Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

'Isu perkawinan anak darurat nasional, 375 perempuan dipaksa menikah setiap hari'

'Isu perkawinan anak darurat nasional, 375 perempuan dipaksa menikah setiap hari' ilustrasi kekerasan anak. ©shutterstock.com

Merdeka.com - Sepanjang tahun 2016, angka perkawinan anak di kawasan Jawa Tengah dari sekitarnya cukup tinggi. Di tahun itu, tercatat ada 30.128 pengajuan dispensasi untuk perkawinan anak dan telah yang telah disahkan sebanyak 2.900 pernikahan.

Sekjen Koalisi Indonesia Jawa Tengah, Hanifa Muyasari, mengatakan kasus pernikahan anak di bawah umur paling banyak terjadi Wonosobo, Grobogan, Brebes, dan Banjarnegara.

"Meski tidak mendapat pengesahan, banyak perkawinan anak tetap berlangsung. Caranya dengan nikah bawah tangan atau menaikkan umur, sehingga tidak perlu dispensasi pendaftaran," jelasnya di Gedung Gradika Bhakti Praja, Senin (20/11).

Temuan ini, kata dia, sebuah fenomena gunung es. Apalagi dalam faktanya, angka tersebut tiga kali dari data yang ada.

Ditambahkan Sekjen KPI, Dian Kartika Sari, bila mengacu pada UU Perkawinan, usia yang diperbolehkan menikah adalah 16 tahun untuk perempuan dan 18 tahun untuk laki-laki. "Idealnya usia menikah itu di 21 tahun, saat sudah siap secara mental, ekonomi, dan fisik, psikologi," terangnya.

Bahayanya lagi, kata dia, sebagian besar perkawinan terjadi karena kehendak orangtua. "Alasannya orangtua ingin melepas beban ekonominya. Selain juga untuk menarik tenaga kerja, terutama di bidang pertanian," jelasnya.

Sementara untuk perkawinan yang terjadi karena kehamilan anak, jumlahnya tidak sampai 10 persen.

Dian berharap, pemerintah memberi perhatian terhadap persoalan perkawinan anak. Salah satunya dengan mendekatkan fasilitas pendidikan ke pedesaan. Selain itu juga memberi bekal pengetahuan serta pendidikan kepada calon orangtua.

Sementara Deputi Menteri Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lenny N Rosalin, mengatakan, selain akibat desakan ekonomi, faktor pendidikan dan budaya juga turut memberi andil dalam tingginya angka perkawinan anak.

Menurut Lenny, orangtua biasanya merasa malu bila anak perempuannya terlambat menikah karena takut menjadi perawan tua dan tidak laku. "Faktor kemiskinan pun menjadi latar belakang yang kuat. Banyak orangtua yang menganggap apabila anak perempuannya segera dinikahkan dapat membantu ekonomi keluarga," ujar Lenny.

"Isu perkawinan anak ini sudah darurat nasional. Setidaknya satu dari 9 anak perempuan menikah di bawah umur 18 tahun atau dengan kata lain sekitar 375 anak perempuan di seluruh Indonesia dipaksa menikah setiap harinya," paparnya.

Lenny menyatakan isu perkawinan anak harus diperangi bersama-sama. Masyarakat harus diberi kesadaran bahwa perkawinan anak merupakan bentuk kekerasan, diskriminasi, dan pelanggaran hak anak dalam menikmati kualitas hidup yang baik, sehat, serta tumbuh berkembang.

Di Jawa Tengah, kata Lenny, kasus perkawinan anak juga termasuk yang tertinggi. Pada 2016, BKKBN mencatat temuan 3.876 perkawinan anak terjadi di Jawa Tengah. Tingginya angka perkawinan anak berdampak pada meningkatnya angka kematian bayi di Jateng. "Tercatat 358 kasus kematian dalam 100.000 kelahiran bayi," jelas Lenny.

(mdk/lia)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP