RUU Pemilu, NasDem Ingin Ambang Batas Presiden Turun Menjadi 15 Persen
Merdeka.com - Fraksi Partai NasDem DPR RI menginginkan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (Presidential Threshold) turun menjadi 15 persen dari 20 persen. Sekretaris Fraksi NasDem DPR RI Saan Mustopa mengatakan, pertimbangannya dua Pilpres sebelumnya menghasilkan dua pasangan calon yang menyebabkan polarisasi tajam di masyarakat.
"Pertimbangannya, dua kali pemilihan Presiden (Pilpres) dengan threshold 20 persen itu, hanya ada dua pasang calon. Karena hanya ada dua pasang calon, menyebabkan polarisasi yang tajam di masyarakat. Jadi, masyarakat terbelah," ujar Saan dalam keterangannya, Selasa (26/1).
Saan mengatakan, polarisasi itu banyak karena emosional dan fanatisme. Selain juga karena dukungan rasional. Akibatnya, mengarah kepada politik identitas.
"Hal itu kemudian menjurus kepada politik identitas. Untuk menghindari polarisasi di masyarakat itu, maka kami ingin angkanya (Presidential Threshold) diturunkan," katanya.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini menyebutkan, jika ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden diturunkan, tidak terjadi polarisasi. Sebab kemungkinan besar calon Presiden dan Wakil Presiden bisa lebih dari dua pasangan.
Namun, Saan menilai tidak diturunkan sampai 10 persen karena akan menimbulkan terlalu banyak calon.
"Banyak calon memang bagus. Masalahnya, di kita itu ada budaya asal nyapres. Tidak peduli dukungan publiknya kuat atau lemah," ucapnya.
Dengan diturunkan ambang batas pencalonan presiden menjadi 15 persen, kira-kira dua partai bisa mengusung Capres dan Cawapres. Proses koalisi akan lebih mudah.
"Jadi, lebih simpel. Proses koalisi untuk mengajukan calon, lebih mudah juga. Intinya, dengan 15 persen ini, bisa ada lebih dari dua pasang. Sehingga, polarisasi masyarakat bisa diminimalisasi," ujarnya.
Saan mengatakan, akan ada dampak lain jika banyak pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Akan menambah beban negara karena pasangan calon yang lolos harus diberi pelayanan seperti pengawalan dan sebagainya.
"Akibatnya, jadi tambah beban negara kalau kebanyakan Capres," imbuhnya.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Gencarkan Narasi Damai, Perbedaan Jangan Dianggap Permusuhan
Narasi-narasi provokatif dapat memicu perpecahan harus dihindari terlebih di tahun politik.
Baca SelengkapnyaKemajuan Pembangunan Tak Merata Picu Polarisasi Politik dalam Skala Global
Negara-negara maju mengalami tingkat pembangunan manusia yang mencapai rekor tertinggi.
Baca SelengkapnyaCurhat Eks Napiter Kembali ke Pangkuan NKRI Sumpah Setia pada Pancasila
Munir berharap agar masyarakat tetap damai dan rukun meskipun memiliki perbedaan pilihan politik.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Beda Nasib dengan Komeng, Berikut Perolehan Sementara Suara Opie Kumis hingga Dede Sunandar di Pemilu
Para pelawak itu bersaing memperebutkan suara dari daerah pemilihan masing-masing dengan kolega satu partai maupun partai politik lain.
Baca SelengkapnyaJelang Masa Tenang Pemilu 2024, Menpan RB Ingatkan ASN Wajib Netral dan Bebas Pengaruh Politik Tak Sehat
Sejumlah alasan mengapa ASN harus netral karena sebagai bentuk kewajiban profesionalism.
Baca SelengkapnyaKetua DPP NasDem Ingatkan Masyarakat Pilih Pemimpin Bukan karena Penampilan Lucu
Taufik mengingatkan kepada masyarakat untuk memilih presiden dan wakil presiden berdasarkan kemampuan mengatasi permasalahan bangsa.
Baca Selengkapnya'Jangan Persatuan Dinodai karena Mendahulukan Kepentingan Politik'
Para elite politik diingatkan tidak menggunakan politik identitas dan ujaran kebencian demi meraih kekuasaan
Baca SelengkapnyaGus Yahya Bantah Arahkan Pengurus Menangkan Prabowo-Gibran: Sejak Awal, PNBU Tak Terlibat Dukung Mendukung
Gus Yahya menegaskan bahwa PBNU tidak terlibat dalam dukung-mendukung salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2024.
Baca Selengkapnya4 Partai Pemenang Pemilu 1955, Berikut Sejarah dan Hasil Suaranya
Pemilu 1955 memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia karena hasil pemilu tersebut menjadi dasar pembentukan negara Kesatuan Republik Indonesia.
Baca Selengkapnya