Madiasto, kisah sherpa dari Desa Ranu Pani
Merdeka.com - Namanya Madiasto, usianya baru 18 tahun. Meski tergolong masih sangat muda, tapi untuk urusan membelah gelapnya hutan dan menapaki ketinggian Gunung Semeru, Madiasto cukup ahli. Tubuhnya juga tidak kekar, tapi cukup kokoh untuk membawa beban hingga lebih dari 20 kg di pundaknya. Baginya, berjalan kaki berpuluh-puluh kilometer dengan beban berat di pundaknya, hal biasa.
Madiasto cukup dikenal di Desa Ranu Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Di desa yang berada di ketinggian 2.300 meter di atas permukaan laut (mdpl), Madiasto tumbuh dewasa. Kehidupannya pun sangat dekat dengan gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut. Dia adalah satu dari sekian banyak sherpa atau porter bagi para pendaki Gunung Semeru.
Sherpa lebih dikenal dengan experince guide atau sejenis penunjuk jalan yang cukup berpengalaman dalam sebuah pendakian gunung. Bagi sebagian orang, sherpa mungkin masih asing. Orang lebih mengenal dengan sebutan porter atau guide. Sebutan tersebut disematkan karena jasa mereka sebagai pembawa barang sekaligus pengantar para pendaki menuju puncak gunung.
-
Apa yang memotivasi pendaki? Rasa Lelah mendaki yang kamu rasakan akan sebanding dengan inspirasi yang kamu dapatkan.
-
Dimana pendaki ditemukan? 'Korban yang hilang ini kita tidak tahu masuk kelompok mana dia. Pencarian juga kita mempertimbangkan cuaca, jangan sampai nanti korban bertambah,' sebutnya.
-
Bagaimana pendaki mencapai puncak? Ada beberapa jalur yang dapat ditempuh untuk mendaki Gunung Salak. Puncak yang umumnya menjadi tujuan pendaki adalah Salak I. Alternatif jalur lainnya termasuk melalui 'jalan belakang' melalui Cidahu, Sukabumi, atau dari Kawah Ratu, yang berdekatan dengan Gunung Bunder.
-
Bagaimana penulis dan teman-temannya mengatasi kebosanan saat mendaki gunung? Ada banyak pendaki lain yang mencapai puncak itu lebih cepat dari kami. Kami menunggu matahari terbit sambil memasak beberapa makanan dan minum kopi untuk menghangatkan badan. Yang lainnya menyanyikan beberapa lagu bersama, berbagi cerita atau rebahan di tanah untuk beristirahat.
-
Apa yang terjadi pada pendaki Gunung Marapi? Sebanyak 74 dari 75 pendaki Gunung Marapi telah ditemukan. Di antara korban yang sudah ditemukan terdapat 22 orang meninggal dunia.
-
Siapa yang mendaki gunung bersama Putri? Biasanya, waktu senggang Putri digunakan untuk bermain bersama teman-temannya di sawah, sungai, dan bahkan mendaki gunung.
Bagi Madiasto, menjadi seorang porter atau sherpa, seperti pekerjaan turun temurun. "Bapak saya juga dulu porter, sekarang sudah tidak lagi mas," ujar Madiasto saat berbincang dengan merdeka.com ketika menapaki jalur pendakian Gunung Semeru, Jawa Timur, pekan lalu.
Dia cukup cekatan membantu para pendaki membawa barang. Kakinya pun cukup lincah dan kuat menapak jalan setapak. Langkahnya cukup konsisten berjalan di tengah gelapnya hutan. Meski dengan penerangan seadanya, dia mampu berjalan cukup cepat. Jika rata-rata pendaki membutuhkan waktu sekitar 4 jam dari Ranu Pani ke Ranu Kumbolo, Madiasto hanya butuh waktu 2 jam saja. Hal itu wajar jika mendengar pengalamannya menaklukkan Mahameru.
"Saya pertama kali mendaki Gunung Semeru umur 12 tahun,"katanya dengan logat khas Jawa Timur.
Kecepatan dan kekuatan porter terkadang membuat para pendaki malu. Terlebih, mereka selalu berjalan paling depan, bahkan jauh meninggalkan para pendaki yang larut dalam kebanggannya dan ambisinya ingin menaklukkan Mahameru.
Kekaguman juga muncul dari kesederhanaan porter yang hanya menggunakan pakaian dan sepatu seadanya. Para sherpa dari Desa Ranu Pani ini juga sangat ramah. Meski membawa beban yang berat, mereka dengan senyum ramah menyapa para pendaki yang berpapasan dengan mereka di tengah jalur pendakian. Tak tampak raut wajah kelelahan meski beban yang dibawa cukup menguras tenaga.
Bagi Madiasto, menjadi seorang porter adalah pekerjaan tetap sekaligus sampingan. Mata pencaharian lainnya adalah seorang petani. Madiasto membantu ayahnya bertani di ladang perkebunan di desa yang berada di kaki Gunung Semeru tersebut. Madiasto kembali ke ladang jika pihak balai besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) menutup sementara aktivitas pendakian.
"Kalau pendakian ke Semeru ditutup, ya kami bertani mas," ucapnya.
Hidup menyatu dengan alam telah menempa Madiasto menjadi lebih kuat menahan rasa dingin yang menjalar ke sekujur tubuh. Padahal, tubuh kecilnya hanya berbalut sweater yang tidak terlalu tebal untuk menahan suhu udara yang saat itu sekitar 10 derajat celcius. Untuk menghangatkan tubuh dari dinginnya kabut di Danau Ranu Kumbolo atau di Kalimati, Madiasto dan porter lainnya mengandalkan api unggun.
Mereka pun tak segan mengajak para pendaki untuk ikut serta menghangatkan tubuh dengan berkumpul di sekeliling api unggun. Suasana akrab dan hangat antara pendaki dan porter tergambar jelas di antara cahaya api unggun. Sambil mereguk kopi atau teh manis hangat untuk mengusir dingin malam itu.
Madiasto mengaku sudah terbiasa dengan semua kondisi alam dan tuntutan dari pekerjaannya sebagai porter. Dia menceritakan pengalamannya harus bolak balik 3 kali dalam sehari dari Ranu Pani ke Ranu Kumbolo yang jika ditotal jaraknya bisa mencapai lebih dari 30 kilometer. Untuk jasanya sebagai seorang porter, Madiasto dan kawan-kawan hanya dibayar Rp 150.000 sehari.
"Itu hasil kesepakatan di paguyuban,"jelasnya.
Semua porter Gunung Semeru tergabung dan dikoordinir dalam sebuah paguyuban. Mereka bisa menggelar pertemuan sekali dalam sebulan. Semua porter Gunung Semeru adalah warga Desa Ranu Pani. Di bawah komando mas Yudi, Madiasto dan porter lainnya diajarkan untuk menjadi porter yang profesional. Mereka tidak hanya menawarkan jasa membawa barang bawaan pendaki, menjadi penunjuk jalan, membantu mengambil air, mendirikan tenda, hingga mengantar menuju puncak Mahameru saja, tapi juga arif dalam sikap. Yang utama jujur dalam bekerja dan bersikap ramah.
"Termasuk ke pendaki dari luar negeri," ucapnya.
Kehidupan Madiasto dan kawan-kawan lainnya sebagai sherpa atau porter menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keindahan Gunung Semeru. Jika sebagian pendaki beranggapan bahwa mendaki gunung untuk melepaskan diri dari hingar bingar kehidupan perkotaan, tapi bagi para sherpa, mendaki gunung adalah sebuah upaya menyambung hidup. (mdk/ian)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tak jauh dari Desa Ranu Pani, terdapat sebuah danau yang terus mengalami pendangkalan
Baca SelengkapnyaAlih-alih membawa mie, pria ini justru membuat nasi tumpeng hingga bakso di puncak Gunung Rinjani.
Baca SelengkapnyaKarena erupsi, Ridho bersama dua teman lainnya pun terpisah dari rombongan.
Baca SelengkapnyaEmpat pendaki yang sempat dikabarkan tersesat di Gunung Sanghyang, Kabupaten Tabanan, Bali, akhirnya ditemukan dalam keadaan selamat.
Baca SelengkapnyaGunung ini merupakan puncak tertinggi kawasan pegunungan Kendeng.
Baca SelengkapnyaGunung dengan pengalaman pendakian yang menantang melalui jalur terpanjang di pulau Jawa. Tidak hanya penuh keindahan alamnya namun penuh mitos dan misteri.
Baca SelengkapnyaMereka tidak menuju pusat keramaian kota, melainkan mendatangi hutan bersama keluarga untuk melakukan beberapa kegiatan.
Baca SelengkapnyaBeberapa gunung di Indonesia diliputi kisah-kisah mistis yang berkaitan dengan pertapaan.
Baca SelengkapnyaDi gunung, mereka justru mampu memasak tumpeng nasi kuning hingga bakso kuah.
Baca SelengkapnyaSyawalan itu digelar di puncak bukit. Puluhan ribu warga hadir dalam acara itu
Baca Selengkapnya13 pendaki tersebut terpisah menjadi dua kelompok. Masing-masing 10 orang dan 3 orang.
Baca SelengkapnyaBelasan pendaki tersebut merupakan jemaah Majelis Buni Kasih.
Baca Selengkapnya