Pemerintah Diminta Buat Data Status Sosial Ekonomi Warga Terpapar Covid-19

Merdeka.com - Belum adanya data yang jelas tentang masyarakat yang terpapar Covid-19 berdasarkan status sosial ekonomi. Pengamat Kebijakan Publik, Harriyadin Mahardika mengungkapkan hal itu yang menjadi penyebab dorongan masyarakat melanggar protokol-protokol yang diterapkan.
Dia mengatakan jika alasan protokol-protokol banyak yang dilanggar oleh pemerintah, karena pembuatan maupun penerapan protokol tidak berdasarkan data ekonomi sosial masyarakat.
"Protokol itu berkaitan dengan kebiasaan masyarakat berdasarkan faktor internal dalam diri maupun eksternal dari diri seseorang. Nah, yang bisa mengatur kebiasaan itu adalah kebutuhan sosial ekonomi seseorang," kata Harriyadin saat diskusi yang diadakan Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI), Kamis (11/6).
Maka Perlu pembentukan protokol-protokol yang disesuaikan pada sosial ekonomi masyarakat, lanjut dia, disusul potensi besar bertambahnya jumlah penduduk miskin di Indonesia.
"Jadi pelanggaran protokol akan lebih besar, menyusul angka new proverty yang menurut sejumlah ekonom akan besar. Di Indonesia sendiri hingga Desember 2019, tercatat sekitar 64 juta penduduk Indonesia yang rentan dan hampir miskin. Kemungkinan sudah berpindah ke bawah garis kemiskinan," jelas dia.
Oleh sebab itu, Harriyadin menyarankan kepada pemerintah agar membuat data yang menjabarkan status sosial ekonomi masyarakat yang terpapar Covid-19, apakah kelas bawah atau atas, dalam menjadikan dasar pembentukan protokol.
"Banyak data yang meninggal untuk laki-laki dan perempuan tetapi tidak data yang sangat komprehensif apakah yang terkena ini kelas menengah atas atau bawah. Kalau kita memiliki data seperti data di Amerika menjelaskan, hampir sebagian besar yang terkena Covid-19 mereka di ekonomi bawah. Maka data tersebut bisa menjadi landasan mengatur kebiasaan masyarakat," ujarnya.
Menurutnya, acuan status sosial ekonomi menjadi sangat wajar, karena kecenderungan masyarakat kelas ekonomi bawah yang intens melakukan mobilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup.
"Ini yang harus dimiliki oleh Indonesia ketika kita tahu dan itu terkonfirmasi, protokol dan kebiasaan saling berkaitan dan bisa menjadi suatu yang jadi perhatian dari pemerintah. Oleh karena itu, nanti kita bisa tahu bagaimana caranya membuat mereka tetap disiplin, tetap memenuhi kebutuhan, tetapi tidak melanggar protokol saat new normal," tuturnya.
Kalau hal itu tidak dilakukan, Harriyadin menilai, kondisi masyarakat pasti akan cenderung melanggar protokol-protokol yang telah ditetapkan dan angka pelanggaran akan semakin meningkat. Terlebih 64 juta penduduk jika dipresentasikan telah mencapai sekitar 25 persen dari total penduduk di Indonesia.
"Bayangkan saja dari 25 persen ini kita harus tahu bagaimana cara untuk membuat mereka lebih disiplin tanpa mengorbankan kebutuhan mereka untuk mencari hidup. Itu yang harus disiapkan, maka data terpapar Covid-19 berdasarkan status sosialnya perlu dibuat," pungkasnya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya