Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

DPR soal UU telekomunikasi: Rombak total

DPR soal UU telekomunikasi: Rombak total Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais. ©2017 Merdeka.com

Merdeka.com - Rencana pemerintah akan mengkaji UU Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi disambut baik oleh DPR RI. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais, memandang diperlukan perombakan secara total UU tersebut atau diganti dengan UU telekomunikasi yang baru. Pasalnya, aturan yang tertuang dalam beleid tersebut tidak lagi relevan dengan keadaan industri teknologi informasi saat ini.

"UU telekomunikasi saat ini sudah ketinggalan zaman. Salah satu contohnya apa yang harus diatur adalah kebijakan konvergensi. UU sekarang kan tidak menjangkau ke sana, terlebih saat ini perangkat teknologi dipakai segala macam kegunaan, baik komunikasi, penyiaran maupun telekomunikasi itu sendiri," jelasnya saat dimintai pendapat usai acara diskusi 'Penerimaan Negara dan Lelang Frekuensi: Negara Untung atau Buntung?' di Jakarta, Rabu (8/3).

Konvergensi yang dimaksudnya ini, yakni dengan semakin berkembangnya internet, maka tak hanya digunakan untuk mencari informasi semata, melainkan banyak hal yang dapat dilakukan. Sehingga tak bisa dimungkiri, layanan-layanan yang berjalan melalui internet tumbuh subur. Sementara, dalam UU yang disahkan saat zaman Presiden RI BJ Habibie itu, dikatakannya tidak lagi relevan untuk mengatur begitu cepatnya arus teknologi.

"Jadi misalnya internet ini kan tidak sekadar tempat mencari informasi tapi di situ banyak platform penyiaran, radio, tv bisa streaming dari situ (internet –red), bahkan live, dan kemudian penyedia layanan komunikasi berbasis internet yang tidak sekadar memberi informasi dan itu tidak ada selama ini dalam UU telekomunikasi. Maka hal itu harus dimunculkan platform baru untuk menjangkau semua ini, seperti sekarang ini pemerintah kebingungan menghadapi Over The Top (OTT) mau seperti apa, itu karena tidak ada UU yang relevan, maka kita ingin hadirkan dalam uu telekomunikasi yang baru," terang putra Amien Rais ini.

Sejauh ini, diungkapkannya, rencana itu masih dalam penggodokan internal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Sebelumnya secara terpisah, anggota komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), I Ketut Prihadi Kresna, mengatakan ada dua langkah yang akan dilakukan pihaknya untuk memperbaharui beleid itu, pertama: merevisi dan kedua: menggantikan dengan UU baru.

"Kami masih mencermati isu-isu yang ada sekarang ini. Lalu akan kami bandingkan dengan UU 36 tahun 1999. Apakah dari sekian pasal dari UU 36 tahun 1999 ini, lebih banyak yang harus diganti atau lebih banyak yang harus disesuaikan," katanya belum lama ini.

Keputusan untuk direvisi atau diganti beleid itu tergantung dari hasil kajian yang dilakukan oleh pihak internal. Pihak internal ini tidak hanya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) saja, melainkan melibatkan operator selular, Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).

Dijelaskannya, jika dalam kajian itu ditemukan sebanyak 50 persen lebih aturan-aturan yang mestinya diubah, maka diperlukan adanya UU pengganti. Namun, jika sebaliknya hanya akan dilakukan revisi.

"Baru akan dibahas secara internal dulu. Yang dibahas itu materinya dari itu. Apa-apa saja yang masih relevan dari UU tersebut. Nanti kita sisir satu per satu sesuai dengan perkembangan saat ini," tutur Ketut.

(mdk/idc)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP