Indomie Ayam Spesial Mengandung Zat Berbahaya? Ini Penjelasan BPOM
Merdeka.com - Pemerintah Taiwan menarik mi instan ‘Indomie Rasa Ayam Spesial’ dari pasaran. Penarikan ini lantaran produk tersebut diduga mengandung residu pestisida Etilen Oksida (EtO) dan tidak sesuai dengan peraturan di Taiwan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) buka suara terkait hal tersebut. BPOM mengatakan, Indonesia telah mengatur Batas Maksimal Residu (BMR) 2-CE sebesar 85 ppm melalui Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida.
Dengan begitu, kadar 2-CE yang terdeteksi pada sampel mi instan di Taiwan (0,34 ppm) masih jauh di bawah BMR 2-CE di Indonesia dan di sejumlah negara lain, seperti Amerika dan Kanada.
-
Kapan BPOM menetapkan batas migrasi BPA? Sementara di Indonesia, katanya, sejak 2019 BPOM menetapkan batas migrasi BPA pada kemasan pangan berbahan polikarbonat adalah 0,6 ppm.
-
Apa yang BPOM lakukan terkait BPA? BPOM sendiri memang telah mencoba untuk mengadopsi pelabelan bebas BPA atau Berpotensi Mengandung BPA pada Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Hal tersebut tentunya bertujuan untuk mengedukasi masyarakat agar lebih waspada terhadap potensi bahaya BPA bagi kesehatan tubuh, terutama untuk wanita hamil dan bayi.
-
Apa yang menjadi standar batas aman kadar bromat? Hasilnya menyatakan kadar bromat pada produk Le Minerale konsisten jauh di bawah ambang batas 10 parts per billion (ppb) atau 0,01mg/L.
-
Bagaimana cara BPOM mengantisipasi bahaya BPA? “Rencana regulasi tersebut menunjukkan negara hadir dalam melindungi kesehatan masyarakat. Pelaku usaha pastinya memahami rencana pelabelan ini dan kami berharap dukungan semua pemangku kepentingan“
-
Siapa yang menetapkan batas aman BPA? Lebih lanjut ia mengatakan bahwa otoritas keamanan pangan di Eropa, Amerika, hingga Indonesia memiliki ketentuan masing-masing dalam menentukan batas aman BPA bagi tubuh.
-
Kapan BPOM mengeluarkan aturan pelabelan BPA? Meskipun menimbulkan pro dan kontra, namun Epidemiolog Dicky Budiman menyatakan bahwa langkah BPOM ini sudah tepat dan penting dalam melindungi kesehatan masyarakat.'Yang pertama bahwa bicara label bebas BPA atau bisphenol A pada kemasan produk ini sebenarnya adalah langkah atau kebijakan yang cukup tepat dalam konteks kesehatan masyarakat,' kata Dicky dalam wawancaranya, Jumat (23/8/2024).
“Oleh karena itu, di Indonesia produk mi instan tersebut aman dikonsumsi, karena telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar,” kata BPOM dikutip dari siaran persnya, Kamis (27/4).
Menurut BPOM, sampai saat ini, Codex Alimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi standar pangan internasional di bawah World Health Organization/Food and Agriculture Organization (WHO/FAO) belum mengatur batas maksimal residu EtO. Beberapa negara pun masih mengizinkan penggunaan EtO sebagai pestisida.
Namun, sebagai langkah antisipasi untuk melindungi kesehatan masyarakat dan mencegah terjadinya temuan berulang terhadap produk sejenis yang berpotensi terhadap reputasi produk Indonesia, BPOM telah melakukan beberapa hal.
Di antaranya, menerbitkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida sebagai upaya pro aktif pemerintah memberikan perlindungan masyarakat dan acuan bagi pelaku usaha untuk segera melakukan mitigasi risiko.
Kemudian, melakukan sosialisasi atau pelatihan secara berkala kepada asosiasi pelaku usaha dan eksportir produk pangan termasuk eksportir ke Taiwan, terkait dengan peraturan terbaru yang berlaku di negara tujuan ekspor. Terakhir, mengusulkan EtO dan 2-CE sebagai priority list contaminant for evaluation by Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA).
BPOM mengaku sudah memerintahkan pelaku usaha termasuk PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk untuk melakukan tiga mitigasi risiko, guna mencegah terjadinya kasus berulang. Pertama, menjaga keamanan, mutu, dan gizi produk pangan olahan yang diproduksi dan diekspor serta memastikan bahwa produk sudah memenuhi persyaratan negara tujuan ekspor.
Kedua, memastikan penanganan bahan baku yang digunakan untuk seluruh produk baik lokal maupun ekspor agar tidak tercemar EtO. Caranya, memilih teknologi pengawetan bahan baku dengan menggunakan metode non fumigasi seperti sterilisasi uap pada pra-pengapalan, meminimalkan penggunaan bahan tambahan pangan yang mengandung residu EtO pada proses produksi dan/atau menggunakan teknik pengolahan suhu tinggi untuk memastikan EtO menguap maksimal.
“Ketiga, melakukan pengujian residu EtO di laboratorium terakreditasi untuk persyaratan rilis produk ekspor dan melaporkan kepada BPOM,” ujar BPOM.
BPOM mengaku telah melakukan audit investigatif sebagai tindak lanjut terhadap hasil pengawasan Otoritas Kesehatan Kota Taipei. Dia juga memastikan industri telah melakukan langkah-langkah mitigasi risiko untuk memastikan residu EtO memenuhi ketentuan.
Sejumlah cara dilakukan industri untuk memastikan hal tersebut, di antaranya, mengidentifikasi bahan baku yang potensial mengandung residu EtO. Kemudian, menetapkan persyaratan CoA residu EtO pada bahan baku impor dan menetapkan persyaratan evaluasi pemasok tidak menggunakan EtO untuk bahan baku lokal.
“Melakukan pengujian residu EtO di laboratorium internal yang terakreditasi sebagai bagian dari monitoring rutin kesesuaian spesifikasi bahan baku di sarana produksi maupun untuk rilis produk ekspor,” jelasnya.
BPOM berjanji terus melakukan monitoring dan pengawasan pre dan post-market terhadap sarana dan produk yang beredar. Termasuk inspeksi implementasi Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) di sarana produksi serta pelaksanaan sampling dan pengujian produk di peredaran untuk melindungi kesehatan masyarakat dan menjamin produk yang terdaftar di BPOM dan beredar di Indonesia aman dikonsumsi.
Sebagai informasi, otoritas kesehatan Kota Taipei, Taiwan melaporkan keberadaan EtO pada bumbu produk mi instan ‘Indomie Rasa Ayam Spesial’ produksi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, sebesar 0,187 mg/kg (ppm). Taiwan tidak memperbolehkan EtO pada pangan.
Metode analisis yang digunakan oleh Taiwan FDA adalah metode penentuan 2-Chloro Ethanol (2-CE), yang hasil ujinya dikonversi sebagai EtO. Oleh karena itu, kadar EtO sebesar 0,187 ppm setara dengan kadar 2-CE sebesar 0,34 ppm.
(mdk/tin)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Keberadaan senyawa bromat dalam air minum dalam kemasan sulit untuk dihindari.
Baca Selengkapnyanatrium dehidrosetat dalam dosis tinggi dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan.
Baca SelengkapnyaTemuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Mamuju ditemukan bakteri E-Coli dari sampel PMT tersebut.
Baca SelengkapnyaPara pedagang hanya diedukasi dan diingatkan agar tak mengulangi perbuatanya.
Baca SelengkapnyaDPR juga mengingatkan kepada produsen pangan agar terus menjaga keamanan dan kualitas mutu produknya.
Baca SelengkapnyaPlt Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Ema Setyawati mengungkapkan alasannya.
Baca SelengkapnyaMengonsumsi makanan yang mengandung natrium dehidroasetat berlebihan bisa memicu kanker sampai gangguan ginjal.
Baca SelengkapnyaAdapun bahaya yang ditimbulkan ke tubuh manusia bersifat akumulatif atau tidak langsung terasa.
Baca SelengkapnyaIni dilakukan karena ditemukan sejumlah pelanggaran regulasi perihal Jaminan Produk Halal (JPH).
Baca SelengkapnyaPenarikan ini usai BPOM menemukan kandungan natrium dehidroasetat (sebagai asam dehidroasetat) yang tidak sesuai dengan komposisi pada roti tersebut.
Baca SelengkapnyaRoti Okko yang mengandung natrium dehidroasetat merupakan senyawa berbahaya
Baca SelengkapnyaSelanjutya BPOM telah melakukan pembinaan kepada pedangnya untuk tidak menjual produk makanan yang mengandung zat kimia berbahaya.
Baca Selengkapnya