Debat Perdana Pilkada Jakarta, Siapa Unggul?
Tak ada serangan yang bersifat personal dalam debat perdana Pilkada Jakarta.
Debat perdana Pilkada Jakarta 2024 pada Minggu (6/10) malam berlangsung hangat. Tiga pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur beradu gagasan seputar ‘Penguatan Sumber Daya Manusia (SDM)’ dan ‘Transformasi Jakarta Menjadi Kota Global’. Tak ada serangan yang bersifat personal.
Debat yang digelar di grand ballroom Jakarta International Expo (JIExpo) Convention Centre and Theatre, Kemayoran, Jakarta Pusat, ini diikuti paslon nomor urut 01 Ridwan Kamil-Suswono, paslon nomor urut 02 Dharma Pongrekun-Kun Wardhana Abyoto, dan paslon nomor urut 3 Pramono Anung-Rano Karno.
Pengamat politik, Emrus Sihombing menilai, debat perdana Pilkada Jakarta 2024 ini dimenangkan Pramono Anung-Rano Karno. Sementara Ridwan Kamil-Suswono ada di posisi kedua. Dharma Pongrekun-Kun Wardhana Abyoto tertinggal jauh.
“Secara overall yang menguasai panggung, menawarkan program dengan baik, dan semangat adalah Pramono Anung-Rano Karno,” kata Emrus saat dihubungi merdeka.com, Senin (7/10).
Emrus menilai, program yang ditawarkan Pramono Anung dan Rano Karno lebih rasional dan operasional. Dia mengambil contoh program unggulan mengatasi macet di Jakarta.
Pramono dan Rano Karno mendorong agar warga yang tinggal di Jakarta maupun daerah penyangga ibu kota bisa menggunakan transportasi umum gratis. Dengan begitu, kendaraan pribadi warga yang tinggal di kota penyangga tidak masuk ke Jakarta.
Berbeda dengan Pramono dan Rano Karno, kata Emrus, program yang ditawarkan Ridwan Kamil dan Suswono masih konseptual. Bahkan, Ridwan Kamil menggunakan istilah yang tidak tepat dalam debat.
“Ridwan Kamil saat membahas kemacetan menggunakan istilah ideologi. Padahal ideologi itu filosifi dan konseptual. Kalau (menyebutkan) dua ide, iya betul, bagus. Tapi kalau dua ideologi tidak tepat. Mana ada dua ideologi seseorang,” kata Emrus.
Sementara Dharma-Kun, dinilai terlalu emosional selama debat berlangsung. Emrus mencontohkan momen saat Dharma-Kun menjawab pertanyaan Ridwan Kamil soal pandemi Covid-19. Dharma justru menilai Covid-19 sebagai konspirasi.
Menurut Emrus, jawaban Dharma-Kun tidak tepat. Sebab, faktanya pandemi Covid-19 menelan banyak korban jiwa. Di Indonesia, total korban meninggal dunia lebih dari 500.000 orang.
Ridwan Kamil Dianggap Superior
Emrus kemudian menyoroti sikap Ridwan Kamil yang mengaku sebagai diaspora desain dan tata kota. Pengakuan itu disampaikan Ridwan Kamil saat memperkenalkan diri. Menurut Emrus, sikap itu menunjukkan Ridwan Kamil ingin tampil superior.
“Ada kesan tidak begitu produktif Ridwan Kamil bicara diaspora berapa tahun. Itu menunjukkan superior. Harusnya itu disampaikan panitia. Kalau misalnya saya menyampaikan kehebatan saya, ada kesan superior atau sombong,” ucap dia.
Emrus juga melihat Ridwan Kamil tidak bersemangat selama debat. Dia menduga, hal ini disebabkan Ridwan Kamil ingin maju pada Pilkada Jawa Barat bukan Jakarta. Penampilan Ridwan Kamil dinilai sangat berbeda dengan Pramono Anung dan Dharma.
“Ridwan Kamil tampaknya begitu tidak semangat. Boleh jadi beliau tidak enjoy, tidak semangat, tidak menyala. Tapi Pramono Anung selama debat, menyala betul,” ucapnya.
Rano Karno Tampil Memukau
Emrus menambahkan, Rano Karno tampil memukau saat debat perdana Pilkada Jakarta. Terutama saat Rano Karno menjelaskan filosofi budaya Betawi.
Rano Karno menjelaskan, budaya berasal dari dua kata yakni budi dan daya. Budi artinya pikiran dan hati. Sementara daya merupakan kekuatan. Dengan begitu, Rano Karno menyimpulkan budaya adalah kompleksitas yang melibatkan pengetahuan, keyakinan, seni, etika, hukum, hingga adat istiadat.
“Rano Karno menjelaskan makna budaya secara tepat,” kata Emrus.
Emrus mengatakan, pemaparan Rano Karno jauh lebih baik dibandingkan Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma-Kun. Kedua paslon itu menilai budaya sebagai seni drama.