KLHK Jawab Tudingan Hutan di Kalsel Gundul: Sampaikan Data Ada Aturan Mainnya
Merdeka.com - Musibah banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan begitu menyorot perhatian. Betapa tidak, meski beberapa hari cuaca cerah, namun faktanya ketinggian air masih terus terjadi, banjir tak kunjung surut.
Beberapa pihak menilai banjir terjadi lantaran alih fungsi lahan di Kalimantan yang terlampau lewati batas. Setengah lahan di sana disebut-sebut sudah dikuasai pertambangan dan kelapa sawit. Sejumlah data sebagai penguat juga berseliweran di media sosial.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Belinda Margono mengatakan sejumlah informasi dengan menggunakan data biasa muncul saat bencana menimpa suatu daerah. Namun, dalam memaparkan data pun ada aturan mainnya.
"Data yang ada di Indonesia ini ada tata aturan mainnya, jadi data apa itu harusnya menggunakan institusi dari mana," kata Belinda saat konferensi pers, Selasa (19/1).
Ia menganalogikan informasi soal tutupan lahan serta perubahannya ada di KLHK bagian Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Lingkungan (PKTL).
"Ada juga mengenai info lainnya. Jadi ini ada tata aturan main yang keluar dari BIG selaku induk kebijakan satu peta. Ini tentu untuk menghindari dispute (perdebatan) dan kebingungan berbagai pihak mengenai data mana yang resmi dan bisa dipakai," sambungnya.
Pun ia mengklaim aturan main tata olah data sudah berjalan di KLHK selama 20 tahun. "Sistem ini sudah berjalan selama 20 tahun, dari 2000 sampai sekarang.Untuk proses pembuatan data ini pun, kita tidak kerja sendiri," katanya.
Data-data yang dimiliki KLHK, klaim Belinda, sudah melalui beberapa proses termasuk pengecekan di lapangan.
"Data ini termasuk checking lapangan, jadi tidak ada yang menggunakan model, estimasi. Dengan menggunakan data riil, kondisi yang ada di pulau Kalimantan itu tidak seperti yang di medsos," klaimnya.
Sebelumnya, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyatakan banjir yang menerjang Kalimantan Selatan disebabkan alih fungsi lahan. Koordinator Jatam, Merah Johansyah mengatakan 50 persen lahan di Kalimantan Selatan sudah dikuasai pertambangan dan kelapa sawit.
Banjir merendam Kalimantan Selatan pada 12 Januari 2021. Banjir ini menyebabkan 15 warga meninggal dunia, 39.549 jiwa mengungsi, 24.379 rumah terendam dan 10 kabupaten dan kota terdampak. Pemerintah Kalimantan Selatan telah menetapkan status tanggap darurat bencana banjir sejak 14 Januari 2021.
"Jadi dari banyak data-data menyebutkan 1,2 juta hektare dari luas Kalsel sudah konsesi pertambangan, sudah berubah alih fungsi lahan, hutannya sudah gundul mengalami deforestasi," ujarnya saat dihubungi merdeka.com, Selasa (19/1).
Pengalihan fungsi lahan 1,2 juta hektare membuat kawasan hutan di Kalimantan Selatan menjadi kritis. Sehingga saat hujan turun dengan intensitas sedang, hutan tak bisa menyerap air dengan baik. Akibatnya, air hujan mengalir ke sungai dan meluap.
Senada, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyono mengatakan, banjir di Kalimantan Selatan kali ini disebabkan karena 50 persen lahan di Kalimantan Selatan telah beralih fungsi menjadi tambang batubara dan perkebunan sawit.
Menurutnya, curah hujan yang tinggi tidak akan menyebabkan banjir jika luas hutan primer dan sekunder tidak terkikis.
"Dari 3,7 juta hektar luas lahan di Kalimantan Selatan, 1,2 juta hektar dikuasai pertambangan, 620 hektar kelapa sawit," kata Kisworo kepada merdeka.com, Senin (18/1).
Dia memaparkan, 33 persen lahan atau 1.219.461,21 hektar sudah dikuasai izin tambang, sementara 17 persennya atau 620.081,90 hektar sudah dijadikan perkebunan kelapa sawit. Sementara itu, luas hutan sekunder 581.188 hektar dan luas hutan primer hanya 89.169 hektar.
"15 persen atau 234,492,77 hektar IUPHHK-HA (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam) dan 6 persen atau 567.865,51 hektar IUPHHK-HT (Hutan Tanaman). Hutan sekunder hanya 89.169 hektar, hutan primer 581.188 hektar," ujarnya.
"Sisa lahan hanya 29 persen," ungkap Kisworo.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kepala BMKG Sebut Data Kelautan yang Akurat dan Andal Penting untuk Hadapi Perubahan Iklim
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menilai saat ini kondisi bumi mengkhawatirkan dan tidak mudah diprediksi.
Baca Selengkapnya229,54 Ha Hutan dan Lahan di Jambi Terbakar, Jenderal Bintang Satu Tuding Ini Penyebabnya
Sebanyak 229,54 hektare hutan dan lahan di Jambi terbakar dalam delapan bulan terakhir. Kebakaran itu paling banyak dipicu ulah masyarakat.
Baca SelengkapnyaMenkes Beberkan Data Jumlah Petugas Pemilu 2024 Meninggal Turun Dibanding 2019
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut, data petugas pemilu 2024 yang meninggal tahun ini turun jauh ketimbang tahun 2019.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Tak Kalah Indah dari Kawah Ijen, Intip Pesona Sungai Kalipait Bondowoso Mengalir Membelah Hutan dan Tebing Batu
Airnya sangat jernih hingga membuat dasar sungai tampak jelas
Baca SelengkapnyaDewas KPK Umumkan Hasil Sidang Etik Firli Bahuri 27 Desember
Tumpak mengatakan putusan hasil sidang etik tersebut sudah disepakati oleh seluruh anggota Dewas KPK. Termasuk tanggal sidang pembacaan putusan tersebut.
Baca SelengkapnyaMedia Sosial Mulai Hangat Jelang Pemilu 2024, Ini Pesan Kapolri
Jenderal Bintang Empat tersebut pun mewanti-wanti pentingnya menjaga kerukunan dan perdamaian selama proses pemilu.
Baca SelengkapnyaMenkominfo Take Down 1.971 Berita Hoaks di Media Sosial Terkait Pemilu
Sisa berita hoaks lainnya tidak diturunkan, melainkan hanya diberikan stempel hoaks karena dianggap tidak terlalu berbahaya.
Baca SelengkapnyaHeboh Pohon Beringin Tua di Alun-Alun Kota Blitar Tumbang, Puluhan Orang Luka-Luka
Kejadian itu bertepatan dengan hujan disertai angin kencang yang melanda Blitar.
Baca SelengkapnyaPerjuangan Polisi di Pelosok, Tiga Hari Jalan Kaki Kawal Distribusi Logistik Pemilu dan Terancam Dimangsa Binatang Buas
Polisi itu harus mendaki gunung, melewati hutan belantara dan menerjang beberapa sungai deras untuk menuju perkampungan.
Baca Selengkapnya