ICW Tolak Lima Pimpinan KPK Baru, Ini Alasannya
Merdeka.com - Jumat lalu, 20 Desember 2019, Presiden Joko Widodo atau Jokowi melantik lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru. Indonesia Corruption Watch (ICW) menolak kehadiran ke limanya dalam tubuh lembaga antikorupsi itu.
Menurut penelitian ICW, Kurnia Ramadhan ada lima alasan pihaknya menolak pimpinan tersebut. Pertama ialah terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh salah satu di antara lima pimpinan KPK itu.
"Salah satu pimpinan KPK diduga sempat bertemu dengan seorang kepala daerah yang sedang berperkara di lembaga antirasuah itu. Indonesia Corruption Watch pada tahun 2018 lalu melaporkan salah seorang Pimpinan KPK tersebut ke KPK atas dugaan pelanggaran kode etik," kata Kurnia melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (21/12).
-
Kenapa DKPP menilai KPU melanggar kode etik? Komisioner KPU sebagaimana kami pahami saat ini ya sepertinya dikenai sanksi karena adanya dianggap melakukan kesalahan teknis bukan pelanggaran yang substansif,' ujar dia.
-
Kenapa Dewas KPK sidang etik mantan Kamtib dan Karutan? Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggelar sidang etik buntut dari kasus pungli di rumah tahanan (Rutan) KPK.
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
-
Siapa yang melanggar kode etik? Diketahui, sanksi tersebut disebabkan pelanggaran kode etik yang dilakukan Hasyim sebab terkait pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden.
-
Siapa yang dikritik ICW soal kasus korupsi? Aktivis dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menggelar aksi unjuk rasa untuk mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum juga menangkap Harun Masiku di depan gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/1/2024).
ICW tidak menyebutkan pimpinan mana yang dimaksudkan. Tapi publik paham bahwa yang ICW maksud adalah pimpinan yang berlatarbelakang dari Korps Bhayangkara, Firli Bahuri.
Nama Firli diketahui sempat mencuat pada September 2018 lalu karena tersebarnya foto-foto dirinya sedang bermain tenis dalam acara tenis Danrem 162/WB di lapangan tenis Wira Bhakti, Gebang pada Sabtu-Minggu 12-13 Mei 2018. Permainan tenis itu juga dihadiri Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) saat itu Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi.
TGB pada bulan yang sama dimintai keterangan oleh tim penyelidik KPK mengenai dugaan korupsi divestasi dan penjualan saham pemerintah daerah NTB di Newmont. TGB diduga menampung dana di rekening pribadi dan istrinya pada periode 2009-2013.
Firli memang pernah menjadi Kapolda NTB pada Februari 2017 sampai April 2018. Padahal dalam pasal 66 UU 30 tahun 2002 tentang KPK, pegawai KPK yang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK tanpa alasan yang sah dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun.
Alasan kedua penolakan ICW ialah terkait kesetujuannya mengenai Undang-Undang KPK hasil revisi pada September lalu. Menurut Kurnia, saat uji kelayakan di DPR mayoritas pimpinan KPK terpilih sepakat untuk merevisi Undang-Undang KPK.
"Padahal di saat yang sama draft yang ditawarkan oleh DPR dan pemerintah tidak pernah sekalipun memperkuat KPK. Selain itu penolakan masyarakat juga sangat meluas perihal perubahan UU KPK tersebut," ungkap dia.
Penyebab penolakan ketiga adalah ketidakpatuhan salah satu dari mereka untuk melaporkan harta kekayaan atau LHKPN. Padahal, kata Kurnia kewajiban untuk melaporkan LHKPN sudah diatur secara tegas dalam UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
"Dan Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. Tentu catatan ini akan berimplikasi buruk bagi citra KPK yang selama ini dikenal menjunjung tinggi nilai-nilai integritas," tegasnya.
Alasan ketiga menurut Kurnia ialah ihwal usia yang belum mumpuni untuk menjadi pimpinan KPK. Menurut dia, satu di antara lima Pimpinan KPK masih berusia 45 tahun. Hal ini dipastikan menjadi persoalan serius, sebab Pasal 29 huruf e UU KPK baru menyebutkan bahwa untuk dapat diangkat menjadi Pimpinan KPK harus berusia paling rendah 50 tahun.
"Untuk itu mestinya Presiden dapat menunda pelantikan yang bersangkutan karena diduga melanggar ketentuan dalam UU KPK," terang dia.
Pimpinan yang dimaksud Kurnia adalah Nurul Ghufron yang lahir pada 22 September 1974. Artinya, Ghofur baru berusia 45 tahun.
Alasan ke lima yang membuat ICW menegaskan penolakannya terhadap ke lima pimpinan tersebut adalah salah satu pimpinan tersebut pernah mendapatkan petisi oleh pegawai KPK. Pada periode April lalu, kata Kurnia pegawai KPK sempat mengirimkan petisi kepada Pimpinan KPK karena diduga ada hambatan penanganan kasus di Kedeputian Penindakan lembaga anti rasuah itu. Faktanya saat ini, pimpinan Kedeputian Penindakan tersebut saat ini terpilih menjadi Pimpinan KPK baru.
Petisi tersebut, kata Kurnia setidaknya ada lima persoalan, yakni pertama adanya dugaan penundaan gelar perkara di tingkat kedeputian; kedua, sering terjadi kebocoran informasi soal tangkap tangan; ketiga pegawai di Kedeputian Penindakan merasa kesulitan memanggil saksi dan adanya perlakuan khusus terhadap figur tertentu yang juga menjadi saksi.
"Keempat sering terjadi penolakan penggeledahan di lokasi tertentu dengan alasan yang tidak jelas; dan kelima adanya pembiaran terhadap pelanggaran yang dilakukan internal penindakan," ia menandaskan.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi melantik lima pimpinan KPK yakni Firli Bahuri, Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, Alexander Marwata, dan Nurul Ghufron di Istana Negara pada Jumat kemarin. Jokowi menaruh harapan kepada Komjen Firli Cs agar dapat memberi penguatan terhadap lembaga antirasuah.
"Saya berharap sekali lagi penguatan KPK itu betul-betul nyata, pemberantasan korupsi bisa sistematis sehingga betul-betul memberikan dampak yang baik bagi ekonomi, bagi negara kita," kata Jokowi di Istana Negara Jakarta, Jumat (20/12).
Jokowi yakin, Firli dan pimpinan lainnya dapat membawa KPK lebih baik. Terlebih, saat ini juga didampingi dewan pengawas KPK yang mempunyai latar belakang mumpuni.
"Saya meyakini insyaallah beliau-beliau Ketua KPK dan Komisioner KPK bisa membawa KPK yang lebih baik dengan didampingi dewas KPK," ujarnya.
Reporter: Yopie Makdori
Sumber: Liputan6.com
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurut Diky tak akan ada tersangka yang divonis bebas oleh Pendilan Tipikor karena minim bukti keterlibatannya.
Baca SelengkapnyaTidak sekedar dipecat, namun Firli kini sudah menyandang status tersangka atas dugaan suap.
Baca SelengkapnyaSebelumnya Dewas menjatuhkan sanksi etik sedang pada Ghufron karena dianggap menyalahgunakan kewenangan sebagai pimpinan KPK.
Baca SelengkapnyaEmpat mantan pegawai KPK itu mendaftar capim KPK berkaca dari banyak masalah di internal lembaga antirasuah dari segi pimpinan hingga pegawai.
Baca SelengkapnyaYudi berharap salah satu dari mereka bisa terpilih menjadi pimpinan KPK untuk setidaknya memperbaiki KPK dari dalam.
Baca SelengkapnyaIda menilai sangat penting bagi pimpinan lembaga untuk memiliki integritas yang tinggi.
Baca SelengkapnyaCalon pimpinan lembaga antirasuah harus terbebas dari pelanggaran etik, karena hal ini berkaitan dengan masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Baca SelengkapnyaKPK buka suara usai dikritik habis-habisan oleh ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan.
Baca SelengkapnyaBahkan, Nawawi mengungkapkan, permasalahan terjadi tidak hanya di internal KPK.
Baca SelengkapnyaJokowi resmi menandatangani keputusan presiden (Keppres) tentang Pemberhentian Firli Bahuri sebagai Ketua sekaligus Anggota KPK pada 28 Desember lalu.
Baca SelengkapnyaJelang akhir periode jabatan Presiden Jokowi, terdapat tiga kepala lemba negara diberhentikan tidak hormat dari jabatannya.
Baca SelengkapnyaPutusan tersebut terkait pelanggaran kode etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Pemilu 2024.
Baca Selengkapnya