Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

PAN: Coblos Parpol Berbahaya, Buka Peluang Money Politic ke Elite Partai dan Rakyat

PAN: Coblos Parpol Berbahaya, Buka Peluang Money Politic ke Elite Partai dan Rakyat Saleh Partaonan Daulay. ©dpr.go.id

Merdeka.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengatakan, pihaknya membuka peluang pelaksanaan Pemilu 2024 tidak lagi mencoblos calon legislatif (caleg), melainkan partai. Partai Amanat Nasional (PAN) merupakan salah satu Parpol yang tak setuju coblos partai, karena pratik money politics tak akan terhindarkan.

"Caleg-caleg kan otomatis berburu nomor urut. Pasti ada kontestasi di internal partai. Di titik ini, ada peluang money politic ke oknum elite partai untuk dapat nomor bagus. Money politics ini menurut saya lebih bahaya. Tertutup dan tidak kelihatan. Hanya orang tertentu yang punya akses," kata Ketua Fraksi DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, kepada wartawan, Selasa (3/1).

"Tidak hanya itu, nanti pada saat pemilu, yang dapat nomor urut bagus tadi juga masih bisa money politics di masyarakat. Walau kampanyenya untuk memilih partai, tetapi tetap saja peluang untuk melakukan pelanggaran selalu ada," sambungnya.

Dia menilai, mayoritas partai politik masih menginginkan sistem proporsionalitas terbuka. Begitu juga masyarakat banyak yang mengharapkan agar pemilu 2024 tetap dilaksanakan dengan sistem yang sama dengan tiga kali pemilu sebelumnya. Pendapat-pendapat ini adalah aspirasi yang perlu didengar oleh para hakim konstitusi.

"Pemilu itu kan milik masyarakat. Pesertanya adalah juga anggota masyarakat yang tergabung dalam organisasi yang bernama partai politik. Sudah semestinya seluruh penyelenggaraannya sesuai dengan harapan mayoritas masyarakat," ucap Saleh.

Di dalam sistem proporsional terbuka, partisipasi politik masyarakat dipastikan lebih luas. Mereka bisa terlibat dalam semua tahapan penyelenggaraan pemilu. Termasuk mendukung dan mencalonkan anggota masyarakat yang dinilai layak dan berkualitas. Bahkan yang paling penting, mereka bisa menentukan secara langsung siapa calon anggota legislatif yang terbaik menurut mereka.

"Demokrasi itu intinya adalah partisipasi dan keterbukaan. Semakin tinggi partisipasi publik, semakin bagus kualitasnya. Sebaliknya, demokrasi akan mundur jika keterlibatan publik dipinggirkan. Apalagi, penentuan calon wakil rakyat dilakukan secara tertutup dan terkonsentrasi pada lingkup internal partai politik," ujarnya.

Kendati demikian, dia mengakui jika, sistem proporsionalitas terbuka mungkin tidak sempurna, namun itu hal yang wajar. Tetapi bukan berarti sistem itu diganti dengan yang lebih tidak sempurna. Justru, ketidaksempurnaannya itu yang perlu dilengkapi dan diperbaiki.

"Katanya, sistem proporsionalitas terbuka akan membuka peluang money politics. Jika itu benar, bukan berarti sistemnya yang salah. Tetapi, instrumen pengawasan dan penegakan hukum yang perlu ditingkatkan," tegasnya.

"Penyelenggara pemilu kita sudah lengkap. Ada KPU dan Bawaslu. Jejaringnya lengkap sampai ke tingkat TPS. Mestinya, ini bisa diperkuat untuk melakukan pengawasan. Saya yakin itu bisa dilakukan. Apalagi, pengawas pemilu kita tidak sendiri. Selama ini, mereka juga bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan LSM pemantau pemilu," imbuhnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengatakan, pihaknya membuka peluang pelaksanaan Pemilu 2024 tidak lagi mencoblos calon legislatif (caleg), melainkan partai. Namun, keputusan penggunaan sistem proporsional tertutup tersebut masih menunggu Mahkamah Konstitusi.

"Jadi kira-kira bisa diprediksi atau enggak putusan Mahkamah Konstitusi ke depan? Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup," katanya dalam 'Catatan Akhir Tahun KPU RI 2022' di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (29/12).

Bepergian lebih murah dan lebih cepat? Lihat pilihan skuter listrikMotor Listrik | Cari IklanHarga mobil bekas di Sukahati bisa mengejutkan andaMobil Bekas | Cari Iklan

Dia menerangkan, Mahkamah Konstitusi bisa saja memutuskan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup. Sebab pada Pemilu 2009, sistem proporsional terbuka diberlakukan karena putusan Mahkamah Konstitusi. Pada pemilu 2014 dan 2019 sistem ini terus berlaku. Tetapi MK bisa saja memutuskan memberlakukan proporsional tertutup.

"Kira-kira polanya kalau yang membuka itu MK, ada kemungkinan yang menutup MK, kalau dulu yang mewajibkan verifikasi faktual MK, kemudian yang verifikasi faktual hanya partai-partai kategori tertentu itu juga MK," ujarnya.

(mdk/ded)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP