Pasar Loak Kebayoran Lama, Pesona Thrifting dan Jejak Nostalgia
Nama Pasar Loak Kebayoran Lama menjadi surga bagi para pecinta barang-barang jadul.
Pasar Loak Kebayoran Lama, Pesona Thrifting dan Jejak Nostalgia
Pasar Loak Kebayoran Lama terus memukau hati mereka yang merindukan sentuhan vintage.
Tren "Thrifting" melayang di udara, merayap dalam kalangan anak muda yang terpikat oleh pesona barang-barang bekas, mulai dari pakaian hingga barang elektronik, dengan harga yang ramah di dompet.
Seolah terhanyut dalam kenangan, langkah-langkah bergerak lamban di lorong Pasar Loak Kebayoran Lama. Di setiap sudut, benda-benda usang bak narator bisu yang mengisahkan masa lalu walaupun dengan hanya melihatnya.
Kala langkah kaki mengelilingi Pasar Loak Kebayoran Lama, para pedagang terbagi menjadi dua bagian. Sebagian menjajakan barang-barangnya di toko-toko kecil, sementara yang lain memilih menjualnya dengan di emperan beralaskan terpal ataupun kayu.
Dalam kegaduhan pasar yang bercampur dengan suara kendaraan, penjual-penjual menawarkan beragam dagangan mereka, dan di antara mereka, Rohman yang telah berjualan sejak tahun 2007, menjadi saksi perubahan signifikan yang melanda pasar ini sejak ia memulai usahanya.
"Dulu belum serame sekarang, tapi saya jualan udah dari lama, sebelum 2007 juga itu udah banyak yang jualan, cuma memang belum seramai kaya sekarang. Kalau saya dagang dari anak SMP sampai sekarang dia sudah kerja, dagang juga dia," tutur Rohman kepada Merdeka.com, Selasa (19/12).
Menjajakan kabel-kabel elektronik, seperti earphone bekas, Rohman mengungkapkan betapa telitinya ia ketika berburu barang dagangannya.
"Saya nyari kabel-kabel headset, data, ini di Tanah Abang atau di tempat-tempat yang saya tahu, saya cari ke mana aja," ujarnya dengan senyum.
Tidak hanya menjual kabel bekas, ia juga menjual baju bekas atau thrifting yang kini tengah menjadi tren. Tak peduli dengan beragam model potongannya, Rohman memukul harga sama untuk setiap pakaian yang dijualnya, yakni seharga Rp20.000.
Anaknya yang bekerja di apartemen, menjadi distributor utama untuk pasokan baju bekas.
"Saya dapat baju-baju ini dari anak saya yang bekerja di apartemen. Barangnya bagus, bukan beli kiloan seperti yang dijual di Senen. Saya juga jualnya murah, cuma Rp20.000 aja, padahal baju-bajunya tuh coba liat bermerek," jelasnya.
Bermain dengan barang elektronik bekas, Rohman mengakui risiko keuntungan yang tak pasti.
"Kalau membeli barang elektronik bekas, itu main untung-untungan. Kadang pas saya beli masih berfungsi, tapi pas saya jual malah tanda-tanda rusak," ungkapnya.
Di seberang pasar, Firman dan Rubi, dua pedagang lainnya turut berbagi kisah perjuangan mereka.
Firman mengungkapkan sumber pasokan baju bekasnya datang dari para penghuni komplek, sementara Rubi mendapatkan barang dari orang kalangan mampu.
"Mereka sering ngasih baju yang enggak dipakai, atau kadang dijual murah. Makanya barangnya bagus cakep, enggak ada yang bolong. Itu kaya blazer yang dipajang, satu set saya lepas Rp65.000 aja, bahannya bagus kan coba pegang," kata Rubi.
Bagi Rubi, Handphone Nokia menjadi intisari antik yang terhampar di dagangannya. Meski dalam keadaan tak berfungsi, Rubi menceritakan bahwa seolah ada magnet tak terlihat yang selalu menarik penggemar untuk memilikinya, meski hanya untuk dijadikan perhiasan kenangan semata.
"Itu Nokia walaupun mati, tetap aja kadang ada yang nyari," timpalnya.
Kala menyusuri jalan, seorang penjual jam turut tangan menawarkan dagangannya dengan penuh senyuman.
Jam-jam asli dijualnya dengan harga jauh lebih terjangkau dari pasaran, menjadi daya tarik bagi beberapa pengunjung.
"Ini asli saya jual Rp400.000 aja, padahal kalau dipasaran mah masih Rp1.800.000-an itu," jelasnya.
Zaenal yang sudah lama berjualan, akui selalu berhati-hati dalam memilih barang yang kelak akan menjadi dagangannya.
"Saya dapat barangnya dari ada orang yang jual ke saya. Saya mah ambil jam yang bagus, yang jelek enggak berani saya ambil," tegas Zaenal.
Saat matahari perlahan tenggelam, para penjual tetap berada di Pasar Loak Kebayoran Lama hingga pukul 20.00 malam.
Mereka berusaha menjual sebanyak mungkin barang dagangan sebelum pulang ke rumah.
Terkadang, mereka juga harus menghadapi kendala saat pasar loak ditutup sementara oleh Satpol PP dalam acara tertentu.
"Misal Jakarta mau ada acara nih, kita pedagang tuh enggak boleh dulu buat jualan, soalnya harus bersih gitu mesti steril," beber Rubi.
Tidak hanya sebagai penjual, mereka juga menjelma menjadi pemburu, mencari kesempatan dari tukang loak untuk memperoleh barang dagangan yang unik dan berharga.
"Tadi tuh ada tukang loak datang, ramai kan dikerubutin orang, nah itu pedagang yang biasanya bakal ngejualin lagi," ucap Rubi.
Bagi para konsumen, kehadiran Pasar Loak Kebayoran memberikan kebahagiaan tersendiri.
Elsa, seorang pembeli, mengungkapkan, "Suka sih cari barang di sini karena harganya terjangkau, kita bisa mendapatkan barang yang bagus dan masih ok lah terawat. Contohnya tadi ada celana jeans Uniqlo harganya cuma Rp100.000 dan masih ada tag nya lengkap. Padahal, kalau dibeli langsung di toko, harganya bisa sampai Rp400.000."
Sementara itu, Rena, sahabatnya, menambahkan, "Bisa dibilang ini juga tentang estetika. Barang-barang lama kan susah dicari, kalau kaya aku pecinta koleksi, surga banget sih," tandasnya.
Reporter magang: Anisah Rahmawaty