Lupis Mbah Satinem, Kuliner Legendaris di Sudut Kota Jogja
Merdeka.com - Sejak jam 6 pagi, tangan tua nenek yang akrab disapa Mbah Satinem sudah sibuk. Memotong lupis dengan benang kasur yang Ia lilit di tangannya. Meletakkannya di daun pisang, dicampur dengan gatot, cenil yang kenyal sesuai dengan permintaan pelanggan.
Sentuhan yang paling magis ialah saat lumeran gula merah berwarna cokelat dituang di atas parutan kelapa. Rasa gurih dan manis nantinya akan melebur di dalam mulut. Perpaduannya sukses membuat ngiler.
Tak ada papan nama khusus di lapak wanita berusia 75 tahun ini. Namun, sebelum Mbah Satinem datang, para pembeli sudah menanti. Antrean pembelinya pun selalu mengular. Terlambat datang sedikit, bisa-bisa sudah kehabisan.
-
Siapa yang populerkan Seupan Taleus di Sumedang? Bisa dibilang, Abah Edi dan Ibu Abong dengan brandnya Seupan Taleus 17 ini menjadi pelopor di Sumedang.
-
Mengapa Ibu Mardini menjadi perajin gula semut? 'Nggak ada penghasilan sehari-hari lain. Cuma itu yang ada di Kampung Semen ini. Uangnya buat mencukupi kebutuhan sehari-hari dan menyekolahkan anak,' kata Ibu Mardini dikutip dari kanal YouTube Pecah Telur.
-
Siapa yang membuat gula kelapa Borobudur? Para petani nira kelapa di Karangrejo biasanya hanya menggunakan dua alat untuk menyadapnya, yang pertama arit dan bumbung bambu.
-
Siapa yang membuat gula merah dari batang sawit? Lahirkan Langkah Inovatif Purwaris, pemilik pabrik pembuatan gula merah di Dusun Harapan I, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) membuat inovasi baru pada bahan baku utamanya, yaitu diambil dari limbah kelapa sawit.
-
Siapa yang terkesan dengan keripik pisang Agung Semeru? Ibu Negara RI, Iriana Jokowi kepincut dengan keripik pisang Agung Semeru dan olahan pisang lain yang dipamerkan di stan pameran produk unggulan Lumajang di Kota Surabaya.
-
Di mana sate pertama kali populer di Indonesia? Diperkirakan Ponorogo menjadi kota pertama sate mulai populer dan menyebar.
Berada di sekitar 500 meter dari Tugu Jogja ke arah Barat, tepatnya di Jl. Bumijo No.50, Gowongan, Yogyakarta. Mbah Satinem terlihat duduk dengan dingklik mungilnya. Menggelar dagangannya, tampah berisi lupis yang dibalut dengan daun pisang pun sudah ia siapkan dari rumah. Gatot, cenil, tempat gula aren terlihat tersusun rapi di atas meja.
Sebelum Mbah Satinem membuka dagangannya, para pembelinya sudah mengantre. Lantaran antreannya panjang, Mbah Satinem memakai nomor antrean dari 1-50. Jika sudah mencapai urutan lima puluh, urutannya kembali lagi ke nomor satu lagi. Nantinya, Mbah Satinem akan siap melayani para pembeli satu persatu sesuai dengan nomor antrean.
Buka jam 6 pagi, lupis Mbah Satinem bisa ludes pukul 07.30 WIB. Beberapa pembeli sering kehabisankarena sudah tak kebagian. Tak boleh kesiangan, menikmati lezatnya lupis Mbah Satinem memang butuh perjuangan ya!
©2021 Merdeka.com/Fiqi AchmadSajian lupis dengan siraman gula aren buatan Mbah Satinem memang sudah melegenda. Wanita lanjut usia ini sudah melakoni sejak tahun 1963. Lupis lezat hasil olahan tangan Mbah Satinem ini dibuat menggunakan resep turun menurun dari ibunya. Dulunya Mbah Satinem berjalan berkeliling pasar sambil menggendong dagangannya. Hingga akhirnya memutuskan menetap di sudut kota Pelajar ini.
Lebih dari separuh abad, cita rasa lupis Mbah Satinem tak pernah berubah. Mbah Satinem membuat jajan pasar dengan cara tradisional. Semua bahan dimasak menggunakan kompor kayu. Bahan-bahan yang digunakan pun tak ada yang menggunakan bahan pengawet makanan. Menjaga rasa kelezatan di setiap prosesnya.
©2021 Merdeka.com/Fiqi AchmadSudah ada sejak puluhan tahun lalu, salah satu pelanggan jajan pasar racikan Mbah Satinem adalah Presiden kedua Indonesia, Soeharto. Menurut pengakuan Mbah Satinem, mantan orang nomor 1 di Indonesia ini selalu menyuruh ajudannya untuk membeli kue lupisnya. Tentu saja ini menjadi kebanggan tersendiri bagi Mbah Satinem.
Harga jajan pasar yang dijajakan terhitung tak mahal. Untuk harga lopis, gatot, tiwul dan cenil, Mbah Satinem biasa menjualnya seharga Rp 10 ribu per porsinya. Sedangkan untuk paket komplet berisi enam jenis jajan pasar dan biasa digunakan untuk acara syukuran, Mbah Satinem memasang tarif Rp 150 ribu.
©2021 Merdeka.com/Fiqi AchmadTerhitung, selama 58 tahun lamanya Mbah Satinem selalu semangat menjajakan olahan beras ketan ini. Tangan dengan guratan otot yang sudah terlihat jelas ini tak lelah memotong lupis bagian per bagian. Dicampur dengan cenil yang kenyal dan getuk singkong yang lengit. Terakhir di taburkan dengan gula merah. Sekali gigit, rasa asin manis pun langsung menari di lidah.
Mbah Satinem melayani para penikmat lupis buatannya dengan sepenuh hati. Telaten meracik satu per satu menjadi hidangan yang membekas di ingatan pembeli. Di usianya yang senja, ia terus berbagi kebahagiaan lewat cita rasa makanan tradisional.
Meskipun setiap hari buka, namun khusus selama Bulan Ramadan, Mbah Satinem meliburkan diri. Selama sebulan penuh Mbah Satinem tak berjualan. Ia ingin fokus beribadah. (mdk/Tys)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Walaupun sudah berusia 85 tahun, Mbah Kromo tetap sehat dan semangat menjual sate kelinci
Baca SelengkapnyaMbah Jami sudah berjualan lotek di tempat itu sejak tahun 1965. Walau begitu, masyarakat Wonosobo lebih mengenalnya dengan nama Lotek Brukmenceng.
Baca SelengkapnyaPotret warung sate langganan Presiden RI saat berkunjung ke Yogyakarta.
Baca SelengkapnyaLontong kari Kebon Karet selalu jadi incaran masyarakat umum sampai para pejabat. Resepnya otentik sejak 1966
Baca SelengkapnyaSate ini sudah terkenal hingga Istana Negara menjadi menu favorit Presiden Soeharto dan Presiden Habibie pada masanya.
Baca SelengkapnyaSetiap pelanggan punya menu favoritnya masing-masing
Baca SelengkapnyaDi daerah lain, kue sagon memiliki variasi bahan dan rasa yang sedikit berbeda.
Baca SelengkapnyaKuliner legendaris itu sudah ada sejak tahun 1964.
Baca SelengkapnyaKatanya, makin lama bumbu disimpan, rasa sotonya akan semakin lezat.
Baca SelengkapnyaAsinan ini sudah melegenda sejak 1975. Cocok untuk menu takjil di bulan Ramadan
Baca SelengkapnyaWarung ini merupakan langganan para pejabat, salah satunya Wali Kota Mojokerto Ning Ita
Baca SelengkapnyaSeupan taleus sangat nikmat disantap di tengah cuaca Sumedang yang dingin.
Baca Selengkapnya