PDIP Sebut KPK Langgar UU, Ada Oknum Mau Hancurkan Partai
Merdeka.com - DPP PDIP menilai, upaya penggeledahan kantor DPP PDI Perjuangan oleh tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 9 Januari 2020 melanggar.
Rencana penggeledahan diketahui terkait kasus OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang juga menyeret nama kader PDI Perjuangan Harun Masiku.
Wakil Koordinator Tim Hukum DPP PDIP Teguh Samudera menyebut, upaya penggeledahan itu pelanggaran hukum.
-
Kenapa KPK geledah rumah kader PDIP? Penggeledahan itu disebut terkait dengan kasus dugaan korupsi dana hibah pokok pikiran (Pokir) Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim). Kasus ini sendiri merupakan pengembangan dari perkara suap yang menjerat mantan Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak.
-
Siapa kader PDIP yang digeledah rumahnya? Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah seorang anggota DPRD Jawa Timur bernama Mahfud dari Fraksi PDIP.
-
Dimana rumah kader PDIP yang digeledah? Rumah yang digeledah itu diketahui berada jalan Halim perdana Kusuma Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
-
Kenapa kantor PT Hutama Karya digeledah? Penyidik mendapatkan sejumlah dokumen terkait pengadaan yang diduga berhubungan dengan korupsi PT HK.
"Upaya penggeledahan dan penyegelan yang hendak dilakukan KPK di Gedung PDI Perjuangan pada 9 Januari 2020 tanpa izin tertulis dari Dewan Pengawas, adalah perbuatan melanggar hukum dan melanggar kode etik," kata Teguh dalam Konpers di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (15/1).
Upaya penggeledahan tanpa izin Dewan Pengawas KPK, menurut Teguh, telah melanggar hukum dan kode etik atau melanggar UU 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 37 B ayat (1) huruf (b).
"Oleh karena itu menurut hukum, izin tertulis dari Dewan Pengawas adalah hal yang wajib dan mutlak harus ada," katanya.
Selain itu, Teguh menyebut OTT Wahyu menggunakan Sprint Lidik lama, namun yang melaksanakan OTT pada masa kepemimpinan Pimpinan KPK yang baru.
"Tentu saja bertentangan dengan ketentuan yang diatur di dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 dalam Pasal 70B dan Pasal 70C," tambah Teguh.
Tim hukum PDIP berpendapat, apa yang terjadi pada 8 Januari adalah penipuan bukan OTT. "Dari pandangan kami, konstruksi hukum yang terjadi sebenarnya adalah perkara penipuan dan pemerasan yang diduga dilakukan oleh oknum tertentu," katanya.
Selain itu, OTT KPK pada 8 Januari lalu, Teguh menilai sengaja diframing ada penggeledahan kantor DPP PDIP. Karena itu, Tim hukum PDIP menilai ada upaya dari oknum KPK untuk merugikan PDIP.
"Menurut hemat kami yang terjadi adalah dugaan ada upaya sistimatis dari Oknum KPK yang melakukan pembocoran atas informasi yang bersifat rahasia dalam proses penyelidikan kepada sebagian media tertentu, dengan maksud untuk merugikan atau menghancurkan PDI Perjuangan," katanya.
PDIP juga mau meluruskan pemberitaan soal Pergantian antarwaktu (PAW) terhadap Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
"Yang benar adalah pengajuan penetapan calon terpilih setelah wafatnya Caleg atas nama Nazaruddin Kiemas," kata Teguh Samudra.
Menurut Teguh, seharusnya penetapan calon terpilih berdasarkan Permohonan Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung RI adalah hal biasa alias sederhana dilakukan oleh partai politik.
"Yakni sebagai bagian dari kedaulatan Parpol, yang pengaturannya telah diatur secara tegas dan rigid dalam peraturan perundang-undangan," kata Teguh.
Pengajuan Penetapan Calon Terpilih yang dimohonkan kepada KPU oleh PDIP adalah berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No: 57P/HUM/2019. Tertanggal 19 Juli 2019 terhadap uji materi Peraturan KPU dan juga Fatwa Mahkamah Agung RI.
"Sehingga tidak ada pihak manapun baik Parpol atau KPU yang dapat menegosiasikan hukum positif dimaksud," imbuh Teguh.
Teguh menjelaskan, setelah ada putusan MA terkait hasil judicial review Peraturan KPU yang mengabulkan permohonan PDIP, maka pimpinan partai meminta agar KPU mengabulkan permohonan dan melaksanakannya.
"Yakni memasukkan suara yang diperoleh Alm. Nazaruddin Kiemas ke perolehan suara calon nomor urut 5, Harun Masiku. Dengan itu, seharusnya KPU menetapkan Harun sebagai peraih suara terbesar di dapil dimaksud," katanya.
Namun, Teguh menyebut, KPU menafsirkan lain dan menyatakan tidak bisa melaksanakan keputusan MA. Sehingga PDIP kembali meminta MA untuk mengeluarkan fatwa tentang makna sebenarnya putusan itu secara hukum yuridis. Dikeluarkan fatwa, dan oleh PDIP diminta lagi kepada KPU untuk melaksanakannya. Semuanya dalam konteks pengajuan penetapan calon terpilih, bukan PAW.
"Sudah dilandasi atau dikuatkan dengan fatwa, KPU lagi-lagi menolaknya, itu yang terjadi seperti itu," kata Teguh.
Terminologi PAW, lanjut Teguh, berbeda dengan pengajuan penetapan calon. Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, yang juga ikut dalam konferensi pers menyatakan, perlu untuk meluruskan terminologi PAW.
"Sehingga semua pihak tahu bahwa surat-surat yang diajukan partainya ke KPU adalah sebagai pemenuhan ketentuan legalitas terkait dengan perundang-undangan sebelum penetapan anggota legislatif terpilih," kata Hasto
"Di mana kursi itu adalah kursi milik partai. Maka kami telah menetapkan berdasarkan keputusan MA bahwa calon terpilih itu adalah Saudara Harun Masiku. Hanya saja ini tidak dijalankan oleh KPU," tambah Hasto.
Reporter: Delvira Hutabarat
Sumber: Liputan6.com
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
PDI Perjuangan (PDIP) bakal mendatangi Bareskrim Polri untuk membuat laporan polisi terkait dengan penyitaan HP Hasto.
Baca SelengkapnyaPun perihal penyitaan itu juga dilakukan karena kewenangan dari penyidik antirasuah untuk memburu Harun.
Baca SelengkapnyaKeberadaan Kusnadi di KPK bukan atas sebuah panggilan melainkan mendampingi Hasto yang diperiksa penyidik KPK.
Baca SelengkapnyaPDIP bereaksi keras atas tindakan KPK yang memeriksa Kusnadi, asisten Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan menyita barang miliknya tanpa prosedur.
Baca SelengkapnyaAKBP Rossa Purbo dilaporkan sebelumnya dilaporkan terkait penyitaan barang milik Hasto saat KPK mengusut keberadaan Harun Masiku.
Baca SelengkapnyaKPK juga telah memeriksa beberapa orang saksi terkait Harun Masiku.
Baca SelengkapnyaPDIP menyerahkan penanganan kasus kadernya yang menjadi buronan KPK, Harun Masiku pada proses hukum.
Baca SelengkapnyaKPK dinilai tidak berhak menyita barang-barang milik Hasto
Baca SelengkapnyaKPK menjelaskan penyidik hanya bekerja sesuai sebagaimana tugasnya dalam memberantas korupsi
Baca Selengkapnya514 DPC PDIP melayangkan gugatan terhadap penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti
Baca SelengkapnyaSebanyak 514 DPC PDIP menggugat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas penyitaan buku catatan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
Baca SelengkapnyaPenyidik KPK menyita ponsel Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto
Baca Selengkapnya