Pencantuman akun medsos buat mahasiswa baru potensi menciptakan gap
Merdeka.com - Menteri Riset Teknologi Pendidikan Tinggi, Mohammad Nasir membuat kebijakan terhadap calon mahasiswa baru agar mencantumkan nama akun media sosial saat proses pendaftaran, sebagai bentuk pengawasan penyebaran faham radikalisme di lingkungan universitas. Adanya kebijakan itu ditanggapi kritik oleh pengamat komunikasi politik Effendi Ghazali.
Ia menilai aturan tersebut malah menciptakan jarak atau gap antar mahasiswa.
"Jangan panik dulu, dikaji, mungkin saja Pak Menristekdikti punya pertimbangan-pertimbangan tertentu tapi apakah dengan itu tidak langsung membuat semacam sebuah mental gap yang begitu besar bahkan semua mahasiswa ini dicurigai," ujar Effendi dalam satu diskusi di Jakarta Pusat, Sabtu (9/6).
-
Mengapa profil media sosial yang menarik penting? Dengan jutaan pengguna aktif setiap hari, memiliki profil media sosial yang menarik dan profesional dapat memberikan dampak signifikan terhadap cara audiens memandang Anda.
-
Bagaimana Engku Emran menunjukkan keterbukaan di media sosialnya? Selama ini, kehidupan pribadi Engku Emran memang sangat jarang terungkap. Mantan suami Laudya Cynthia Bella tersebut menunjukkan keterbukaan yang minim dalam media sosialnya.
-
Siapa yang terinspirasi oleh tokoh media sosial? Mereka tidak hanya melihat profesi sebagai sarana untuk mencari nafkah, tetapi juga sebagai cara untuk menciptakan dampak yang luas melalui kreativitas dan inovasi.
-
Siapa yang cocok jadi spesialis media sosial? Spesialis media sosial adalah bisnis yang sangat cocok untuk anak muda yang aktif di media sosial. Pekerjaan ini mencakup perencanaan konten, pembuatan konten, hingga analisis konten di media sosial.
-
Siapa yang sering update media sosial? Media sosial, yang biasanya digunakan untuk berbagi cerita, seringkali membuat banyak orang penasaran dan bertanya-tanya tentang kehidupan mereka yang jarang memperbarui status di media sosial.
-
Siapa yang Celine Evangelista ajak berinteraksi di media sosial? Celine juga pandai dalam merangkai caption yang menarik perhatian. Dengan pertanyaan sederhana, dia berhasil memicu interaksi dan keterlibatan dari para pengikutnya di media sosial.
Ketimbang mengimbau calon mahasiswa mencantumkan akun media sosial mereka, Effendi justru mempertanyakan peran tokoh-tokoh yang ada di Universitas.
Dia mengatakan, seharusnya pihak universitas menyadari kondisi mahasiswa ataupun dosen yang ada di lingkungan kampus. Dari situ, kata Effendi, pihak universitas bisa melakukan pengkajian ataupun rumusan-rumusan kebijakan jika terjadi indikasi faham radikalisme.
"Kan sebetulnya bisa dilawan kalau betul kita punya tokoh-tokoh bangsa, ulama yang berpengaruh di organisasi-organisasi resmi di struktur-struktur nya ataupun yang misalnya berakar di tengah masyarakat kita nah ke mana aja selama ini," tuturnya.
"Kalaupun anda melakukan upaya-upaya 'intelejen' seperti itu, ya kan nggak usah sampai anda daftarkan sampai anda harus omongkan semua harus mendaftarkan pantau saja kan kita bisa tahu apalagi kalau anda membaca dalam konteks big data itu bisa ketahuan siapa yang punya pengaruh atau tidak," sambungnya.
Pernyataan pencantuman akun media sosial bagi calon mahasiswa disampaikan Menristekdikti, Mohammad Nasir saat melakukan kunjungan kerja ke PT INKA, Madiun, Jawa Timur.
"Ada kemungkinan seorang mahasiswa itu terpapar paham radikal bukan dari pembelajaran di kampus, tapi melalui media sosial. Hal itu contohnya seperti yang terjadi di Bandung. Oleh karena itu, mahasiswa baru harus mencatatkan akun medsosnya ke perguruan tinggi masing-masing," ujar Nasir.
Terkait masalah radikalisme yang terjadi di dalam kampus, ia meminta semua pemangku kepentingan di dalam kampus untuk melakukan pengawasan.
"Ini perlu diawasi. Bagaimana cara melakukan pengawasnnya pertama adalah melalui sistem pembelajaran yang ada di dalam kampus," kata dia.
Ia menjelaskan, sistem pembelajaran dalam kampus perlu diawasi, dikomunikasikan, didampingi, dan semua lainnya. Sehingga dengan pengawasan, jika terjadi penyimpangan akan segera terdeteksi.
Pengawasan kedua melalui pendataan alat atau media komunikasi serta interaksinya. Hal itu menyusul kemungkinan ada tumbuhnya radikalisme bukan karena pendidikan, melainkan karena pengaruh interaksi di media sosial, misalnya.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Para mahasiswa baru diarahkan untuk mengunduh dan registrasi pada salah satu aplikasi pinjol oleh DEMA.
Baca SelengkapnyaCurhatan lucu mahasiswa mau bimbingan malah ditinggal jadi cawapres
Baca SelengkapnyaSang dosen mengungkapkan Abigail Manurung tak datang di kelasnya.
Baca SelengkapnyaMenurut Mahfud, tindakan untuk mengajak sejumlah rektor menyatakan sikap seperti itu adalah perbuatan yang kurang sehat.
Baca SelengkapnyaProses pembelajaran politik yang paling tepat adalah bergabung dengan partai politik langsung.
Baca SelengkapnyaSalah satu kebijakan yang menjadi sorotan adalah mahasiswa baru wajib membeli jas almamater.
Baca SelengkapnyaTerpilihnya Mahfud MD sebagai bacawapres Ganjar Pranowo rupanya tak selalu mendapat respons bahagia.
Baca SelengkapnyaHal ini bagian dari tugas OJK dalam memberikan perlindungan bagi masyarakat selaku konsumen.
Baca SelengkapnyaTernyata mahasiswa itu mendapati ruang dosen pembimbingnya kosong.
Baca SelengkapnyaRamai Kampus Kritik Jokowi, Ini Respons Menko PMK Muhadjir Effendy
Baca SelengkapnyaMelihat tanggapan dosen yang dinilai santai dan lucu, lantas warganet kembali bertanya-tanya seputar perkuliahan di kelasnya.
Baca SelengkapnyaDi depan Ganjar, Mahasiswi Unpar bicara soal penguasa seenak jidat yang dianggap sering bersikap semena-mena.
Baca Selengkapnya