RCTI & iNews Ajukan Gugatan Ke MK, Minta YouTube Hingga Netflix Tunduk UU Penyiaran

Merdeka.com - Dua stasiun televisi nasional yakni RCTI dan iNews mengajukan gugatan terkait Undang-Undang (UU) Penyiaran ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dua stasiun televisi ini meminta penyedia jasa siaran berbasis internet atau daring yang dilakukan YouTube hingga Netflix mengikuti aturan dalam UU Penyiaran.
Dikutip dari judicial review dalam situs MK, keduanya mengaku khawatir jika hal tersebut tak dilakukan akan muncul konten yang bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Permohonan itu ditandatangani oleh Dirut iNews TV David Fernando Audy dan Direktur RCTI Jarod Suwahjo.
Mereka mengajukan judicial review terhadap pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran. Di mana, pasal tersebut mengatur tentang definisi penyiaran. Yakni kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
Mereka khawatir tidak adanya pengawasan pada siaran berbasis daring berpotensi menciptakan konten yang dapat memecah belah bangsa. Hal ini berbeda pada praktik stasiun televisi, yang berbasis spektrum radio, telah mendapat pengawasan konten dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
"Apabila ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran tidak dimaknai mencakup penyiaran menggunakan internet, maka jelas telah membedakan pedoman isi dan bahasa siaran antar penyelenggara penyiaran. Konsekuensinya penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet bisa saja memuat konten siaran yang mengarahkan kepada tindak kekerasan, pencabulan atau pornografi, berita bohong (hoax), hate speech, bahkan bisa memuat agitasi atau hasutan untuk melakukan hal-hal negatif terhadap bangsa dan negara," tulisnya.
Oleh sebab itu, RCTI-iNews meminta MK merumuskan Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran menjadi:
"Penyiaran adalah (i) kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran; dan/atau (ii) kegiatan menyebarluaskan atau mengalirkan siaran dengan menggunakan internet untuk dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan permintaan dan/atau kebutuhan dengan perangkat penerima siaran."
Mulai 1 Juni 2020, Pemerintah Akan Tarik Pajak Netflix, Zoom Hingga Google
Pemerintah akan segera menarik pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen untuk produk digital dari luar negeri. Pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN akan dilakukan oleh pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yaitu pedagang/penyedia jasa luar negeri, penyelenggara PMSE luar negeri, atau penyelenggara PMSE .
Artinya, perusahaan over the top seperti Netflix, Google hingga Zoom yang selama ini beroperasi di Indonesia harus membayar pajaknya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 48 tahun 2020.
"Aturan ini mulai berlaku 1 Juli 2020," tulis keterangan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dalam siaran persnya, Jumat (15/5).Dijelaskan dalam keterangan DJP, pengenaan PPN atas pemanfaatan produk digital dari luar negeri merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi semua pelaku usaha khususnya antara pelaku di dalam negeri maupun di luar negeri, serta antara usaha konvensional dan usaha digital.
Dengan berlakunya ketentuan ini maka produk digital seperti langganan streaming music, streaming film, aplikasi dan games digital, serta jasa online dari luar negeri akan diperlakukan sama seperti berbagai produk konvensional yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari yang telah dikenai PPN, serta produk digital sejenis yang diproduksi oleh pelaku usaha dalam negeri.
Pelaku usaha PMSE yang memenuhi kriteria nilai transaksi atau jumlah traffic tertentu dalam waktu 12 bulan ditunjuk oleh Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak sebagai pemungut PPN. Pelaku usaha yang telah memenuhi kriteria tetapi belum ditunjuk sebagai pemungut PPN dapat menyampaikan pemberitahuan secara online kepada Direktur Jenderal Pajak.
Sama seperti pemungut PPN dalam negeri, pelaku usaha yang ditunjuk juga wajib menyetorkan dan melaporkan PPN. Penyetoran PPN yang telah dipungut dari konsumen wajib dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya, sedangkan pelaporan dilakukan secara triwulanan paling lama akhir bulan berikutnya setelah periode triwulan berakhir.
Pengaturan lengkap mengenai tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020 yang salinannya tersedia di www.pajak.go.id. Kriteria dan daftar pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut PPN atas produk digital dari luar negeri akan diumumkan kemudian.
Selain untuk menciptakan kesetaraan antar pelaku usaha, penerapan PPN produk digital dari luar negeri ini juga diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara yang saat ini sangat penting sebagai sumber pendanaan untuk menanggulangi dampak ekonomi dari wabah Covid-19.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya