Dirjen APTIKA: Ada sanksi di revisi PP PSTE

Merdeka.com - Dirjen Aplikasi dan Informatika (APTIKA), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Semuel A. Pangerapan, mengatakan nantinya dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik atau PP PSTE khususnya pasal yang mengatur penempatan data akan diterapkan sanksi bagi penyelenggara layanan digital bila melanggar.
Dalam draft RPP yang diterima Merdeka.com, sanksi yang diberikan adalah pemutusan akses atau pemblokiran. Menurut pria yang akrab disapa Semmy ini, draft revisi PP PSTE dirasa cukup memiliki terobosan. Sebab, bila dibandingkan sebelumnya, PP PSTE tak ada sanksi yang bisa menjerat penyelenggara layanan digital jika tak menaruh pusat datanya di Indonesia.
"Celakanya, dalam PP yang lama tidak ada sanksi. Ini pepesan kosong. Nah, yang baru ini nantinya ada sanksi. Seminim-minimnya adalah pemblokiran," jelas dia saat acara konferensi pers di Gedung Kemkominfo, Jakarta, Rabu (31/10).
Lebih lanjut dikatakannya, saat ini draft RPP itu telah selesai proses harmonisasi sejak 22 Oktober dan sudah dikirimkan ke Kementerian Sekretariat Negara (SetNeg) pada tanggal 26 Oktober 2018. Selanjutnya, menunggu ditanda-tangani presiden setelah dilakukan sinkronisasi atau pengecekan ulang oleh SetNeg.
"Mudah-mudahan bulan depan sudah ditandatangani Presiden," ungkap Semmy.
Sebelumnya, Semmy menceritakan ikhwal pemerintah melakukan revisi PP ini. Dijelaskannya, dilakukannya revisi itu mengikuti adanya revisi dari UU ITE yang telah disahkan pada tahun 2016. Maka itu, diperlukan pula perubahan pada peraturan-peraturan turunannya seperti PP PSTE ini.
"Harus ada penyesuaian, karena ada perubahan dari UU ITE," jelasnya.
Dalam PP tersebut terkesan tak jelas terutama soal penempatan fisik data center (DC) dan data recovery center (DRC) yang harus ada di Indonesia. Sebab, saat ini yang dibutuhkan oleh pemerintah adalah data-datanya bukan fisiknya.
"Dalam aturan yang lama itu mengatur fisiknya, padahal yang penting itu datanya. Saat ini kami mensyaratkan datanya bukan hanya fisiknya," terang dia.
Maka itu, ia mengatakan perlu adanya klasifikasi data. Dalam rancangan revisi PP tersebut, ada tiga klasifikasi data, antara lain; data strategis, data risiko tinggi, dan risiko rendah. Data strategis wajib hukumnya ada di Indonesia. Sebab data tersebut merupakan data yang begitu penting bagi negeri ini seperti keamanan dan pertahanan. (mdk/faz)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya