Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

UU Tipikor masuk RKUHP diyakini bakal jadi celah transaksi kasus

UU Tipikor masuk RKUHP diyakini bakal jadi celah transaksi kasus Diskusi di ICW. ©2018 Merdeka.com/Liputan6.com

Merdeka.com - Peneliti Mappi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Adery Ardhan Saputro khawatir masuknya pasal korupsi ke dalam revisi KHUP. Sebab, dia menilai rancangan tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya jual-beli pasal oleh aparat penegak hukum.

Adery mengatakan beberapa pasal yang ada di RKHUP terkait pemberantasan korupsi merupakan duplikasi, diantaranya pasal dua dan tiga di Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Imbasnya, bakal ada dua produk hukum yang sama.

"Ini akan menimbulkan transaksional. Apabila nantinya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dimasukan ke RKHUP," katanya di kantor ICW, Minggu (10/6).

Orang lain juga bertanya?

Dia mengungkapkan, dalam ketentuan penutup pasal 732 revisi KHUP, tidak ada pencabutan pasal-pasal di undang-undang sektoral. Sehingga nantinya tindak pidana korupsi bisa diatur di dalam revisi KUHP atau Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

"Muatan rumusan pasal sama tetapi kita berbeda jawaban muatan ancaman hukumannya," jelasnya.

Pasal-pasal sama yang berlaku bersamaan misalnya di dalam pasal 687 revisi KUHP. Rumusannya sama dengan pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Di mana mengatur minimal ancaman hukuman 2 tahun, jika dalam revisi KUHP. Sedangkan di Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi minimal 4 tahun.

Demikian pula dengan denda. Denda di revisi KUHP lebih ringan, minimal Rp 10 juta. Sedangkan Dibandingkan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi minimal Rp 200 juta.

"Ini saya kebayang nantinya kalau dua duanya masih berlaku maka ketika seseorang terpenuhi rumusan pasal Tindak Pidana Korupsi. Kita sama-sama tahu pasal dua dan pasal tiga yang seringkali digunakan oleh jaksa terutama jaksa dalam mendakwa seseorang terkait kasus korupsi. Nantinya ditakutkan menjadi pasal yang di salahkan," ungkapnya.

Perbedaan hukuman tersebut memberikan celah adanya tawar menawar. Karena, Adery menilai, tidak ada kepastian hukum mana yang mesti digunakan atau dipilih.

"Ini menimbulkan ruang-ruang traksaksional. Ketika misalnya pemerintah tidak dapat memasukan secara jelas dan menyatakan bahwa itu untuk pasal dua dan tiga yang dikenakan RKHUP atau sebaliknya terkena pasal dua dan tiga maka yang digunakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," tutupnya.

Reporter: Ady Anugrahadi

Sumber: Liputan6.com

(mdk/fik)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP