KPAI bakal gugat sistem full day school jika tak dikaji ulang

Merdeka.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bakal menggugat kebijakan sekolah 5 hari dengan waktu 8 jam atau full day school ke Mahkamah Agung. Langkah itu akan dilakukan apabila Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak mengkaji ulang kebijakan tersebut.
"KPAI menginginkan adanya telaah ulang, revisi kalau tidak dicabut. Kalau tidak itu semua kami mempertimbangkan langkah-langkah hukum salah satunya dengan cara apa? Uji materi dan uji formil ke MA," kata Ketua KPAI Asrorun Ni'am dalam diskusi bertajuk 'Ribut-ribut Full Day School' di Resto Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (17/6)
Asrorun menyebut sejumlah catatan yang mengharuskan Mendikbud mengkaji ulang kebijakan tersebut. Dia menyebut kebijakan harus melihat keberagaman kondisi anak. Menurutnya, diperpanjangnya waktu di sekolah, potensi bullying kepada anak semakin besar.
"Karena ada yang punya kegiatan yang lain. Nah ini yang harus dioptimalisasi bahwa pembangunan karakter menjawab fasilitas siswa itu lebih penting. Karena banyak sekolah yang tidak memiliki fasilitas. Akhirnya mereka berinteraksi dengan sesama terjadilah bullying. Terjadi lah kekerasan," terangnya.
Kemudian, satuan pendidikan sangat minim lingkungan yang ramah untuk anak. Seharusnya dalam sistem pendidikan menempatkan anak sebagai subjek namun hal tersebut justru sebaliknya. Anak kerap menjadi objek dari kepentingan tertentu.
"Harusnya sistem pendidikan anak di sekolah porosnya adalah anak sebagai subjek, kepentingannya bermuara kepada anak, seluruh instrumen itu tersedia untuk kepentingan kompabilitas dan peningkatan harkat dan martabat anak sesuai dengan potensinya," tandasnya.
Tak hanya itu, menurut Asrorun, penambahan waktu tanpa disertai penguatan karakter guru dan kompetensi baik itu sosial dan profesionalitasnya justru berpotensi munculnya peningkatan kekerasan dari guru ke anak didik.
"Karena guru akan jenuh hasil dari kejenuhan itu apa? Emosi. Dan yang paling dekat pelampiasan itu larinya ke siapa? Ke anak," tegasnya.
Catatan lainnya, yakni menyangkut kondisi dan kesiapan infrastruktur di tiap sekolah yang berbeda-beda. Oleh karena itu, Kemendikbud lebih baik memperbaiki infrastruktur pendukung di sekolah sebelum menerapkan kebijakan tersebut.
"Dan faktanya sekarang tidak disediakan infrastruktur itu juga belum merata apalagi sekolah-sekolah yang SD. Kan kita bisa lihat, berapa sekolah yang memiliki fasilitas olahraga memadai," tutupnya.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya