TNI dan Polri diingatkan agar netral dalam Pilkada 2018

Merdeka.com - Pilkada serentak 2018 diwarnai dengan majunya para kandidat yang memiliki latar belakang perwira TNI dan Polri. Sebagian dari mereka hingga kini masih aktif dan belum mengundurkan diri dari kesatuannya.
Koordinator Kontras, Yati Andriyani mengatakan anggota TNI dan Polri harus segara mundur dari institusi mereka jika mengikuti pilkada. Karena sudah jelas diatur dalam Undang-Undang No.34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisan Negara Republik Indonesia sangat jelas TNI dan Polri aktif tidak boleh berpolitik.
Pembiaran atas langkah-langkah perwira TNI dan Polri yang masih aktif berpolitik akan sangat berbahaya bagi demokrasi Indonesia. Dan ini juga sebagai bentuk kemunduran demokrasi.
"Fenomena ini mempertegas adanya kemunduran demokrasi dan supremasi sipil," ujarnya saat diskusi di Kantor Kontras, Jakarta, Selasa (9/1).
Yati juga menyatakan, Kapolri dan Panglima TNI harus memastikan setiap calon Kepala Daerah yang berasal dari TNI dan Polri tidak menggunakan kekuatan, sumber daya, jejaring teritori TNI dan Polri dalam pertarungan pilkada.
"Sekali lagi sejauh mana kemampuan TNI dan polri mengidentifikasi personal yang punya ambisi politik, kemudian melakukan upaya politik. Sistem pencegahan awal ini juga harus ada di tubuh TNI. Ketika dibiarkan, sama saja dengan upaya mencederai demokrasi sendiri," katanya
Sementara Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, TNI dan Polri juga harus segera mengundurkan diri karena jika masih aktif dalam UU TNI dan Polri dilarang terjun ke politik.
"Sepanjang mereka masih aktif, maka sepanjang itu mereka tak boleh melakukan kampanye, pemasangan atribut politik, itu adalah bagian dari berpolitik. Sayangnya, belakangan di beberapa kasus misalnya di Medan terdapat sebagian anggota TNI yang jadi kandidat sudah melakukan manuver padahal mereka masih aktif," kata dia.
Ke depannya, lanjut Al Araf, harus dipastikan institusi TNI dan polri benar-benar netral secara politik. Tidak boleh karena ada kandidat dari TNI dan Polri institusi terbawa pertarungan politik praktis.
"Menjadi penting Panglima TNI atau Kapolri menegaskan bahwa institusinya tidak berpihak meski ada kandidat dari mereka. Kedua, mereka harus jadi wasit yang baik. Ketiga, memastikan tak boleh ada mobilisasi penggunaan fasilitas TNI dan polri untuk memenangkan kandidat," ujar dia.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya