Peringati Hari Kesehatan Jiwa, PDSKJI: Stigma jadi hambatan utama
Merdeka.com - Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) melakukan konferensi pers mengenai "Cegah Gangguan Jiwa Akibat Bencana Psikososial" yang bertepatan dengan Hari Kesehatan Jiwa di Gedung Cimandiri One, Cikini, Jakarta, Senin (10/10).
Pada kegiatan tersebut, menurut PDSKJI, bencana (stressor) psikososial yang bersifat katastropik dapat mengancam nyawa seseorang. Sehingga memerlukan penanganan menyeluruh dan bersifat segera agar mencegah terjadinya gangguan jiwa berat. Bencana psikososial umumnya akan mengakibatkan terjadinya gangguan stress akut atau Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
Dalam sambutannya, Eka Viora, Ketua Umum PP PDSKJI mengungkapkan sampai saat ini, stigma yang melekat pada penderita gangguan jiwa merupakan hambatan utama untuk menyediakan perawatan untuk orang yang mengalami gangguan jiwa.
-
Apa yang jadi fokus kesehatan mental? Dia menyampaikan dalam pemaparan bahwa ada catatan yang perlu dijadikan agenda penting dalam rangka menciptakan kerangka kesehatan komprehensif pada program Health Tourism ke depan yaitu perihal pencegahan penyakit tidak hanya fokusnya secara fisik, tapi juga secara mental health.
-
Kenapa kesehatan mental jadi isu besar? Mengingat kesehatan mental akhir-akhir ini menjadi isu besar generasi mendatang yang harus kita hadapi melalui terobosan-terobosan pada program Health Tourism ke depan yang perlu diadakan sebagai jawaban,' jelas dia.
-
Siapa yang paling banyak mengalami masalah kesehatan mental? Sebanyak 15,5 juta remaja Indonesia, atau sekitar 34,9 persen dari populasi mereka, mengalami setidaknya satu masalah kesehatan mental dalam periode 12 bulan terakhir.
-
Apa masalah kesehatan mental di Indonesia? Masalah kesehatan mental merupakan salah satu momok yang bisa sangat menakutkan.
-
Bagaimana cara menghadapi tantangan kesehatan mental? You are allowed to take up space and ask for what you need.
-
Apa saja tanda gangguan kesehatan mental? Berikut ini adalah beberapa tanda atau gejala yang bisa menjadi indikasi bahwa kita perlu memeriksakan kesehatan mental kita: Perubahan suasana hati yang ekstrem atau tidak stabil. Misalnya, merasa sangat sedih, marah, cemas, takut, atau bahagia tanpa alasan yang jelas. Perubahan perilaku yang signifikan atau tidak biasa. Misalnya, menjadi penyendiri, agresif, impulsif, atau tidak peduli dengan orang lain. Perubahan pola tidur atau nafsu makan yang drastis. Misalnya, sulit tidur atau tidur terlalu banyak; tidak nafsu makan atau makan terlalu banyak. Perubahan kinerja atau produktivitas di sekolah atau tempat kerja. Misalnya, sulit berkonsentrasi, sering lupa, kurang motivasi, atau sering absen. Perubahan minat atau kesenangan terhadap aktivitas yang biasa dilakukan. Misalnya, tidak lagi menikmati hobi, olahraga, atau bersosialisasi dengan teman. Perasaan tidak berharga, bersalah, putus asa, atau ingin bunuh diri. Mengalami halusinasi (melihat atau mendengar sesuatu yang tidak ada) atau delusi (percaya pada sesuatu yang tidak nyata). Mengonsumsi alkohol atau obat-obatan secara berlebihan untuk mengatasi masalah. Mengalami gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan secara medis. Misalnya, sakit kepala, nyeri dada, mual, atau sesak napas.
"Stigma tidak hanya terbatas pada penyakit, tapi juga pada orang yang sakit, keluarga, institusi yang memberikan perawatan, obat psikotropika, dan petugas kesehatan jiwa termasuk psikiater. Stigma yang melekat pada penderita gangguan jiwa merupakan hambatan utama untuk suksesnya program memperbaiki kesehatan jiwa masyarakat," ucap Eka.
Terkait itu, PDSKJI, yang menaungi psikiater diseluruh Indonesia, memiliki visi agar terwujudnya dokter spesialis kedokteran jiwa yang berkualitas tinggi dengan standar global untuk meningkatkan derajat kesehatan jiwa masyarakat Indonesia.
"Upaya membangun imej baru ini dapat dilakukan dengan meningkatkan persepsi psikiater sebagai role model yang baik yang tercermin dalam bentuk ucapan, perilaku, penampilan dari psikiater serta melalui berbagai edukasi masyarakat bekerjasama dengan media seperti press conference hari ini," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Nurmiati Amir, Ketua Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian Psikiatri mengungkapkan stressor psikososial terbagi atas dua kategori.
"Pertama, Usual atau common stressor, yakni yang bersifat individual. Masing-masing orang akan mempersepsikan stresor ini sebagai stresor dengan skala ringan, sedang atau berat. Berat-ringannya skala stresor ini bergantung pada persepsi seseorang terhadap stresor tersebut. Selain itu, keperibadian, daya tahan psikologik, pengalaman dan kemampuan atau ketrampilan seseorang mengatasi stresor juga menentukan. Kedua; Catastrophic stressor, yaitu stressor yang mengancam nyawa misalnya bencana tsunami atau stresor yang mengancam integritas misalnya pemerkosaan. Semua orang akan mempersepsikan stresor katastrofik sebagai stresor yang sangat berat," ujarnya. (mdk/ibs)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Stigma dapat muncul dalam berbagai bentuk, baik secara personal maupun institusional.
Baca SelengkapnyaAdiksi terhadap pornografi serta judi online juga patut diperhatikan.
Baca SelengkapnyaKemenkes membuat pelatihan-pelatihan agar semakin banyak puskesmas yang dapat menangani masalah-masalah mental.
Baca SelengkapnyaSejumlah masalah kesehatan mental kerap disalahpahami sehingga bisa sangat berdampak pada penanganannya.
Baca SelengkapnyaPP Kesehatan baru mengatur hak-hak bagi orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ.
Baca SelengkapnyaPemprov Sulut menggelontorkan anggaran hingga 30 persen untuk memberikan akses kesehatan seluas-luasnya kepada publik.
Baca SelengkapnyaTanggal 10 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia 2024. Menjaga Kesehatan mental bagi pekerja sangat penting, terutama di tempat kerja.
Baca SelengkapnyaSkrining tersebut dilanjutkan dengan diagnosis mendalam oleh psikiater.
Baca SelengkapnyaBagi ODGJ, konsumsi obat secara rutin merupakan hal penting untuk cegah kambuhnya kondisi.
Baca SelengkapnyaPemerintah melarang warga negara untuk memasung, menelantarkan dan melakukan kekerasan terhadap orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ.
Baca SelengkapnyaPurnomo adalah seorang polisi yang kerap membawa pulang ODGJ untuk dirawat hingga sembuh. Menurutnya, masalah cinta menjadi penyebab paling banyak ODGJ.
Baca SelengkapnyaMeskipun tidak ada cara pasti, cara mencegah gangguan mental pada lansia dengan, mengelola stres, menjalani pengobatan secara rutin, & menjaga hubungan sosial.
Baca Selengkapnya