Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Keluarga korban pertanyakan Jokowi tak pernah sebut tragedi Tanjung Priok

Keluarga korban pertanyakan Jokowi tak pernah sebut tragedi Tanjung Priok jokowi blusukan ke tanjung priok. ©2015 merdeka.com/arie basuki

Merdeka.com - Keluarga korban tragedi berdarah Tanjung Priok 1984 mempertanyakan komitmen Presiden Joko Widodo dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Jokowi dianggap abai dan tak memiliki niat menyelesaikan tragedi pelanggaran HAM masa lalu.

"Jokowi tak pernah menyebut tragedi Tanjung Priok selesai atau tidaknya," kata salah satu keluarga korban tragedi Tanjung Priok, Wanma Yetty di Gedung HDI Hive Menteng, Jalan Probolinggo, Jakarta Pusat, Senin (11/9).

Yetty mengatakan, korban tragedi Tanjung Priok masih menanti pertanggungjawaban negara. Apakah negara akan mengakui bersalah atau sebaliknya.

"Keluarga korban hanya membayangkan kapan kita dapat kebenaran kepastian dari negara," ucapnya.

Dia menuturkan, sebetulnya tidak sulit bagi pemerintah menyelesaikan tragedi Tanjung Priok. Sebab, korban maupun pelaku masih ada di Tanah Air ini. Bahkan, pelaku mendapatkan posisi strategis di lembaga UKP PIP.

"Pelaku yang masih hidup sampai sekarang adalah Tri Sutrisno itu pun tidak tersentuh, tidak terseret, bahkan dilindungi," katanya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menjelaskan tragedi berdarah Tanjung Priok 1984. Pada 12 September 1984, sebuah demonstrasi lanjutan mengkritik pemberlakuan asas tunggal Pancasila terjadi di Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Demonstran berorasi dan mengultimatum pihak militer guna melepaskan empat orang yang ditahan. Sewaktu tuntutan pembebasan pada jam 11 malam tak dipenuhi, sekitar 1.500 orang berjalan menuju Komando Rayon Militer (Koramil) dan pos polisi tempat empat orang tersebut ditahan.

Di perjalanan, pasukan bersenjata menembaki hingga menewaskan paling tidak 23 orang dan menahan puluhan lainnya yang juga disiksa. Enam belas tahun kemudian, Komnas HAM (Hak Asasi Manusia) menyimpulkan peristiwa itu sebagai pelanggaran HAM berat dan menyerahkan ke Jaksa Agung guna dibawa ke meja hijau.

Setidaknya 12 dari 14 orang tersangka bersalah melakukan pelanggaran HAM berat. Namun pada 2006 semua yang dituntut bersalah itu dinyatakan bebas oleh Mahkamah Agung. Jaksa Agung tidak menuntut pemberi komando sebagai pihak bersalah sesuai laporan Komnas HAM. (mdk/bal)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP