Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Warga Pilih Coblos Caleg Ketimbang Partai: Saya Tahu Titipkan Suara ke Siapa

Warga Pilih Coblos Caleg Ketimbang Partai: Saya Tahu Titipkan Suara ke Siapa Simulasi pemungutan suara Pemilu 2024. ©Liputan6.com/Faizal Fanani

Merdeka.com - Pembahasan sistem proporsional tertutup atau coblos gambar partai pada Pemilu 2024 terus bergulir. Rencana itu menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Lalu apa kata masyarakat?

Riana Rizkia (24) meminta agar MK menolak gugatan atas perubahan sistem tersebut. Riana menilai, penggunaan sistem coblos caleg dianggap lebih baik, sebab dirinya tahu kepada siapa hak suaranya dia titipkan.

"Dalam konteks kepemiluan saya setuju sistem terbuka, karena saya tahu menitipkan suara saya ke siapa. Saya mendorong keterlibatan publik untuk dibuka seluas luasnya," kata Riana, saat diwawancarai merdeka.com, di Jakarta (5/1).

Perihal kekhawatiran adanya politik uang dalam sistem terbuka, Riana mengatakan, hal itu menjadi tugas Bawaslu dalam mengawasi jalannya pelaksanaan pemilu 2024 nanti. Sehingga, jalan untuk mengubah sistem kembali menjadi coblos partai bukanlah hal yang tepat.

"Kalau kita hanya memilih partai maka kewenangan elite di partai politik akan semakin besar, memangnya bawaslu dan penegak hukum berani menindak elite? Justru politik transaksional semakin bebas karena dilakukan di ruang tertutup," tegasnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Naufal Lanten (25). Dia memilih agar sistem pemilu 2024 tetap menggunakan sistem coblos caleg.

Meskipun, dengan sistem coblos caleg tak menutup kemungkinan adanya manuver seperti politik uang dalam mencari suara. Namun, setidaknya dia bisa mengetahui siapa sosok yang dia pilih nanti di pemilu 2024.

"Kalau suruh milih, saya pilih sistem terbuka. Saya jadi tahu siapa caleg yang saya pilih," kata Naufal.

Sementara, Ferry (25) mendukung agar Pemilu 2024 tetap menerapkan sistem coblos caleg. Menurutnya, masyarakat perlu mengetahui siapa sosok wakil rakyat yang akan menampung aspirasinya kelak.

"Menurut saya sih mending coblos caleg karena dari situ kita bisa melihat kualitas orangnya seperti apa, ya kan kalau misal milih gambar parpol doang kemungkinan parpol tersebut bisa saja memilih kader yang memang kita tak tahu kualitasnya dan bisa jadi dapat menimbulkan hal negatif," katanya.

"Seperti politik uang di dalamnya, yakni siapa yang kuat membayar ya dia yang bakal dipilih parpol, seharusnya kita bisa menghindari hal yang seperti itu. Ya menurut saya lebih baik memilih sosok calegnya sih biar jelas dan enggak beli kucing dalam karung dan demi Demokrasi Indonesia juga sih," imbuh Ferry.

Sebelumnya, PDI Perjuangan percaya diri mendorong agar sistem pemilu menjadi coblos partai, sementara delapan fraksi di DPR kompak menolak.

Tak hanya itu, aturan sistem pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tengah diuji secara materiil di MK oleh dua kader partai politik dan empat perseorangan warga negara.

Mereka adalah Demas Brian Wicaksono (Pengurus Partai PDI-Perjuangan), Yuwono Pintadi (Anggota Partai Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.

PDI Perjuangan Dorong Coblos Partai

PDI Perjuangan menjadi satu-satunya partai yang mendukung dan mendorong adanya perubahan sistem pemilu tersebut.

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai, kembalinya sistem coblos parpol sangat tepat dalam situasi demokrasi saat ini, di mana Indonesia tengah dihadapkan pada ketidakpastian secara global.

"Kita bukan hanya partai yang didesain untuk menang pemilu, tapi sebagai partai yang menjalankan fungsi kaderisasi pendidikan politik, memperjuangkan aspirasi rakyat menjadi kebijakan publik dan di situlah proporsional tertutup kami dorong," kata Hasto, saat ditemui, di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Selasa (3/1).

Tak hanya itu, Hasto menyebut, sistem coblos parpol akan mendesain penentuan caleg berdasarkan kompetensinya, bukan popularitas. Menurutnya, sistem ini bisa mendorong para akademisi, tokoh agama, dan tokoh-tokoh purnawirawan terpilih menjadi caleg.

"Yang penting kami bisa mendorong, kaum akademisi dari perguruan tinggi, tokoh-tokoh agama misalnya, tokoh-tokoh purnawirawan, itu dengan mekanisme proporsional tertutup lebih memungkinkan bagi mereka untuk didorong terpilih. Karena basenya adalah kompetensi. Jadi proporsional tertutup itu basenya adalah pemahaman terhadap fungsi-fungsi Dewan. Sementara kalau proporsional terbuka adalah popularitas," tegasnya

Delapan fraksi DPR Tolak Coblos Partai

Sebanyak 8 fraksi partai politik di DPR menyatakan menolak Sistem Proporsional Tertutup di Pemilu 2024.

8 fraksi tersebut yaitu Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.

Perwakilan delapan fraksi menandatangani pernyataan sikap pada 2 Januari 2023. Sikap pertama 8 fraksi yakni akan terus mengawal pertumbuhan demokrasi Indonesia tetap ke arah yang lebih maju.

Kedua, meminta Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU No.7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia.

"Mengingatkan KPU untuk bekerja sesuai amanat Undang-Undang, tetap independen, tidak mewakili kepentingan siapapun, kecuali kepentingan rakyat, bangsa dan negara," kutipan pernyataan sikap 8 fraksi.

Masyarakat menolak coblos partai pada Pemilu 2024

Penolakan sistem coblos partai juga menguap di kalangan masyarakat, Riana Rizkia (24) meminta agar MK menolak gugatan atas perubahan sistem tersebut.

Riana menilai, penggunaan sistem coblos caleg dianggap lebih baik, sebab dirinya tahu kepada siapa hak suaranya dia titipkan.

"Dalam konteks kepemiluan saya setuju sistem terbuka, karena saya tahu menitipkan suara saya ke siapa. Saya mendorong keterlibatan publik untuk dibuka seluas luasnya," kata Riana, saat diwawancarai merdeka.com, di Jakarta (5/1).

Perihal kekhawatiran adanya politik uang dalam sistem terbuka, Riana mengatakan, hal itu menjadi tugas Bawaslu dalam mengawasi jalannya pelaksanaan pemilu 2024 nanti. Sehingga, jalan untuk merubah sistem kembali menjadi coblos partai bukanlah hal yang tepat.

"Kalau kita hanya memilih partai maka kewenangan elite di partai politik akan semakin besar, memangnya bawaslu dan penegak hukum berani menindak elite? Jutru politik transaksional semakin bebas karena dilakukan di ruang tertutup," tegasnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Naufal Lanten (25), dia memilih agar sistem pemilu 2024 tetap menggunakan sistem coblos caleg.

Meskipun, dengan sistem coblos caleg tak menutup kemungkinan adanya manuver seperti politik uang dalam mencari suara. Namun, setidaknya dia bisa mengetahui siapa sosok yang dia pilih nanti di pemilu 2024.

"Kalau suruh milih, saya pilih sistem terbuka. Saya jadi tahu siapa caleg yang saya pilih," kata Naufal.

Sementara, Ferry (25) mendukung agar Pemilu 2024 tetap menerapkan sistem coblos caleg. Menurutnya, masyarakat perlu mengetahui siapa sosok wakil rakyat yang akan menampung aspirasinya kelak.

"Menurut saya sih mending coblos caleg karena dari situ kita bisa melihat kualitas orangnya seperti apa, ya kan kalau misal milih gambar parpol doang kemungkinan parpol tersebut bisa saja memilih kader yang memang kita tak tahu kualitasnya dan bisa jadi dapat menimbulkan hal negatif," katanya.

"Seperti politik uang di dalamnya, yakni siapa yang kuat membayar ya dia yang bakal dipilih parpol, seharusnya kita bisa menghindari hal yang seperti itu. Ya menurut saya lebih baik memilih sosok calegnya sih biar jelas dan enggak beli kucing dalam karung dan demi Demokrasi Indonesia juga sih," imbuh Ferry.

(mdk/lia)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Prabowo ke Relawan: Jangan Pulang Usai Nyoblos, Awasi Perhitungan
Prabowo ke Relawan: Jangan Pulang Usai Nyoblos, Awasi Perhitungan

Prabowo lalu menyinggung politik uang yang rawan terjadi di masa pemilu.

Baca Selengkapnya
Waspada, Politik Uang dan Netralitas PNS Jadi Kerawanan Pilkada
Waspada, Politik Uang dan Netralitas PNS Jadi Kerawanan Pilkada

Bawaslu mengatakan politik uang dan netralitas ASN menjadi kerawanan Pilkada 2024

Baca Selengkapnya
Bawaslu Awasi Politik Uang di Masa Tenang Pilkada Jakarta 2024
Bawaslu Awasi Politik Uang di Masa Tenang Pilkada Jakarta 2024

Kepada seluruh jajaran, Munandar meminta agar terus melakukan konsolidasi.

Baca Selengkapnya
KPU Serahkan ke Bawaslu Jika Ada Temuan Kecurangan Pemilu
KPU Serahkan ke Bawaslu Jika Ada Temuan Kecurangan Pemilu

Banyaknya pihak yang mengawasi setiap proses pemungutan dan perhitungan suara.

Baca Selengkapnya
Perludem Ungkap Pola Praktik Jual Beli Suara
Perludem Ungkap Pola Praktik Jual Beli Suara

Praktik curang itu tetap bisa terjadi meskipun pemilih menggunakan hak suaranya.

Baca Selengkapnya
Catat, Begini Cara Mudah Lapor Kecurangan Pilkada 2024 secara Online dan Offline
Catat, Begini Cara Mudah Lapor Kecurangan Pilkada 2024 secara Online dan Offline

Masyarakat bisa berkontribusi menyukseskan pemilu dengan cara melaporkan setiap kecurangan yang terjadi di lapangan.

Baca Selengkapnya
Bawaslu Kaji Dugaan Pelanggaran di Pengundian Nomor Urut Capres-Cawapres
Bawaslu Kaji Dugaan Pelanggaran di Pengundian Nomor Urut Capres-Cawapres

Bawaslu belum bisa memastikan apakah adanya pelanggaran atau tidak.

Baca Selengkapnya
Prabowo: Kalau Ada Iming-imingi Uang Terima Saja, Tapi Pilih Sesuai Hati Nurani
Prabowo: Kalau Ada Iming-imingi Uang Terima Saja, Tapi Pilih Sesuai Hati Nurani

Prabowo menekankan masyarakat harus pandai dan berani memilih pemimpin dan wakil rakyat yang benar.

Baca Selengkapnya
Anies Baswedan Respons 'Lirikan' PDIP di Pilkada Jakarta
Anies Baswedan Respons 'Lirikan' PDIP di Pilkada Jakarta

Anies menjawab, bahwa saat ini partai politik tengah memutuskan diantara dua pilihan.

Baca Selengkapnya
Muncul Gerakan Kawal Pemilu 2024 dengan Aplikasi Warga Jaga Suara
Muncul Gerakan Kawal Pemilu 2024 dengan Aplikasi Warga Jaga Suara

Muncul Gerakan Kawal Pemilu 2024 dengan Aplikasi "Warga Jaga Suara"

Baca Selengkapnya
Masyarakat Diimbau Tak Golput dan Kawal Ketat Pilkada 2024
Masyarakat Diimbau Tak Golput dan Kawal Ketat Pilkada 2024

Masyarakat sudah seharusnya antusias dalam mengikuti momen Pilkada 2024 ini.

Baca Selengkapnya
Awasi Politik Uang, Bawaslu akan Patroli Saat Masa Tenang Pilkada 2024
Awasi Politik Uang, Bawaslu akan Patroli Saat Masa Tenang Pilkada 2024

Berdasarkan jadwal yang ditetapkan KPU, masa tenang Pilkada dimulai pada 24 sampai 26 November 2024.

Baca Selengkapnya