukis bersama. "Kita sering melukis bareng di kosan, tapi dia kembali ke negaranya. Semua alat lukisnya diberikan pada saya," tuturnya.

Memiliki dasar dan peralatan lukis dari peninggalan Martin, tak membuat Nanok menekuni dunia lukisan. Hanya sesekali saja, dirinya melukis dikala punya waktu senggang. Namun, di tahun 2007 perkenalan Nanok dengan seorang wanita Spayol Eva Roncero Gomez, menjadi sebuah jalan baru untuk menekuni dunia lukis.

Nanok bercerita dikala itu, Eva Roncero Gomes yang sempat menjadi pacarnya dan memberikan sebuah potret ketika dirinya bayi. Ia melihat foto bayi mantan pacarnya, kemudian dari foto itu Nanok melukisnya.

"Jadi kejadianya natural aja, waktu itu tidak ada obyek jadi mantan yang saya lukis. Ada potret dia (Eva Roncero Gomes) saat bayi. Kemudian, hasil lukisan itu saya perlihatkan dan dia suka," tuturnya.

Lukisan wajah bayi mantan pacarnya, membuat teman Eva Roncero Gomes yang juga dari Spayol terpikat. Sehingga, teman mantanya mengorder lukisan serupa. Rasa percaya diri Nanok untuk melukis kian membuncah karena ada yang memesannya.

Nanok pun mulai menekuni dunia lukisan, dirinya berhenti menjadi seorang yang menyewakan papan surfing. Nanok bertekad, menjadi seorang pelukis karena menyadari untuk mencari kerja yang lain tidak mungkin bisa dilakukan. Karena ia tak memiliki ijazah atau pengalaman kerja.

"Kebetulan di Bali skill melukis ada harganya, dan jujur saya bisa bertahan hidup dengan melukis," ujarnya.

Pada tahun 2009, Nanok kian bersemangat melukis dan setiap karya lukisan yang ia buat mendekati model aliran Pop Art. Tak jarang, hasil karyanya ia titipkan di Sufi galery milik kawannya yang berada di Seminyak Legian Bali.

Dari tekadnya yang kuat untuk terus melukis, di tahun 2011 seorang pemilik hotel bernama Eric dari negara Perancis terpikat melihat hasil lukisan Nanok di Sufi Galery. Nanok diajak untuk membuat lukisan di hotelnya yang berada di Hossegor South West Of Frace. Sebuah, Kota kecil yang berada di sebelah Selatan Negara Perancis dan berbatasan dengan Spayol.

"Saya dikontrak selama 3 tahun, lukisan saya dibeli putus. Jadi sejak itu saya fokus untuk melukis. Tapi selama tiga tahun saya ke Prancis bertahap mulai dari tahun 2011, 2015, dan sampai 2016," ujarnya.

Namun saat kontrak untuk melukis telah usai, Nanok kembali melanjutkan aktivitas melukisanya di Jalan Werkudara, Legian. Lewat tempat melukisnya yang hanya berukuran dua meter, ayah satu anak ini terus mengembangkan gaya melukisnya, sudah tak terhitung karya lukisan diciptakannya.

"Selama melukis, hanya 5 lukisan yang terkesan dalam hidup saya, kalau yang lain saya tidak menghitungnya. Tapi di Prancis dalam 1 tahun saya bisa membuat 13 atau 15 lukisan," ujarnya.

Saat ini, lukisan Nanok pun banyak yang menyukainya tak jarang dalam setiap bulan ia membuat pesanan orderan dari pelanggannya dari berbagai negara. "Kalau peminatnya, ada dari Prancis, Jerman, pernah juga Dubai. Kalau saat ini, paling banyak Australia," ujarnya.

Dari hasil melukisnya, Nanok pun bisa mencukupi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Menurut Nanok, dari hasil lukisannya tergantung pesanan. Karena, harga lukisan tidak ada patokan.

"Saya dalam satu bulan bisa mendapat sekitar Rp 5 juta. Tapi saya juga pernah menjual lukisan saya Rp 15 juta," ungkapnya.

Di dalam benaknya, Nanok tidak perna berpikir untuk menjadi seorang pelukis. Baginya, terus melukis tanpa dibatasi oleh apapun. "Karya tidak ada batasnya, saya mengalir saja melukis, mungkin itu adalag anugerah dari Tuhan yang memberikan potensi pada saya," tutup Nanok. (mdk/did)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP