Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Dedi Mulyadi Nilai Gaya Tutur Menyerang Jokowi Tepat Sikapi Berita Bohong

Dedi Mulyadi Nilai Gaya Tutur Menyerang Jokowi Tepat Sikapi Berita Bohong Jokowi coba alat tenun di Festival Sarung Indonesia 2019. ©2019 Liputan6.com/Helmi Fithriansyah

Merdeka.com - Joko Widodo dinilai sudah tepat membawakan gaya tutur menyerang dalam menyikapi berita bohong. Hal itu karena serangannya dianggap sudah parah.

Salah satu contohnya adalah saat berorasi dalam acara deklarasi dukungan di Bandung, Capres nomor urut 01 itu meminta pendukungnya melakukan perlawanan. Pasalnya, dia menyebut sudah ada 9 juta masyarakat yang percaya dengan berita bohong.

Dia khawatir jumlah orang yang percaya dengan berita bohong terus bertambah. Bahkan, ia memprediksi bisa menjadi 15 juta jiwa.

Beberapa hal yang disorot adalah soal kriminalisasi ulama atau pelarangan azan dan penghapusan pendidikan agama. Belum lagi tentang antek asing dan keturunan PKI.

Jokowi pun menegaskan bahwa Indonesia sangat riskan jika dikelola oleh orang yang tidak mempunyai pengalaman dalam memimpin. Dengan kata lain, dia mengklaim punya kapasitas untuk menjadi Presiden satu periode lagi.

Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Jabar, Dedi Mulyadi mengatakan bahwa ketegasan yang ditunjukan Joko Widodo bergeser dari gambaran orang Jawa yang tenang. Namun, langkah itu tepat karena perkembangan isu yang menyerang sudah semakin parah.

"Memang gaya Pak Jokowi keluar atau bergeser dari gaya Pak Jokowi selama ini yang orang Jawa. Karena hari ini hoaks sudah menggunakan gaya bahasa vulgar," terangnya saat ditemui di Bandung, Minggu (10/3/2019).

Namun ia menegaskan serangan balik dari Jokowi tidak dilakukan berdasarkan emosi. Semua pernyataannya keluar karena kekhawatiran efek dari berita bohong. Bahkan, konsumennya berasal dari kelas pertengahan perkotaan yang terdidik.

"Konsumsi media yang tak masuk akal pun dipercaya. Kan enggak bisa lagi ngomong lewat bahasa sastra lewat gaya Solo enggak bisa lagi. Ngomongnya harus gaya Jakarta," terangnya.

Dedi Mulyadi menambahkan bahwa pemimpin itu harus memenuhi aspek keragaman. Pergantian gaya tutur Jokowi yang cenderung menyerang adalah adaptasi dari keanekaragaman kultur. Semua dibawakan dengan momen yang tepat. Jika harus tegas, maka tegas. Sebaliknya, jika harus sopan maka harus sopan.

"Khusus di Jabar, wilayah ini kan memiliki sensitivitas terhadap isu-isu yang selama ini berkembang karena penduduknya banyak terus kemudian multi etnik serta wilayahnya plural. Sehingga isu tersebut cukup kuat pembicaraan publik di Jawa Barat," terangnya.

"Pak Jokowi itu sebenarnya menurut saya bukan melawan, tapi menurut saya Pak Jokowi ini menegaskan tentang berbagai masalah yang sebenarnya. Jadi ngomongnya terbuka," pungkasnya.

(mdk/ded)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP