Menristekdikti Dorong Perguruan Tinggi Kembangkan Baterai Untuk Masa Depan
Merdeka.com - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir, mengunjungi Unit Produksi Battery Lithium di Gedung Pusat Pengembangan Bisnis UNS Jalan Slamet Riyadi, Purwosari Solo, Jumat (31/5).
Dalam sambutannya, Nasir, mengatakan, hingga saat ini kebutuhan baterai masih menjadi masalah di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan ketergantungan industri dalam negeri terhadap impor.
Menurut dia, saat ini nilai baterai antara 35 hingga 40 persen dari seluruh ongkos produksi. Jika bisa diefisienkan menjadi 20 persen, maka ongkos produksinya bisa ditekan.
-
Berapa harga baterai mobil listrik? Harga baterai sebuah mobil listrik dapat mencapai Rp500 jutaan.
-
Bagaimana cara meningkatkan efisiensi produksi? Dengan meningkatkan efisiensi produksi, biaya produksi dapat ditekan, yang pada gilirannya dapat mengurangi tekanan inflasi. Pemerintah bisa memberikan insentif kepada perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dengan memberikan bantuan dalam bentuk pelatihan karyawan, investasi di bidang teknologi dan infrastruktur, atau mengurangi beban regulasi yang menghambat produktivitas.
-
Kenapa harga baterai mobil listrik mahal? Salah satu alasan utama mobil listrik mahal adalah harga baterainya yang tinggi.
-
Bagaimana Pertamina mencapai efisiensi biaya? Sepanjang tahun 2023 sebanyak 301 program Cost Optimization dijalankan mulai dari strategi finansial maupun operasional.
-
Bagaimana ilmuwan meningkatkan baterai berbasis air? Dengan mengubah campuran kimia yang ada di dalam baterai berbasis air, tim peneliti dapat meningkatkan kepadatan energi dan kinerja keseluruhan baterai berbasis air ini.
"Sekarang ini yang harus dilakukan adalah, perguruan tinggi atau peneliti mampu mengembangkan baterai demi masa depan yang lebih baik," ujarnya.
Atas dasar itu, pihaknya mengembangkan pusat penelitian baterai di UNS. Namun yang menjadi permasalahan adalah bahan baku, yaitu lithiumnya masih impor. Terkait hal itu menteri di Indonesia sebenarnya terdapat bahan baku. Namun belum bisa proses, maka saat ini pihaknya sedang mengembangkan teknologinya di Halmahera.
"Dengan demikian, ke depan baterai bisa menjadi salah satu alternatif energi terbarukan. Pengembangan energi terbarukan penting dilakukan, karena jika terus mengandalkan bahan fosil ketersediaannya sangat terbatas," katanya.
Menurut dia, dari 100 persen energi yang dimanfaatkan di Indonesia, 77 persennya berasal dari fosil, sedangkan sisanya dari energi terbarukan. Per tahun 2017, kebutuhan fosil mencapai 400.000 barel/hari dengan biaya mencapai 17,6 miliar dolar/tahun.
"Ini makin lama akan makin terbatas," katanya.
Pada pengembangan motor listrik Gesits oleh industri dalam negeri, kata menteri, baterai mengambil peranan penting. Jika dilihat dari kompetitor, seperti Honda, harganya mencapai Rp60 juta, sedangkan yang dijual oleh Gesits hanya Rp23 juta.
"Baterailah yang jadi tumpuan, nilainya 30 persen dari 'cost' tersebut. Jadi tepat UNS mengembangkan baterai lithium dan saat ini sudah masuk ke industri," katanya.
Rektor UNS Jamal Wiwoho menambahkan, pengembangan baterai lithium UNS dimulai sejak tahun 2012 sejalan dengan pencanangan program Mobil Listrik Nasional (MOLINA). Baterai yang dikembangkan tersebut berjenis lithium ion dengan ukuran 18650.
"Sampai saat ini, jenis yang dikembangkan adalah Lithium Ferro Phosphate (LFP) dan Nickel Cobalt Aluminium Oxide (NCA). Teaching Factory Battery Lithium UNS sampai saat ini mampu memproduksi 1.000 sel/hari dengan kapasitas 5 KWh untuk jenis LFP dan 10 KWh untuk jenis NCA," jelasnya.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Harga baterai kendaraan listrik telah turun hingga 90 persen, antara 2008 hingga 2023
Baca SelengkapnyaPusat Baterai EV Indonesia Bakal Dibangun di Morowali
Baca SelengkapnyaUntuk penerapannya, Eniya melihat peluang di kawasan Indonesia Timur. Sebab, beberapa wilayah di sana masih belum punya sistem jaringan memadai.
Baca SelengkapnyaHarga mobil listrik diprediksi lebih murah dari mobil konvensional dalam tiga tahun, berkat penurunan harga baterai dan efisiensi produksi.
Baca Selengkapnyapemerintah Jepang akan mendanai 12 proyek yang berfokus pada baterai EV
Baca SelengkapnyaSalah satu aspek yang sering diabaikan oleh pelaku bisnis adalah ketersediaan sumber energi listrik yang terjangkau dan berasal dari sumber rendah karbon.
Baca SelengkapnyaIndonesia juga telah membangun industri daur ulang baterai motor listrik dan mobil listrik di Morowali.
Baca SelengkapnyaPabrik baterai ini merupakan pabrik baterai pertama dengan TKDN sebesar 20 persen.
Baca SelengkapnyaPermintaan baterai lithium ion diperkirakan akan meningkat lantaran meroketnya kebutuhan akan kendaraan listrik dan penyimpanan energi.
Baca SelengkapnyaVolkswagen dan Ford Tertarik Investasi EV di Indonesia
Baca SelengkapnyaArifin juga angkat suara terkait wacana Kementerian Perindustrian yang akan membatasi penggunaan kendaraan listrik yang menggunakan baterai berbasis LFP.
Baca SelengkapnyaKombinasi PLTS dan baterai bisa menjadi solusi yang melengkapi
Baca Selengkapnya