Tim Ganjar-Mahfud Minta Hadirkan Kapolri ke MK, Jenderal Sigit: Kalau Diundang Kita akan Hadir
Sigit menegaskan bakal berupaya memenuhi hak konstitusinya selama dirinya merasa dibutuhkan keterangannya akan hal tersebut.
Tim Ganjar-Mahfud yang telah bersurat ke Hakim MK untuk mengahdirkan Kapolri.
Tim Ganjar-Mahfud Minta Hadirkan Kapolri ke MK, Jenderal Sigit: Kalau Diundang Kita akan Hadir
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, mengaku bersedia apabila dirinya diminta hadir oleh Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjadi saksi dalam sidang sengeketa Perselisihan Hasil Pemilu.
Hal itu menindak lanjuti dari pernyataan Tim Ganjar-Mahfud yang telah bersurat ke Hakim MK untuk mengahdirkan Kapolri.
"Alhamdulillah kalau hakim MK nanti mengundang dengan senang hati kita akan hadir," kata Sigit di Lapangan Bhayangkara Polri, Selasa (2/4).
Sigit menegaskan bakal berupaya memenuhi hak konstitusinya selama dirinya merasa dibutuhkan keterangannya akan hal tersebut. "Kita taat terhadap aturan dan konstitusi," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengungkapkan, pihaknya meminta kepada Ketua Majelis Hakim konstitusi unruk menghadirkan Kapolri di sidang sengketa Pilpres 2024.
Dia menyebut, pihaknya sudah bersurat ke MK terkait hal ini.
"Gini kami sudah melayangkan surat ke MK ya bahwa di samping 4 menteri yg akan dihadirkan plus DKPP, kami juga akan meminta kepada Ketua Majelis untuk menghadirkan Kapolri pada sidang berikutnya," kata Todung di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024).
Todung menjelaskan, kehadiran Kapolri di sidang bisa menjelaskan banyak hal menyangkut intimidasi dan kriminalisasi hingga ketidaknetralan polisi saat masa kampanye pilpres 2024.
"Kami sudah menulis surat untuk itu. Kenapa Kapolri? Karena nanti akan diperlihatkan bahwa cukup banyak hal-hal yang menyangkut kepolisian, pihak polisi yang melakukan intimidasi, kriminalisasi, yang terlibat dengan ketidaknetralan dalam kampanye," katanya.
"Kami ingin meminta Kapolri untuk memberikan penjelasan dan akuntabel dalam kebijakadan perintah-perintah yang dia lakukan," ucap Todung.
Menurutnya, permasalahan pilpres 2024 tak cukup hanya persoalan bantuan sosial. Lebih dari itu, ada aspek-aspek pelanggaran yang dilakukan pihak kepolisian.
"Karena tidak cukup hanya melihat soal bansos. Kalau untuk Bu Sri Mulyani, Bu Risma, Airlangga Hartarto itu kan lebih banyak soal bansos. Tapi kita juga melihat aspek-aspek pelanggaran yang dilakukan oleh pihak kepolisian yang mencederai demokrasi dan integritas pemilihan umum," pungkasnya.