Jeritan Pedagang Kaki Lima di Tengah Pandemi Corona

Merdeka.com - Sudah tiga pekan Abdullah tak menjajakan dagangan di SDN 11 Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur.
Aktivitas belajar dan mengajar di rumah akibat wabah Corona Virus Disease (Covid-19) dirasakan betul oleh Abdullah (70). Kebijakan pemerintah mengimbau sekolah menerapkan belajar dan mengajar di rumah guna mencegah penyebaran Covid-19 membuat Abdullah tak bisa menjajakan dagangannya.
Pria paruh baya ini biasanya berjualan minuman ringan di SDN 11 Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur. Namun sejak sekolah menerapkan sistem pembelajaran di rumah tiga pekan lalu, usaha dilakoni Abdullah terpaksa ikut dirumahkan.
"Sudah tiga minggu saya tidak berjualan, karena anak sekolah diliburin, lebih baik diem di rumah aja pemasukan tidak ada kan," ujar Adbullah saat ditemui merdeka.com, di Jakarta, Jumat (3/4).
Abdullah pun harus memutar otak guna dapur rumah tetap ngebul. Kendati langkah kakinya kali ini lebih jauh, dia pun tetap melakoni untuk menjajakan dagangannya. Padahal jarak kediamannya ke sekolah kurang lebih hanya 500 meter.
Akan tetapi upayanya itu pun tak membuahkan hasil banyak. Terlebih setelah pemerintah meminta masyarakat melakukan kegiatan di rumah dan menjaga jarak. Akibatnya nihilnya pemasukan, Abdullah bersama keluarga terpaksa meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Buat sehari-hari ya saya minjam sana-sini tabungan juga udah menipis. Biasanya kalau kerja sehari bisa Rp 300-500 sekarang kan tidak ada," katanya.
Hal serupa dirasakan pedagang nasi goreng di Rawa Maya II, Beji, Depok, Jawa Barat, bernama Arjosumarto. Sejak pemerintah mengimbau warga beraktivitas di rumah, penikmat nasi gorengnya sepi pembeli. Alhasil hal itu berdampak terhadap pemasukan keuangannya.
Pria yang disapa Pakdeh ini mengungkapkan sebelum wabah Covid-19 melanda Indonesia, per hari paling sedikit melayani 10 piring. Akan tetapi sejak Covid-19, pendapatannya merosot tajam.
"Biasanya itu sehari paling dikit 10 piring, eh sekarang 7 piring aja udah banyak banget. Kadang malah cuma 5 atau 6 piring aja," ujar Pakdeh kepada merdeka.com.
Dampak Covid-19 pedagang es dawet bernama Parikem di Beji, Depok. Dia mengaku sangat rugi, karena hampir setiap hari ia harus membuang dagangannya itu jika tidak habis terjual. Akibat pemasukan minim, ia pun sampai rela membongkar tabungan atau celengannya itu untuk menambah modal jualannya. Karena, modal yang ia keluarkan sebelumnya belum kembali.
"Ini aja udah sampe ambil uang dari tabungan Rp1.500.000. Ya abis mau gimana lagi, setiap hari paling banyak cuma 4 gelas yang ke jual," katanya.
Menurutnya, turunnya peminat orang untuk membeli es dawet lantaran untuk menghindari virus corona. Karena, masyarakat kini lebih sering meminum air hangat ketimbang air dingin atau es.
"Katanya kan kalau lagi gini jangan minum es dan lebih sering minum (air) hangat. Yang biasanya beli aja bilang lagi enggak minum es dulu, tapi minum air hangat," ungkapnya.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya