Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Perjuangan anak-anak ke sekolah dari berbagai negara ini patut diacungi jempol

Perjuangan anak-anak ke sekolah dari berbagai negara ini patut diacungi jempol Jalan yang harus ditempuh anak-anak Atule er untuk ke sekolah. © NetEase

Merdeka.com - Pendidikan masih menjadi salah satu yang paling diperhitungkan. Namun tak semua masyarakat bisa mengenyam pendidikan hingga ke tingkat tertinggi. Tentu hal tersebut tak hanya dirasakan di Indonesia, tapi di seluruh dunia.

Menurut UNESCO, kemajuan dalam menghubungkan anak-anak dengan sekolah malah melambat selama lima tahun terakhir. Wilayah tempat tinggal yang terpencil menjadi salah satu alasan anak-anak sulit menjangkau sekolahnya.

Meski begitu, semangat mereka untuk bersekolah tak pernah padam. Mereka rela melewati pinggir tebing, bahkan harus menyeberangi arus sungai yang deras.

Seperti dikutip dari berbagai sumber, inilah perjuangan anak-anak untuk bisa sampai ke sekolah:

Pergi ke sekolah harus memenjat tebing setinggi 800 meter dengan tangga reyot

Di Desa Atuler, di Provinsi Sichuan, anak-anak berumur enam tahun melakukan perjalanan ke sekolah dengan menggunakan tangga reyot. Mereka membawa tas sekolah sambil melewati tebing batu setinggi 800 meter.

Seseorang mengabadikan 15 anak sekolah sedang memanjat tebing. Bahkan dia terkejut melihat pemandangan anak-anak ini. "Itu sangat berbahaya. Anda harus 100 persen hati-hati. Jika kamu mengalami kecelakaan, kamu akan jatuh ke dalam jurang." kata orang itu pada The Guardian.

Anak-anak di Zanskar berjalan selama enam hari untuk sampai ke sekolah

Anak-anak yang tinggal di desa dekat Sungai Zanskar harus melalui anak sungai dari Indus di Himalaya India. Namun saat musim dingin, penduduk setempat menyebut anak sungai ini "Chadar".

Chadar menjadi satu-satunya akses bagi pedagang maupun anak sekolah untuk mencapai tempat tujuan mereka. Saat musim dingin, anak-anak melakukan perjalanan selama enam hari dari desa terpencil di Zanskar hingga ke sekolah asrama di Leh, Ibu Kota Ladakh.

Di Padang, anak-anak menyebrangi sungai menggunakan jembatan putus

Sekitar 20 anak sekolah dari Desa Batu Busuk di Padang, Sumatera Barat, harus bertaruh nyawa menuju sekolah mereka di Kota Padang dengan bergelantung di jembatan gantung yang putus di ketinggian 30 meter. Sungai yang mereka lewati bukanlah yang berarus tenang, melainkan deras.

Mereka harus menempuh perjalanan darat dan menyusuri hutan dan sungai sepanjang 10 kilometer untuk sampai ke sekolah mereka. Jembatan gantung yang putus akibat banjir bandang ini menjadi satu-satunya akses ke desa mereka.

Anak-anak di FIlipina harus mengarungi derasnya sungai dengan ban

Anak-anak sekolah di pedesaan di Provinsi Rizal, Filipina terbilang berani. Mereka menggunakan ban untuk menyeberangi sungai agar bisa sampai ke sekolah. Tak hanya menyeberang sungai, mereka juga harus mendaki bukit selama setengah jam setiap hari untuk pulang pergi antara rumah dan sekolah mereka.

Namun jika debit air sungai naik dan cuaca buruk, maka beberapa siswa harus tetap di rumah atau tidur di rumah keluarga mereka.

Anak-anak di Kolombia pergi ke sekolah menggunakan flying fox

Anak-anak di desa kecil di Kolombia hanya memiliki dua pilihan ketika akan pergi ke sekolah, yaitu dengan mendaki gunung selama dua jam untuk menyeberangi jurang atau mereka bisa menghemat waktu dengan menggunakan flying fox.

Akhirnya, mereka memilih pilihan kedua, karena relatif lebih mudah dan hemat waktu. Mereka akan menyeberangi jurang setinggi 754 kaki dengan kabel. Sebelum menyeberang, mereka akan dipasangkan dengan alat-alat pengaman layaknya flying fox. Panjangnya jalur ini mencapai hingga 55 mil per jam saat mereka melintas di atas jurang hingga sampai ke kota.

(mdk/mtf)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP