Umat Islam dan Kristen sepakat proses hukum di Tolikara dihentikan
Merdeka.com - Tokoh masyarakat mewakili umat Islam dan Umat Kristen di Kabupaten Tolikara, Papua, sepakat untuk menyelesaikan persoalan insiden Tolikara saat Idul Fitri lalu dengan menempuh jalur adat. Sehingga tokoh agama kedua belah pihak menginginkan proses hukum dihentikan.
Dari surat pernyataan bersama yang diterima wartawan, Selasa (11/8) tercantum penandatangan pernyataan bersama dilakukan pada Rabu, 29 Juli 2015, mewakili umat Islam dan umat Kristen di Tolikara.
Adapun pernyataan sikap bersama itu yakni:
-
Bagaimana akad bisa berakhir? Tanda berakhirnya kegiatan akad adalah apabila tujuan dari akad sudah bisa tercapai. Misalnya saja saat pembeli sudah mendapat barang yang diinginkan dan penjual mendapat bayaran dari harga jual barang tersebut.
-
Dimana prosesi Bekakak berakhir? Pada waktu itu, prosesi kirab Bekakak sendiri berakhir di bukit ini.
-
Dimana praktik penumbalan ini terjadi? Penelitian ini dilakukan setelah evaluasi ulang sebuah kuburan tua yang ditemukan di Saint-Paul-Trois-Châteaux, Prancis selatan, lebih dari 20 tahun lalu.
-
Bagaimana Pertempuran Tengaran dihentikan? Pada tanggal 21 Juli 1947 hingga 4 Agustus 1947, pergerakan pasukan Belanda terhenti untuk menuju ke arah Solo karena putusnya Jembatan Tengaran.
-
Siapa yang bisa ngungkapin kata terakhir? Anda bisa mengungkapkan kata-kata terakhir yang bikin nangis untuk kekasih hati.
-
Mengapa eksekusi dihentikan? Ia mengatakan, pada pertengahan abad ke-19 hukuman itu sudah dihapus, diganti dengan hukuman gantung biasa.
Kesepakatan Bersama
Umat Islam dan Umat Kristen di Karubaga Kabupaten Tolikara
Pada hari ini Rabu, Tanggal Dua Puluh Sembilan bulan Juli tahun Dua Ribu Lima Belas, kami yang bertanda tangan di bawah ini, mewakili Umat Islam dan Umat Kristen di Karubaga Kabupaten Tolikara, dengan ini menyatakan:
1. Insiden pada hari raya Idul Fitri, Jumat 17 Juli 2015 di Karubaga Kabupaten Tolikara bukan konflik agama, tetapi adanya miskomunikasi di antara kami, dan kami menyatakan rasa duka atas jatuhnya korban baik jiwa maupun materiil.
2. Kami saling maaf memaafkan dengan tulus
3. Kami sepakat penyelesaian yang kami tempuh adalah penyelesaian adat sehingga proses hukum harus dihentikan.
4. Kami sepakat membangun kembali musala.
5. Kami sepakat untuk melaksanakan pemantauan kesepakatan secara berkala untuk merawat kerukunan dan perdamaian.
6. Kami saling menjaga, menghormati, dan menyerukan kepada seluruh umat beragama di Indonesia agar tetap menghormati Umat GIDI dan Umat Islam untuk bebas menjalankan ibadahnya seperti biasa.
7. Kami menuerukan kepada pemerintah untuk menjamin kebebasan menjalankan agama dan keyakinan beserta pendirian rumah ibadah.
Kesepakatan ini lahir tidak hanya dari keresahan, keprihatinan, dan kecemasan kami, tetapi berakar dari pengalaman hidup damai dan bermartabat antara umaat Kristen dan Islam di Karubaga Kabupaten Tolikara, selama bertahun-tahun serta harapan yang lebih damai, adil, dan bermartabat bagi kami
Jayapura, 29 Juli 2015
Kami yang bertanda tangan:
Ustad Ali Mukhtar
Ustad Ali Usman
Pdt Nayus Wonda
Pdt Marthen Jingga
Pdt Imanuel B Genongga
Saksi-saksi:
Ketua NU Provinsi Papua, Dr H Tonny V M Wanggai
Presdient GIDI, Pdt Dorman Wandikbo
Ketua FKUB Provinsi Papua, Pdt Lipiyus Biniluk (mdk/eko)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Otorita IKN bertanggung jawab untuk melindungi masyarakat sekitar.
Baca SelengkapnyaPengacara Panji Gumilang, Hendra Effendy, menyebut kliennya sudah berdamai dengan tiga pelapornya.
Baca Selengkapnya