Cerita suka duka santri Pondok Gontor, mulai digunduli hingga diusir

Merdeka.com - Menjadi santri atau santriwati di Pondok Modern Darussalam Gontor Mlarak - Ponorogo atau Pondok Gontor Putri 2 di Sambirejo Mantingan, Ngawi adalah sebuah pilihan untuk menjadi lebih baik seperti tujuan pendiri Pondok Gontor. Dengan jadwal ketat dan banyaknya aturan menjadikan santri atau santriwati menuai hasil seperti yang diharapkan.
Tidak hanya jadwal, berbagai permasalahan keluarga, mondok karena disuruh orang tua dan banyak permasalahan yang setiap hari dihadapi oleh para pengasuh, pengurus menjadi cerita tersendiri bagai para santri atau santriwati selama mereka mondok.
Setidaknya semangat "man sobaro dzofiro" adalah kunci yang dipegang para santri Pondok Gontor ketika proses belajar. Amalia Rahmawati, alumni Pondok Gontor Putri 2 Mantingan tahun 2000 asal Kediri bercerita pengalamannya selama belajar 6 tahun di pondok.
"Kalau bercerita tentang pengalaman sebenarnya adalah harus melihat tujuan awal di pondok itu apa. Pondok punya peraturan yang harus ditaati, dan tugas kita adalah belajar. Disiplin tidak enak, tidak disiplin lebih tidak enak,"" kata Amel panggilan akrab Amalia pada merdeka.com, Sabtu (23/1).
Dicontohkan, jika melakukan pelanggaran di Pondok Putri banyak hukumannya diantaranya si pelanggar akan mengenakan jilbab yang berbeda dan kemudian di jemur di depan masjid. "Usai salat Dhuhur saat kita keluar dari masjid biasannya mereka yang dihukum atas pelanggaran berdiri dengan warna jilban yang berbeda. Ini menjadi pelajaran berharga yang tentunya tidak akan mudah dilupakan. Bentuk hukuman ini menjadi peringatan bagi kita semua, sebab jika melanggar konsekuensinya seperti itu," tambah Amel.
Selain hukuman mental ada juga hukuman yang bersifat mendidik para santriwati agar lebih baik salah satunya menghafalkan surat-surat dari Al-Qur’an. Lain di pondok putri lain pula di pondok putra atau Gontor Putra di Ponorogo.
Fais RA, alumni 93 asal Malang banyak bercerita pengalamannya saat menjadi santri Pondok Modern Darussalam Gontor. Meski ia boleh dibilang agak nakal namun ia selalu selamat dari hukuman. Fais yang dulu aktif di Pramuka Saka Bhayangkara ini menceritakan apa yang pernah ia lihat kala menjadi santri.
"Hukuman terberatnya jelas dikeluarkan, namun di bawahnya adalah dicukur gundul dan kemudian berdiri di hadapan santri lain. Belum lagi sudah digundul masih disuruh bersih-bersih," katanya pada merdeka.com.
Masih menurut Faiz, kenakalan para santri kala mondok adalah hal yang lumrah, sebab ketika di pondok tidak pernah mendapatkan hukuman kurang asi alias tidak ada cerita. "Asalkan tidak melanggar aturan pesantren yang berat dan melanggar syariat Islam. Nakal wajar itu biasannya adalah ketiduran saat salat berjamaah,"" kata Faiz yang mengaku pernah mendapat hukuman akibat keteledorannya.
Masih menurut Faiz banyak juga pelanggaran yang lain yang sifatnya spontan terjadi dan biasannya dalam penggunaan bahasa, yakni lupa tidak berbahasa Inggris atau Bahasa Arab.
Ungkapan senada juga disampaikan H. Suroso Hadi alumni 1986, menurutnya saat ini aturan ketat lagi yakni santri dilarang membeli makanan di luar pondok atau di masyarakat. Jika ini dilanggar maka hukumannya adalah dipulangkan. Sebab warga Desa Gontor telah menyediakan makanan yang dijual di pondok yang dapat di beli di kantin pondok.
(mdk/war)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya